4. Mabuk
Cold Heart
Story © zhaErza
Naruto © Masashi Kishimoto
.
.
.
Chapter 4
Mabuk
.
.
.
Malam mulai melarut, perkumpulan ini masih juga belum bubar, terlihat masing-masing dari mereka masih berusaha untuk menenangkan diri karena dilanda pusing yang disebabkan oleh alkohol. Tenten bersandar di atas meja, ia tidak terlalu mabuk dan masih bisa berjalan dengan baik, Ino sudah dipindahkan Sai dan tertidur di paha lelaki itu, Temari menyandar di punggung Shikamaru, Lee masih terkapar di atas lantai dan tertidur, sedangkan Kiba memeluk anjingnya yang juga tengah memejamkan mata.
Di hadapannya, Sakura masih menyandarkan kepala di dada Neji, seguk sesekali masih terdengar dan kali ini Hinata menyarankan agar Sakura dipindahkan ke atas sofa. Menganggukkan kepala, Neji pun mulai mengangkat Sakura, menyelipkan tangannya di belakang punggung dan bawah lutut si gadis, kemudian membawa ke tempat yang tadi disarankan oleh sepupu perempuannya.
Menempatkan Sakura ke atas sofa, Neji pun membungkukkan tubuhnya, membuat Sakura tertidur dalam keadaan miring dan agak meringkuk, lelaki itu kemudian mengambil jaket merah Sakura dan menyelimutinya.
Hinata yang mendekat kemudian berjongkok, mengusap dahi Sakura dan menghalau agar rabut gadis itu tidak mengenai mata, kemudian pupil amnesty sang Uzumaki menatap kakaknya dan ia pun tersenyum. Kembali ke tempatnya duduk di sebelah Naruto, ia mendengarkan para pria berbicara setelah para gadis telah tak sadarkan diri. Sepertinya mereka masih belum mau memubarkan diri ke rumah masing-masing.
Untuk saat ini, yang benar-benar masih sadar adalah Sai, Shikamaru, Shino, Chouji, Neji, Hinata dan Tenten. Naruto sesekali mengusap pelipis karena kepalanya yang pusing, walau lelaki itu tidak mabuk separah Sakura, Ino, Lee, Temari dan Kiba.
Mereka pun sesekali bercanda, Sai yang melihat Ino mengeluh dan menyebut nama Sakura, berinisiatif untuk menenangkan istrinya dengan cara mengelus kepala berambut pirang itu.
"Sekarang situasi menjadi lebih tenang karena mereka semua tak sadarkan diri." Hinata tersenyum karena mendengar omongan Sai. Wanita Uzumaki itu menyetujui karena sekarang mendadak sepi dan sesekali hanya ditemani obrolan para pria.
"Sebaiknya kita bereskan rumah Lee-kun, setelah itu pulang." Hinata mengatakan, mulai bangkit begitu juga dengan beberapa pria yang tidak sedang dijadikan sandaran oleh para istri. Mereka memasukkan sampah, mencuci piring dan menyimpan makanan yang masih tersisa.
"Beres." Chouji berucap, kemudian membangunkan Lee yang masih tertidur di lantai, menggoyang-goyangkan tubuh lelaki itu hingga akhirnya tersentak. Sepertinya Lee sudah tidak mabuk lagi karena hanya meminum secawan sake, tetapi lelaki itu ternyata memang tidah tahan menegak minuman beralkohol. Untung Lee bukanlah seorang bocah seperti dahulu, yang ketika mabuk akan menghancurkan apa pun.
Mereka kemudian berpamit diri, yang tidak bisa dibagunkan pun ditinggal, seperti Kiba dan Akamaru. Tenten pulang dengan Temari, Shikamaru dan Chouji, sedangkan Shino bersama Sai dan Ino. Dan Sakura akan pergi bersama Naruto, Hinata dan Neji.
"Biarkan aku yang mengangkat Sakura-chan," ucap Naruto, lelaki itu bahkan masih mengucek-ngucek mata karena pandangannya berputar.
"Naruto-kun tidak akan bisa, biar Neji-niisan saja." Hinata menyarankan, padahal tadi Tenten pun mau membantu, tetapi mengingat gadis bercepol itu juga agak mabuk, maka tidak diizinkan oleh Naruto. Dan sejak tadi Naruto terus mengatakan akan mengantar Sakura pulang, maka jadilah rekan-rekan menyerahkan hal ini kepada Naruto sepenuhnya. Namun, lihatlah sekarang, berjalan pun Naruto masih sempoyongan.
