Bamgyu Hyung

Pukul empat. Semua sudah siap dalam ransel. Menunggu depan gerbang dengan tangan penuh boneka beruang kecil dan bantal kesayangan. Naik kereta, bus, mobil, motor. Semua jenis kendaraan hampir terlintas dalam pikiran. Apa pun asal bertemu ayah ibu. Sudah lama sekali, hanya nenek. Namun, akan memulai hari tanpa nenek. Hanya seorang anak kecil yang merindukan kehangatan orang tua. Tak bisa dimungkiri nenek juga pemberi rasa hangat untuk si kecil. Hanya saja si kecil iri dengan ucapan teman temannya.

"ayah ku selalu mengajak aku pergi ke taman bermain saat liburan" --lebih baik tolong nenek.

"ibu selalu mendongeng sebelum aku tidur" --aku bisa tidur nyenyak tanpa dongeng, asal ada nenek.

"mama dan papa pasti memelukku saat aku menangis" --aku bukan anak cengeng jadi tidak perlu dipeluk saat menangis, aku anak pintar.

Memang, setiap teman teman si kecil bercerita, ia hanya akan menyahut iri dalam hati. Walau kadang terselip rasa penasaran yang tinggi. Bahkan pernah sekali nekat untuk mencari sendiri bagaimana sosok ayah dan ibu.

Waktu itu, ia ketakutan. Ia lihat, seorang gadis kecil ditarik paksa oleh sang ibu lalu dipukul dengan sapu. Si kecil bisa dengar bagaimana gadis kecil itu berteriak sakit dan maaf ibu. Si kecil berlari.

Ibu itu jahat. Ibu itu kejam.

Hanya saja si kecil tidak tahu yang sebenarnya. Anak nakal harus dihukum. Hanya sebatas pengajaran untuk gadis kecil itu, yang sesungguhnya tidak sekeras yang dipikir si kecil.

Namun ia akan memulai hari baru bersama; siapa itu ayah dan ibu. Mulanya rasa takut dan segala alibi ia berikan agar tetap bersama sang nenek. Berkat segala rayuan dan juga permintaan nenek yang ingin si kecil dekat dengan sang ibu. Kata nenek, Ibu tidak jahat, ibu itu seperti nenek. Jadi si kecil berusaha mengiyakan walau sedikit ragu. Si kecil terkejut saat mendengar teriakan seseorang menyebut namanya.

"Beomgyu sayang!" Ibu datang.

.

.

.

"kamu tidak usah takut iya sayang. Ini Ibu, Ibu sungguh sangat sangat merindukan kamu sayang. Ibu hanya bisa mendengar suara kamu saat rindu tiba. Ibu mengunjungi kamu, tapi kamu sekolah, selalu. Ibu hanya bisa mengunjungi saat itu saja sayang. Maaf iya?"

Beomgyu hanya bungkam. Sedikit canggung karena ini pertama kali untuknya bertemu langsung dengan ibu. Ia hanya bisa mengangguk dalam pelukan ibu di dalam mobil. Ia sudah berpamitan untuk berpisah dengan nenek. Sempat menangis, tapi ia segera hapus air mata. Agar nenek tidak sedih saat ia tinggal.

Ibu tersenyum bahagia sambil mengelus tangan Beomgyu sayang. "sebentar lagi kita sampai sayang," melihat raut wajah sang anak yang tegang membuatnya menghela nafas, "kamu pasti senang sayang, karena nanti kamu akan bertemu adik"

Adik? Apa aku punya adik? Tapi sejak kapan? Nenek juga tidak pernah cerita.

"kamu tidak akan sendiri, kamu punya teman main. Tidak hanya Ayah dan Ibu" apa nanti adik akan menerima Beomgyu. Apa adik akan mau berteman. Tapi semua temannya yang punya adik selalu punya cerita yang menyenangkan untuk diceritakan. Mungkin saja Beomgyu akan memiliki pengalaman cerita yang menyenangkan dengan adik.

"Ibu," panggil Beomgyu sambil tangan memutar mainan, tanda gugupnya "apa Ayah itu .. tampan?". Saat itu juga tawa Ibu pecah. Sungguh polos pemikiran anaknya. Bagaimana bisa ia menanyakan hal yang terdengar lucu untuk sang Ibu. Mungkin saja, sebab lama atau bahkan karena tidak pernah berjumpa langsung dengan sang Ayah.

"tentu saja sayang. Memang kenapa Beomgyu tanya?"

