12 | Hilang?

"Berharganya seseorang akan terasa saat ia benar-benar hilang."

***

Embusan angin menerpa wajah wanita itu. Wajahnya yang tampak tak lagi muda. Sudah ada beberapa kerutan yang memenuhi wajahnya. Di saat usianya yang mulai senja, ia justru hanya merasakan kehampaan yang seringkali membuatnya merasa tersiksa. Ia merasa ada sesuatu yang hilang dalam hidupnya. Ada sesuatu yang ia rindukan dan tidak akan pernah ia dapatkan untuk kedua kalinya.

Mungkin benar kata orang, penyesalan selalu datang di akhir. Dan kini ia benar-benar merasakannya. Penyesalan yang begitu dalam dan tidak pernah bisa dihilangkan dengan mudah.

Wanita itu hanya menatap papan nisan yang menuliskan nama orang yang akhir-akhir ini begitu ia rindukan. Sudah satu minggu sejak kepergiannya, tetapi rasa kehilangan dan penyesalan itu seakan tidak pernah hilang dan terus membayanginya.

Dia beralih menatap kotak kayu yang kini berada di genggamannya. Kotak yang sudah mulai rusak dan rapuh, bahkan sepasang boneka rajut itu sudah tak lagi layak kondisinya. Meskipun begitu ia tidak berniat untuk membuangnya dan berjanji akan selalu menyimpannya dengan baik.

Ia ingat dengan jelas. Satu minggu yang lalu tepat saat kepergian Geara.

Rizam, Mona, Bo Ode bahkan Bang Oka masih menangisi kepergian gadis itu. Rasanya seperti mimpi. Mereka tidak pernah menyangka hal ini akan terjadi. Kehilangan orang yang sudah cukup dekat dengan mereka. Terutama Rizam. Ia mengenal Geara jauh dibandingkan ia mengenal dirinya sendiri.

"Permisi, Bu, ini barang-barang pasien yang masih tersisa." Tiba-tiba perawat itu menyerahkan sebuah kotak dari kayu yang sudah sedikit rusak dan patah. Mona menerima kotak itu, ternyata setelah dilihat bukan hanya itu, di dalamnya ada sepasang boneka rajut yang sudah kotor dan ada bercak darah. Mona menerima kotak itu.

Hati Mona terenyuh melihat sepasang boneka rajut itu. Sepasang boneka itu seolah menggambarkan seorang ibu dan anaknya. Ia menyentuh setiap inci dan bagian dari boneka itu. Seketika dadanya terasa sesak. Apakah seperti ini rasanya kehilangan?

"Kenapa kamu harus pergi, Geara? Maafkan ... maafkan, Ibu."

"Tante enggak papa?" Seseorang menepuk pundaknya pelan. Rizam. Lelaki itu memang sering menemani Mona setiap kali ia ingin bertemu dengan orang yang baru ia sadari begitu berharga di hidupnya.

"Tante enggak papa. Cuma Tante masih belum memaafkan diri Tante sendiri. Begitu bodohnya Tante membenci Geara yang justru tidak tahu apa-apa. Seharusnya Geara Tante perjuangkan, Tante jamin setiap kebahagiaannya, dan pastikan dia akan selalu tertawa bersama Tante. Tapi ...." Wanita itu menjeda ucapannya karena terisak dan menangis. Ia menatap sepasang boneka rajut pemberian Geara.

"Sepasang boneka rajut ini. Seharusnya kami seperti sepasang boneka rajut ini. Saling mendampingi dan menyangi. Seorang ibu seharusnya selalu berusaha untuk kebahagiaan anaknya. Bukan menjadi penyebab utama penderitaan dan banyaknya luka yang ia rasakan. Maafin Ibu, Geara." Ia meremas tanah merah yang masih sedikit terasa basah.

"Dulu Tante terlalu egois dan mementingkan perasaan Tante sendiri dan menjadikan Geara sebagai bahan pelampiasan. Tidak seharusnya Tante bersikap seperti itu. Seharusnya sebagai orangtua Tante bisa mengesampingkan itu dan membuat Geara tidak merasa kekurangan kasih sayang. Bukan malah berbuat sebaliknya, andai waktu bisa terulang. Mungkin Tante bisa memperbaiki kesalahan-kesalahan Tante dan Geara enggak akan berakhir seperti ini."

Rizam memeluk wanita itu berusaha menenangkannya. Ia mungkin tidak bisa merasakan sepenuhnya setiap penyesalan yang wanita itu rasakan, tetapi ia yakin ibu Geara benar-benar merasa kehilangan Geara.

"Tante, setiap orang pasti pernah melakukan kesalahan dan setiap orang juga berhak untuk diberi kesempatan. Kasih sayang Tuhan sama Geara lebih besar daripada kita, Tante. Mungkin Geara udah enggak ada di sisi kita, tapi dia selalu ada di sini." Rizam menunjuk ke arah dadanya sendiri. Ia akan selalu merasa bahwa Geara tidak benar-benar pergi. Ia akan selalu ada di hatinya.

"Kamu benar, Zam. Tuhan lebih sayang, Gea. Dia lebih bahagia di sana." Mona tersenyum dan mengusap nisan Geara. Geara mungkin sudah merasa bahagia di sana, Mona harap di atas sana gadis itu sudah mau memaafkan segala kesalahannya selama ini.

"Ayo kita pulang, Tante," ajak Rizam yang dibalas anggukan dan senyuman dari Mona. Wanita itu sedikit merasa lega, mungkin cara satu-satunya yang bisa ia lakukan untuk menebus semua kesalahannya adalah mendoakan Geara dan selalu datang untuk bertemu dan menyapanya di sini.

"Ibu sayang kamu, Geara."

***

Sukabumi, 15 Juni 2021

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top