Mengehela napas, Neji mengambil langkah dan memindahkan jaket Sakura ke tangan Hinata, sedangkan sekarang ia mengangkat Sakura dengan meletakkan tangan di belakang bahu dan lipatan lutut.
"Neji-niisan, sebaiknya dibawa seperti sedang menggendong seorang anak, agar lebih mudah, aku khawatir Sakura-chan limbung. Dan Jika digendong di belakang punggung, agak kurang sopan rasanya." Menganggukkan kepala, Neji pun melakukannya. Mengangkat Sakura dan meletakkan tangannya di paha bawah dan sebelah lagi digunakan untuk menjaga agar Sakura tidak limbung ke belakang dengan memegangi punggung, sontak kedua tangan gadis berambut merah muda itu berada di pundak dan leher Neji, kemudian memeluknya.
Mereka berpamit kepada Lee dan menuju rumah Sakura. Sesampainya di sana, Mebuki membukakan pintu dan agak terkejut melihat Hinata dan Naruto yang mampir, matanya menatap ke belekang dan menyaksikan lelaki Hyuuga yang sedang menggendong putrinya. Wanita setengah baya itu menyuruh teman-teman Sakura untuk masuk, melihat anaknya merepotkan sang Pria, ia pun tersenyum canggung sambil mengatakan maaf karena keteledoran putrinya.
"Ah, Hyuuga-kun, Bibi bisa minta tolong?"
Kepala lelaki itu mengangguk, sementara Naruto dan Hinata telah dipersilakan untuk duduk di sofa, apalagi sekarang kepala Naruto masih terasa pusing.
"Tolong bawakan Sakura ke kamar, ah, Naruto, apa kau baik-baik saja? Bibi buatkan pereda mabuk, ya? Hyuuga-kun, kamar Sakura ada di lantai dua."
Kelopak mata Neji berkedip, memperhatikan ibu Sakura pergi ke arah dapur dan membuat pereda mabuk, dan ia mengalihkan atensi kepada Hinata. Wanita Uzumaki itu berdiri dan membimbing kakak sepupunya, ia tahu Neji sekarang canggung karena harus masuk ke kamar seorang gadis.
Mereka menuju kamar Sakura, tidak terlalu besar, tetapi begitu rapi. Ada sebuah ranjang single, cermin besar seukuran tubuh, dan juga lemari. Pintu sengaja dibuka lebar, tidak ingin orang-orang di luar salah mengira-ngira nantinya. Namun, tiba-tiba ketika Neji melangkah masuk dan telah nyaris meletakkan tubuh Sakura di ranjang, Hinata malah berlari ke luar kamar karena mendengar Mebuki menyerukan nama Naruto. Sepertinya lelaki maniak ramen itu dalam keadaan cukup tak baik.
Terdiam sejenak karena ditinggal hanya berdua dengan Sakura, Neji pun akhirnya mengehela napas dan memejamkan mata peraknya. Ia lalu melakukan tugasnya untuk meletakkan Sakura ke ranjang. Namun, gadis itu tiba-tiba mengeluh pelan, mengangkat wajah dan menatap dirinya. Mereka saling berpandangan, pupil hijau Sakura telihat sayu, tetapi bibir gadis itu mengguman sesuatu.
Tangan Sakura bergerak, menyentuh rambut Hyuuga Neji yang panjang dan indah.
"Sasuke-kun?" Sakura menggumam.
Gadis itu mengerjab, dan menarik kepala Neji dengan cengkeraman kedua tangannya, hingga lelaki itu terikut menunduk. Rambut panjang Neji ditarik, sang Lelaki pun kesulitan untuk melepaskan diri, bagaimanapun tenaga Sakura teramat kuat. Ini sangat-sangat tidak sopan dan berbahaya, posisi mereka akan membuat siapa saja salah paham ketika melihatnya.
Sakura masih mabuk dan terus menggumamkan nama sang Lelaki yang telah tiada, sementara helai rambut Neji masih juga tak lepas dari genggaman tangan Sakura.
"Sa-kura," gumamnya, alisnya mengernyit karena menahan diri agar tidak menimpah tubuh gadis berambut merah muda itu, tangannya dengan perlahan mencoba melepaskan cengkeraman Sakura di rambutnya.
Tapak kaki terdengar, dan datanglah Mebuki yang langsung terpaku ketika berada di depan pintu kamar Sakura, begitu pula dengan Hinata—wanita Uzumaki itu baru saja tiba.
"A-apa ... yang?
