1 | Aku Geara

"Jika hari ini adalah hidupmu, manfaatkan waktumu dan jangan menyerah!"

***

"Geara! Geara! Lo budek, ya!" teriak wanita itu sembari menghisap gulungan nikotin yang tidak pernah lepas dari tangannya dan selalu menjadi kebiasaannya. Bahkan, mungkin wanita itu sudah tidak peduli dengan kesehatannya yang bisa saja terancam dan membuat nyawa melayang.

Sementara itu gadis yang baru saja keluar dari kamar dan memakai seragam abu-nya segera berlari menghampiri wanita itu yang masih sesekali berteriak memanggil namanya.

"I--iya, Bu? Maaf tadi Gea lagi pake seragam," jawab gadis itu sedikit gugup. Ia menunduk dan tidak berani menatap mata wanita di depannya.

"Lelet banget lo dipanggil! Gua mau pergi! Siapin air panas sekarang!" perintahnya sembari melempar puntung rokok yang semula ia hisap ke sembarang tempat.

Tanpa berkata apa pun lagi gadis itu segera menuruti perintah ibunya. Begitulah kehidupan seorang Geara, hidup bersama ibunya yang seringkali bersikap kasar padanya. Di saat orang-orang diberikan perhatian lebih dan kasih sayang yang melimpah justru Geara mendapatkan yang sebaliknya. Sejak ia kecil, ia tidak pernah mendapatkan semua itu. Bahkan tidak ada sapaan lembut selain panggilan seperti tadi yang ia dapatkan.

Meskipun begitu entah kenapa ia tidak bisa membenci ibunya. Bagi Geara wanita itu adalah satu-satunya yang ia punya. Sejak kecil ia hanya tinggal bersama ibunya, ia tidak pernah tahu bagaimana dan seperti apa wajah ayahnya. Bagi Geara, seburuk apa pun ibunya dia akan tetap menjadi ibu dan wanita yang sudah melahirkannya. Geara tidak bisa membenci sang ibu sekalipun keadaan seringkali membuat ia tersiksa.

"Geara! Cepetan, Bego!" Geara tersentak mendengar teriakkan ibunya. Dengan cepat ia mengangkat gagang panci yang berisi air itu dan memindahkannya ke dalam ember.

Sakit rasanya mendapat kalimat-kalimat kasar seperti itu. Namun, lagi-lagi Geara memilih untuk tersenyum dan selalu berharap suatu saat ibunya akan berubah. Ia akan selalu menunggu suatu saat itu. Gadis itu menghela napas pelan dan tersenyum sembari berkata, "Iya, Bu. Ini udah siap."

***

Gadis itu sedikit berlari menuju kelasnya, mungkin pagi ini ia sedikit terlambat karena tadi ia harus menyiapkan air panas untuk ibunya. Namun, seakan tidak merasa keberatan Geara tetap bersemangat untuk memulai harinya.

"Semangat, Gea! Jika hari ini adalah hidupmu, manfaatkan waktumu dan jangan menyerah!" serunya seakan menyemangati diri sendiri. Mungkin kata-kata itu terasa mudah untuk diucapkan, tetapi nyatanya sangat sulit untuk dia lakukan. Tak jarang Geara merasa iri terhadap teman-temannya yang seringkali bercerita tentang kehangatan dan keharmonisan keluarganya. Sangat jauh berbeda dan berbanding terbalik dengan apa yang ia alami.

"Gea!" Suara itu membuat Geara menoleh dan dilihatnya lelaki jangkung berambut hitam dan sedikit ikal berjalan menghampirinya. Lelaki itu tersenyum dan membuat gigi gingsul-nya terlihat dengan jelas, ditambah lesung pipi yang membuatnya terlihat makin manis di mata Geara.

"Lo tadi udah berangkat duluan, ya? Gua ditinggalin! Jahat lo!" Lelaki itu mendengkus yang justru hanya dibalas gelengan kepala oleh Geara.

"Lagian siapa suruh kamu telat. Aku, 'kan, emang suka berangkat pagi. Eh ... tapi hari ini agak telat, sih." Geara tersenyum kikuk sembari menggaruk rambutnya tidak gatal.