"hmm... Bamgyu hanya penasaran, Bu. Karena Bamgyu ini kan tampan sekali, jadi mungkin saja Ayah itu tampan juga. Jadi tidak salah kalau Bamgyu ini tampan kan, Ibu?" tanyanya dengan wajah lucu.

Bunda tersenyum geli. Anaknya sudah mulai berani berbicara panjang. "tentu saja sayang, kalau Bamgyu tampan berarti Ayah itu lebih tampan dong," Ibu memasang wajah seperti orang sedang berpikir keras "tapi tapi.. kata paman Kim kamu itu manis, bukan tampan loh"

"uhh dasar...paman Kim itu saja yang manis, tapi tidak mau terima makanya Bamgyu juga ikut ikut dibilang manis. Padahal kan Bamgyu ini tampan" bibirnya cemberut menggemaskan.

"tapi, yang dikatakan paman Kim itu benar kok sayang, kamu itu manis" sepertinya, menggoda anaknya bukan hal yang buruk.

"uhh Ibu... Bamgyu ini tampan, serius deh"

"kalau begitu kita lihat saja nanti, apa Ayah bilang kamu itu tampan atau manis," Ibu sengaja mengalihkan pandangan ke samping "kalau menurut ibu, ayah pasti bilang kamu manis"

"tanya adik saja kalau begitu ibu"

"kenapa adik?"

"kata teman Bamgyu di sekolah. Adik itu selalu jujur, Bu. Jadi Bamgyu mau tanya adik saja" finalnya menggebu dengan tangan bersedekap.

Hanya saja Beomgyu lupa bertanya pada Ibu. Adik itu bagaimana. Gadis manis atau laki laki tampan sepertinya.

.

.

.

"tapi Ayah-,"

"sudah lah...sebentar lagi mereka sampai. Jaga sikap mu"

"memang dia siapa juga. Aku tetap tidak mau."

Perdebatan antara ayah dan anak laki lakinya berhenti saat sang anak memutuskan untuk pergi menuju kamar. Mengunci pintu dan menghiraukan panggilan sang ayah yang meminta sang anak agar tetap berada dalam ruang tamu. Hanya untuk penyambutan saja. Namun sang anak nampak menyibukkan diri agar tidak melakukan. Sehingga membuat sang ayah sedikit kesal dan memaksa. Sampai sang anak benar benar nampak marah dan berlari meninggalkan sang ayah yang masih setengah kesal.

Suara bel pintu menghentikan gerutuan sang ayah. Membuka pintu dan mendapati seorang anak manis yang berdiri sambil tersenyum hangat. Sang ayah merasakan kehangatan itu. Diraihnya tubuh anak manis itu lalu dibawanya kedalam rumah sambil memutar mutar tubuh anak manis itu. Sampai suara lucu anak manis itu menghentikan kegiatan memutar mutar tubuh.

"cukup. Kepala Bamgyu pusing jadinya. Aduh putar putar," keluh Beomgyu sambil memegang kepala "Ayah nakal deh. Kepala Bamgyu kan pusing jadinya. Nanti pingsan gimana?" katanya dramatis.

Semakin hangat perasaan hati sang ayah. Terasa lembut dan juga tenang saat anaknya memanggilnya ayah. Ini lah kebahagian yang dinanti sang ayah. Rindu sudah memuncak.

"anak Ayah. Maaf kan Ayah iya, lama sekali kita tidak berjumpa sayang. Ayah rindu sekali"

Tangan Beomgyu menghapus air mata sang ayah dalam pelukannya.

"Ayah sudah besar kenapa menangis? Bamgyu saja tidak pernah menangis tuh.. Ayah cengeng ya?"

Ayah bisa lihat warna biru itu pada sang anak. Tidak akan menangis. Walau sampai nanti tiba. Tiba tiba suara anak kecil lain menyahut.

"siapa kau?"

Mata Beomgyu dan anak itu bertemu. Bagaimana pancaran warna yang berbeda.

"adik. Dia itu adik yang kita bicarakan di mobil tadi sayang" ibu datang dengan tas baju Beomgyu.

"adik? Hai adik, aku Hyung mu. Bamgyu Hyung" langkah Beomgyu menuju sang adik nampak tergesa sampai sampai ia sempat tersandung. Namun dapat ia cegah agar tak jatuh. Tangannya terulur. Memperkenalkan diri.

"Taehyun-," sang adik pergi begitu saja. Dan jelas menolak uluran tangan sang kakak. "Ibu, Hyun bantu iya" Taehyun menghampiri ibu dan membantu ibu yang membawa barang barang Beomgyu. Ia kesal, barang ini milik Beomgyu tapi ia sama sekali tidak mau membantu ibu membawa barang. Merepotkan, pikir Taehyun.