Semuanya terdiam, mulut mereka terbuka dengan bola mata yang terbelalak. Menyaksikan Hyuuga Neji nyaris menimpa tubuh putri Haruno. Namun, Hinata tahu ada yang tidak beres, kakaknya itu sedari tadi mencoba mengatakan sesuatu, walau terus tidak kesampaian karena mendesis.
"Sakura ... menjambakku, akh." Alis mata Neji mengerut, sebelah tangan menahan diri dengan siku, sementara yang satu lagi masih mencoba melepaskan jari-jari Sakura.
Mebuki langsung melangkah, menyaksikan kejadian unik di depan matanya. Ternyata anak gadisnya yang mabuk ini benar-benar merepotkan. Apalagi sekarang sang Pemuda Hyuuga masih belum bisa melepaskan rambut indah lelaki itu walau Hinata telah membantu.
"Tenaga Sakura-chan sangat kuat," komentar Hinata, wanita itu mengerutkan alis, jari-jari Sakura masih berusaha dilepaskan.
Setelah beberapa saat, barulah Sakura bisa tenang, gadis itu terlihat sudah memejamkan mata, dan sang Ibu pun menyelimuti anak gadisnya setelah posisi tidur Sakura dibenarkan. Terlihat di samping ranjang, Hyuuga Neji sedang berdiri sambil mengambil napas. Menggunakan kelima jarinya untuk merapikan rambut yang kusut, tidak dapat ia ketahui bagaimana jika tidak ada bantuan dari Hinata dan Mebuki, bisa-bisa rambutnya harus dipotong untuk melepaskan diri dari Sakura atau ia akan membuatnya pingsan.
Meninggalkan gadis itu di kamarnya, mereka pun turun ke tempat Naruto berada, lelaki berambut kuning tersebut tengah menyandarkan punggung ke sofa, membuka mata dan menegakkan diri ketika melihat keluarganya tiba.
"Naruto, bagaimana keadaanmu?"
"Sudah lebih baik, Bi. Terimakasih atas bantuannya." Cengiran lelaki yang merupakan Jinchuriki itu terlihat.
"Tidak ada apa-apanya, dibandingkan bantuan kalian membawa Sakura pulang."
"Kalau begitu kami permisi, Bibi Mebuki. Sudah larut." Naruto pun berdiri, dan menganggukkan kepala kepada wanita paruh baya itu.
Mengantar teman-teman anaknya, Mebuki pun berdiri cukup lama di luar pintu, hingga ketiga orang yang adalah keluarga dari Hiashi Hyuuga menghilang dari pandangannya.
"Naruto dan Hinata terlihat sangat bahagia," ucapnya tulus, bibirnya tersenyum, kemudian digantikan dengan raut sedih karena memikirkan anak gadisnya yang belum juga bisa lepas dari cinta masa lalu.
.
.
.
Keesokan harinya, Sakura jelas bangun terlambat dan sialnya lagi ketika turun ke ruang keluarga ia dihadiahi ceramah oleh ibunya, yang mengatakan bahwa si gadis musim semi telah mabuk dan membuat teman-temannya repot karena harus mengantarkannya. Pupil mata kehijauan Sakura melebar, mendengar ibunya mengadu bahwa Sakura harus digendong sampai ke kamarnya.
"Naruto menggendongku? Kalau begitu aku akan meneraktir—"
"Bukan Naruto." Ibunya memotong.
Kedua alis Sakura berkerut, sementara ia menatap ayahnya yang sedang membaca koran.
"Oh, jadi Hinata."
"Bukan, tapi si Hyuuga. Ibu tidak ingat namanya, siapa, ya? Hyuuga ... ah, pokoknya lelaki Hyuuga yang sangat tampan dan terkenal jenius itu."
Mulut Sakura terperangah, ia yang baru saja mengambil sumpit pun terdiam. Tidak mungkin, tidak mungkin Neji, tetapi siapa lagi pria Hyuuga yang ia kenal selain lelaki itu?
"Neji-san?"
"Ah, benar, Naruto memanggilnya Neji. Dia yang menggendongmu seperti kekasihnya hahahah."
Mendengar hal itu, Ayah Sakura langsung ikut bertanya. Mereka teramat antusias membahas si lelaki Hyuuga yang menggendongnya hingga sampai ke kamar.
"Kekasih, jadi Sakura telah punya kekasih? Ibu, kenapa kau tidak membangunkanku kemarin malam? Aku ingin tahu pria Hyuuga yang menjadi kekasih putri kecilku ini."