"Dasar! Telat, kok, teriak telat!" Tanpa ragu Rizam malah mengacak-acak poni milik Geara---kebiasaan lelaki itu---yang tentunya membuat Geara merasa kesal.

"Kamu kebiasaan, deh, Zam! Aku enggak suka, ya!" Geara memberikan tatapan elangnya pada lelaki itu.

"Lo mah sayangnya sama poni, bukan sama gua! Eh---"

"Apa kamu bilang?!" Gadis itu membelalakkan matanya dan itu justru membuat Rizam makin gemas dan makin betah menjahili sahabatnya itu.

"Enggak ada. Ayo buruan jalan, nanti kita telat masuk. Gua juga belum nyontek tugas lo!" Setelah mengatakan itu Rizam berlari sembari tertawa karena melihat ekspresi Geara yang jelas-jelas tidak terima. Seenaknya saja lelaki itu meminta contekan padanya, setelah apa yang dia lakukan.

"Rizam Arpiar!" teriak Geara kesal.

Rizam Arpiar mungkin lelaki paling menyebalkan yang Geara kenal, tetapi gadis itu tidak bisa berbohong tentang Rizam yang selalu berusaha membuatnya tertawa dengan tingkah menyebalkannya itu. Mereka sudah bersahabat sejak duduk di bangku kelas tiga SMP hingga sekarang mereka sudah berada di kelas dua belas. Ia masih ingat saat pertama kali ia bertemu dengan Rizam. Jujur itu adalah pertemuan yang paling menyebalkan sekaligus berkesan baginya.

Gadis itu menangis tersedu-sedu di bangku taman yang berada tepat di bagian belakang sekolah. Ia tidak berhenti menangis dan terus terisak. Baginya dikeluarkan dari kelas dan tidak diizinkan belajar adalah hal terburuk yang pernah terjadi dalam hidupnya. Ia tidak pernah mengalami hal seperti ini. Ia selalu mengerjakan tugas dengan baik. Namun, karena kecerobohan yang tidak disengaja gadis mungil dengan rambut hitam berponi itu harus menerima hukuman karena lupa membawa buku tugas. Ia dikeluarkan dari kelas dan sekarang memilih untuk duduk sendirian sembari terus menangis.

"Lo ngapain di sini?" Tiba-tiba seseorang datang dan berdiri di hadapannya. Dengan cepat gadis itu menghapus air matanya.

"Lo nangis?" tanya anak laki-laki itu lagi.

Gadis itu masih tidak mau menjawab dan memilih untuk diam. Hal itu tentu terasa menyebalkan bagi anak laki-laki itu. Ia menghela napas dengan kasar lalu duduk di samping gadis itu.

"Lo punya mulut, 'kan? Atau lo lagi sariawan? Bisa ngomong dikit enggak? Gua nanya, lho, ini!" cibir anak laki-laki itu.

"Aku dihukum dan dikeluarin dari kelas. Kamu sendiri ngapain di sini?"

"Gua mau patroli."

"Patroli apaan?"

Kini ia memasang wajah kesalnya. Berulang kali ia menarik napas karena tingkah gadis berponi dan berambut hitam itu. Apakah gadis itu benar-benar tidak mengerti? Istilah patroli di sekolah ini?

"Maksud patroli itu, gua mau bolos. Terus keliling sekolah doang, ke kantin misalnya atau tidur di UKS. Belajar mulu suntuk gua. Lo ngerti bolos, 'kan?" Ia bertanya pada Geara, sementara yang ditanya hanya menaikkan sebelah alisnya. "Lo mau ikut juga? Tadi lo bilang dikeluarin dari kelas, 'kan? Seru tahu bolos---"

"Enggak! Kamu aja sana!"

"Ya udah. Btw gua Rizam Arpiar salam kenal!" Lelaki itu tersenyum dan mengambil tangan Geara begitu saja lalu menyalaminya.

"Aku Geara Lapinka."

"Oke, gua cabut, Gea. Hapus air matanya, lo jelek kalau nangis!" Setelah itu dia pergi meninggalkan Geara.

***

Sukabumi, 15 Mei 2021

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top