"Beomgyu sayang, ikut Ayah ke kamar baru kamu iya?" Beomgyu hanya mengangguk dan mencuri pandang pada sang adik. Yang bahkan hanya menghiraukan.

"ini kamar baru Bamgyu? Waah.. Lucu sekali, terima kasih Ayah" nadanya terdengar ricuh. Kamar barunya lebih luas dari kamar lamanya. Karena rumah nenek tidak sebesar rumah barunya. Kamar lama, hanya berisi barang sekolah dan sedikit mainan. Kamar baru, hampir terlihat lengkap untuk Beomgyu.

Ia melihat Taehyun berjalan menuju ujung kamar dan meletakkan tas Beomgyu. Beomgyu teringat sesuatu, ia lagi berlari menuju Taehyun.

"ambil ini. Hyung punya dua. Kamu ambil satu, nanti kita bisa main sama sama" menyerahkan satu mobil mobilan miliknya dari dalam ranselnya.

Ayah tersenyum pilu. Ibu memeluk ayah dari samping.

"tidak, aku punya yang lebih bagus" tolaknya dengan ketus.

"kalau begitu kita bisa main sama sama kan?"

Taehyun memutar mata malas dan berlalu begitu saja. Beomgyu hanya menatap bingung kepergian Taehyun.

Apa adik tidak suka aku?

.

.

.

Pagi pagi sekali ibu mendengar suara dentingan dalam dapur. Ibu coba melihat apa yang terjadi. Bagaimana seorang anak yang nampak sibuk. Bagaimana tangan terlatihnya menuangkan air dari teko ke dalam empat gelas. Bagaimana tangan mungil itu merapikan kekacauan yang telah ia buat. Ibu hampir saja melompat saat melihat anaknya, Beomgyu yang sedikit oleng saat akan memutar badan sambil membawa nampan berisi empat gelas susu.

"ibu? Apa ibu akan marah? Biasanya ini, Bamgyu lakukan saat pagi hari untuk nenek. Kadang sih, soalnya Bamgyu kadang bangun telat. Jadi kalau Bamgyu bisa bangun pagi pasti Bamgyu buat susu. Karena susu itu baik untuk tubuh, susu itu-,"

"cerewet deh anak ibu ternyata" karena nyatanya ibu tidak, atau lebih tepatnya belum tahu bagaimana pertumbuhan anaknya. Ibu hanya tahu warna biru itu saja.

"hehe... tapi kalau Bamgyu begitu imut kan? Ups.. " ia langsung menutup mulut. Ia kan anak tampan bukan imut. Kemarin saja ia menolak dikatai manis, tapi kenapa ia mengaku imut.

"anak ibu kan emang imut"

"uhh... "

"ayo bangunkan adik dan ayah. Ibu akan buat sarapan"

"oke sip" senandung ceria saat menuju kamar Taehyun.

"Hyunie... Ayo bangun"

"cium" Beomgyu terkejut. Taehyun malu.

.

.

.

Beomgyu bosan. Taehyun masih sekolah. Kata ayah dan ibu ia harus libur sekolah dulu. Jadi karena ia anak yang baik maka ia menurut saja tanpa bertanya tanya. Kata nenek juga begitu, ia tidak diijinkan kembali sekolah. Sampai ia yang harus ikut ayah dan ibu. Semua karena waktu itu.

Beomgyu jatuh dengan darah mengalir dari hidung. Dan beberapa memar di lengan.

Nenek histeris. Satu satunya hanya kembalikan pada ayah dan ibunya yang tinggal di kota. Karena dari kecil Beomgyu ditinggal oleh ayah dan ibu.

"aku pulang"

"Hyunie... " teriak riang.

"kita main ya? Hyung ambil mainan dulu" berlari kecil menuju kamarnya.

"apaan sih, aku baru datang dari sekolah, capek. Kamu ribut sekali tahu. Pergi sana" ketus Taehyun.

Langkah Beomgyu terhenti, "tapi..tapi Hyung mau main. Ayah dan Ibu kan sedang kerja, jadi Hyung dari tadi sendiri. Jadi mau main sama Hyunie saja" lirihnya

"berisik tahu-," Taehyun melempar gelas

"aku ini sudah biasa ditinggal ayah ibu pergi kerja. Aku sama sekali tidak mengeluh sendiri, aku tidak mengeluh agar ada teman main. Kamu saja yang baru merasakannya. Kalau kamu merasa sendiri terus, mending kamu balik saja sana ke kampung, tinggal saja sama nenek disana,"

"dasar, menyusahkan saja" gerutu Taehyun. Menyeret tasnya sambil berjalan dengan ribut menuju kamarnya.