Telinga Sakura panas, ia menggelengkan kepala.
"Tidak benar, Ayah. Neji-san bukan kekasihku, kami hanya rekan saja. Ibu juga jangan mengatakan hal yang aneh-aneh."
Terkikik, Mebuki pun mengambil lauknya.
"Aku tidak bohong, kau terus menyandar di leher dan dadanya, seperti ini." Mebuki mencontohkan, dengan menjadikan suaminya sebagai tumpuan. Dan sekerang kedua pasangan suami-istri itu berseru heboh, sangat berbanding dengan ekspresi Sakura yang benar-benar terlihat panik, wajahnya memerah bak tomat siap panen.
Tidak menyangka bahwa dirinya menyandari tubuh Neji ketika digendong, benar-benar memalukan, bagaimana nantinya, tidak mungkin ia tidak mengucapkan terimakasih kepada lelaki itu. Namun, ia sendiri menjadi canggung karena membayangkan seperti apa dirinya dalam keadaan mabuk. Menghela napas, dahi Sakura berkerut, bagaimanapun ia harus tetap berterimakasih kepada pemuda Hyuuga itu.
.
.
.
Tidak sempat mengucapkan terima kasih, Sakura baru mengetahui bahwa Neji sore hari telah menerima misi, maka dari itu ia pun hanya memberikan kue buatannya kepada Hinata dan Naruto.
Laki-laki Hyuuga itu begitu bersemangat dalam melaksanakan misi, mungkin sedikit mirip dengan dirinya yang gila kerja. Yang membedakan mereka berdua hanyalah perangai Neji agak jarang berbicara, dan dirinya adalah gadis yang bisa menjadi sangat cerwet.
Kalau dipikir-pikir, semenjak Naruto menikah dengan Hinata, membuat dirinya menjadi lebih sering pergi ke kediaman Hyuuga. Entah itu menghadiri undangan makan Hinata atau karena beberapa anggota keluarga wanita Uzumaki itu yang tengah sakit, termasuk kakeknya Hinata.
Laki-laki yang adalah seorang tetua di Hyuuga maupun Bunke itu terserang penyakit darah tinggi, hingga pingsan ketika tengah rapat keanggotaan klan yang sebulan digelar beberapa kali. Tentu saja saat itu para anggota keluarga langsung panik, hingga tiba-tiba Naruto kembali menemuinya yang sedang berada di ruangan kerjanya untuk memeriksa laporan medis.
Gadis merah muda itu memeriksa tekanan darah kakeknya Hinata, dan ia menjelaskan kalau pria tua itu tidak boleh terlalu banyak pikiran, dan agak kelelahan, mungkin semua itu terjadi karena sang Tetua tetap mengikuti kegiatan klan Hyuuga dan mengawasi calon kepala klan baru yang adalah adik dari Hinata.
"Syukurlah, Hyuuga-san sudah tidak apa-apa, Hiashi-san, Hinata dan Naruto. Beliau sepertinya cukup kelelahan dan juga pola makannya tidak terlalu dijaga. Jangan biarkan dirinnya memakan hidangan yang tidak dianjurkan kepada penderita darah tinggi, saya akan mencatat apa saja yang tidak dianjurkan. Boleh memakannya ketika telah sehat nanti, tetapi hanya sekadarnya saja." Sakura menjelaskan, menggerakkan tangannya dan menulis resep obat dan juga larangan makanan untuk pernderita darah tinggi.
Belakangan ini memang kakek dari Hinata cukup sering sakit-sakitan, untunglah ada Sakura yang bisa dimintai tolong karena Tetua Hyuuga itu tidak mau dibawa ke rumah sakit.
Akhir pekan di bulan maret tanggal delapan, gadis Haruno berniat keluar rumah untuk minum teh bersama seorang lelaki, kali ini Hyuuga Neji atas perintah kakeknya diminta untuk memberikan Sakura sesuatu, dan akhirnya laki-laki itu mengajak Sakura ke sebuah rumah teh.
"Sebenarnya ini tidak diperlukan, Neji-san, tetapi karena aku juga ingin membeli sesuatu nanti, jadi aku menerimanya. Kalian malah membuatku sungkan, tahu tidak." Gadis itu tertawa canggung, kali ini dia berada di kedai teh dengan sang Hyuuga jenius yang terkenal tidak banyak bicara, dan lelaki itu tengah menuangkan cairan hangat ke atas gelas tembikarnya. Mochi rasa buah dipilih Sakura, sedangkan lelaki itu menikmati yang rasa selai kacang.