Pandangan Beomgyu buram, tertutup oleh air mata yang siap jatuh. Pandangannya semakin buram melihat punggung Taehyun. Sampai benar benar buram dan Beomgyu terjatuh. Warna merah pekat.

.

.

.

Suara derap kaki ribut terdengar sepanjang lorong rumah sakit. Isak tangis, gemetar, khawatir. Menjadi satu dalam diri. Baik ayah maupun ibu.

IGD, Pasien atas nama Choi Beomgyu. 13:45

"Ibu!" Ibu segera memeluk tubuh Taehyun yang gemetar takut.

"bukan..bukan Hyunie yang lakuin, Bu. Tadi itu.. Hyung langsung jatuh, terus warna merah..merah itu keluar dari hidung Hyung... Taehyun takut, Bu" tuturnya dengan sesenggukan, semakin mengeratkan pelukan pada ibu.

"tidak sayang, tidak" tutur ibu sambil terisak. "apa dokter bilang sesuatu?"

Bukan jawaban kata yang ibu dapat, melainkan gelengan keras dari Taehyun. Membuat ibu merasa bersalah. Seandainya ibu tidak meninggalkan Beomgyu sendiri di rumah. Mungkin tidak akan terjadi hal ini, pikir ibu kacau.

"maaf bu, Beomgyu sedang dalam penanganan dokter" ayah sedang melakukan panggilan telepon dengan nenek.

"Ayah?... Biar Ibu bicara dengan nenek dulu ya sayang. Kamu sama Ayah dulu" melepas pelukan Taehyun dan menyerahkan Taehyun pada ayah. Raut wajah ayah nampak kecewa.

Ibu sedikit menjauh dari ayah dan Taehyun.

"Ibu?"

"kembalikan cucuku," terdengar nada kecewa nenek "Bukan ini yang ibu mau. Seharusnya kamu sebagai ibu menjaganya. Ibu memberimu kesempatan untuk menjaga Beomgyu. Bukan maksud ibu memberikan saat dia sakit. Hanya ibu takut, kamu tidak akan diberikan kesempatan untuk tahu anak mu"

"Ibu... " Ibu hanya bisa terisak. Semua seakan tercekat.

"dan kamu akan berakhir menyesal nak. Ia sudah tahu akan dirinya yang sakit. Ia sering mengeluh sakit, dan ingin dipeluk kamu dan ayahnya. Ingin seperti temannya. Kamu sudah terlalu lama meninggalkan Beomgyu. Saat usianya dua tahun kamu memberikannya pada Ibu. Meminta untuk menjaganya karena kamu butuh uang untuk membesarkan Beomgyu. Bahkan saat kenyataan mengatakan bahwa Beomgyu sakit. Kamu hanya meminta untuk menjaganya, lagi. Dan sekarang kamu sudah melihat bagaimana lemahnya dia. Sesungguhnya dia. Jika memang kamu tidak siap menerima kenyataan. Kembalikan dia pada Ibu. Ibu mohon nak... "

"tidak Ibu. Beomgyu akan bersama ku. Ibu tidak perlu khawatir..."

"bagaimana tidak, nak. Beomgyu saat bersama Ibu tidak pernah kembali jatuh pingsan. Bahkan sebelum ia mengeluh sakit, Ibu sudah mencegahnya"

Ibu bungkam. Suara nenek kembali mengintrupsi.

"setelah dia diijinkan pulang. Kemasi barangnya, antar dia kembali pada ibu. Ibu tutup teleponnya. Selamat siang"

Ibu hanya bisa menangis tersedu. Tanpa tahu ayah dan Taehyun memerhatikan dengan air mata yang sama derasnya.

.

.

.

Beomgyu melihat banyak kupu kupu ditaman dan seoarang pria remaja mengelus setangkai bunga mawar. Dihampirinya pria itu. Pria tersebut sedikit terkejut akan kehadiran Beomgyu.

"kamu siapa?," tanya pria tersebut dengan menyamakan tinggi dengan Beomgyu "kenapa kamu pakai baju rumah sakit? Kamu kabur iya?" pria tersebut mengelus rambut Beomgyu.

"Hyung tampan sekali" wajah Beomgyu malu malu saat mengatakan.

"haha kamu manis"

"Hyung mirip..." Beomgyu memasang wajah berpikirnya.

"mirip siapa?"

"Hyung mirip...Adik?" sedikit ragu.

"oh iya? Mungkin nanti kalau dia sudah besar akan seperti Hyung" pria tersebut memberikan mawar tersebut pada Beomgyu "ambil ini, untuk kamu. Suatu saat mawar itu jadi milik mu"

Beomgyu melihat pria tersebut menghilang saat melewati pohon besar di ujung taman.

.

.

.

Semua barang Beomgyu sudah siap dalam tas. Ibu terus mengelus tas tersebut dan memeluk dengan erat. Seakan tidak rela kalau Beomgyu kembali ke kampung. Bunda kembali menangis saat mengingat percakapannya dengan Beomgyu.

"Bamgyu sayang, nenek bilang rindu kamu. Nenek ingin tinggal dengan kamu kembali"

Beomgyu terkejut. Apa karena aku sakit? Apa ayah dan ibu tidak terima Bamgyu? Pikirnya saat itu.

"apa Bamgyu menyusahkan ibu dan ayah? Makanya ibu mau Bamgyu tinggal lagi sama nenek" lirihnya.

"tidak, tidak sayang, bukan begitu. Hanya saja nenek sedang rindu. Nanti kalau sudah rindu ridunya. Ibu janji akan menjemput kamu lagi sayang"

"ohh.. Baik bu"

Beomgyu sudah siap berangkat. Mencium pipi ayah dan ibu. Memeluk tubuh ayah dan ibu dengan erat. Seakan ia belum sepenuhnya terima kalau akan pisah lagi dengan orang tua. Ia menyerahkan satu kotak pada ibu.

"Ibu, berikan ini pada Taehyun iya. Ini kuncinya. Kalau dibuka ada foto Bamgyu di dalam, hehe. Siapa tahu adik rindu Bamgyu" tawa ayah dan ibu terasa berat sekali.

"Bamgyu berangkat. Pay pay Ayah Ibu, salam untuk adik"

Mobil yang mengantar Beomgyu melaju meninggalkan halaman rumah. Saat itu juga tangis ibu pecah.

.

.

.

"aku pulang" Taehyun segera menuju kamar yang bersebelahan dengan kamarnya.

"kosong?" gumamnya bingung.

"ibu?"

"kenapa nak? Lapar?"

"tidak. Hmm.. Bamgyu Hyung mana? Kata ayah kemarin Hyung sudah boleh pulang hari ini. Tapi dikamarnya kok sepi. Barang barang Hyung juga tidak ada. Hyung... kemana, Bu?"

Ibu menghela nafas. Menyamakan tingginya dengan sang anak. Mencoba untuk tidak menangis.

"Hyung sudah pulang,"

"pulang? Kemana? Ini kan rumahnya. Pulang kemana maksud ibu. Ini itu rumah Bamgyu Hyung juga" Taehyun tiba tiba menyentak tangan Ibu. Ia tidak terima dengan jawaban ibu.

"sayang... Maksud ibu, Hyung pulang ke kampung, tempat nenek tinggal. Nenek sedang rindu Hyung. Jadi Hyung mau mengobati rindu nenek"

Taehyun terdiam. Tangannya mengepal kuat. Semua pasti gara garanya. Bamgyu Hyung pergi karena dia.

"pergi sana"

"Kalau kamu merasa sendiri terus, mending kamu balik saja sana ke kampung, tinggal saja sama nenek disana,"

"dasar, menyusahkan saja"

Bukan itu maksud Taehyun. Ia berlari meninggalkan Ibu yang memangilnya khawatir. Taehyun mengurung diri dalam kamar. Hyungnya telah pergi. Semua karena dirinya. Seharusnya ia senang karena permintaannya itu terwujud. Namun Taehyun merasa kecewa pada dirinya. Ia hanya bisa menangis karena tiba tiba rindu pada Hyungnya yang manis. Perasaan sayangnya timbul saat Hyung sudah pergi. Ia akan merindukan Bamgyu Hyungnya sampai Hyung kembali.

"maafin Hyunie, Hyung. Kalau sudah besar nanti Hyunie akan main sama Hyung. Hyunie janji. Semoga Hyung cepat sembuh. Tidak sakit lagi. Sampai jumpa lagi Hyung" gumamnya dengan isak tangis.

Taehyun sayang Bamgyu Hyung.

Goresan pada pintu kamarnya.

.

.
End
.

.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top