"Ini adalah permintaan Tetua, Sakura. Maaf sepertinya aku jadi merepotkanmu."
Sakura kelabakan dan ia mengibaskan kedua tangan karena melihat respons Neji yang seperti tengah merasa bersalah.
"Ah, jangan beranggapan seperti itu, kalau dipikir-pikir lagi, kali ini kita baru bisa bertemu selepas dari perkumpulan Rookie sembilan tempo lalu. Aku yang seharusnya minta maaf karena waktu itu merepotkanmu, Neji-san. Ibu bilang kau yang menggendongku sampai ke rumah." Gadis itu menyatukan kedua tangan, sambil mengucapkan maaf dengan cengiran di wajahnya. Kemudian dua manik emerald itu melebar karena menemukan sesuatu yang cemerlang. "Ah, bagaimana kalau aku saja yang bayar? Benar, kan?"
Sang Pria menghela napas dan menggelengkan kepala.
"Tidak, Sakura. Akulah yang mengundangmu, jadi tidak sedemikian."
Setelahnya, Sakura berpamit diri karena harus menuju toko serba ada untuk membeli beberapa keperluan seperti sisir, ikat rambut, dan lainnya. Namun, alisnya mengerut karena ia melihat Neji masih berjalan di sampingnya. Ada apa lagi, ini seperti déjà vu?
"Ada apa lagi, Neji-san? Jangan bilang kau ingin mengantarku?" alis mata Sakura naik sebelah, dan ia pun menunggu jawaban Neji yang berajalan masih di sebelahnya.
"Aku hanya ingin membeli sesuatu untuk hadiah ulang tahun, itu saja."
Memutar bola matanya, Sakura pun mendesah. "Oh, terserah saja." Gadis itu memberengutkan bibirnya, ketika mendengar Hyuuga Neji mendengus lucu karena melihat sikap Sakura.
Toko itu tidak terlalu besar dan Sakura bersama Neji langsung menuju rak-rak pernak-pernik. Di sana banyak kebutuhan para gadis, hadiah dan lainnya. Sakura sedang memilah sisir dan ikat rambut yang ingin dibelinya, juga ada beberapa bingkai foto yang terlihat cantik. Sudah cukup lama dirinya tidak memanjakan mata seperti sekarang karena pekerjaannya di rumah sakit ataupun misi yang tiba-tiba datang.
Melihat Neji yang masih belum mendapatkan apa yang dicari, dan terlihat kebingungan, Sakura pun mendatangi lelaki itu.
"Belum menemukan yang cocok?"
Sebelah tangan yang berada di dagu membuat Sakura paham bahwa Neji sedang berpikir.
"Aku hanya bingung."
"Hadiah untuk laki-laki atau perempuan?"
"Perempuan."
Gadis itu mengangguk-angguk, kemudian menyarankan Neji untuk memberikan bingkai foto yang tadi cukup ditaksirnya, hanya saja jika ia beli tidak akan ia gunakan nanti, maka akan percuma. Gadis itu menyodorkan kepada Neji, membuat sang Pria menatapnya.
"Bagaimana, perempuan suka benda seperti ini untuk dijadikan hadiah."
"Apa itu cocok?"
Sakura mengangkat alis, tidak terlalu paham dengan maksud lelaki itu, menurutnya wanita pasti akan menyukai sesuatu yang indah. Dan Neji mengatakan jika hadiah itu untuk Tenten yang akan berulang tahun esok, mendengar hal itu membuat Sakura paham. Jika untuk gadis di rekan tim Guru Gay, maka jelas hadiah seperti ini tidaklah cocok.
Menyarankan, Sakura mengatakan bahwa lebih baik memberikan Tenten hadiah beruba senjata yang unik, pasti gadis itu akan menyukainya. Mungkin Neji bisa memesan senjata khusus untuk diberikan, tetapi pastinya hal itu tidak akan bisa dibuat secepat mungkin.
"Bagaimana kalau memberikan kunai yang diukir nama Tenten-san di sana, pasti dia senang? Hal itu juga tidak membutuhkan waktu yang lama. Kemudian, di ukirannya bisa dihias memakai kristal, jadi terlihat indah dan gampang dibaca."
Sepertinya itu adalah ide yang brilliant, dan Neji menyetujuinya. Mereka pun berpamit diri, kali ini Sakura tidak ingin diantar Neji sampai ke rumah, tetapi memang dasarnya Neji keras kepala, ia pun sampai di kediamannya bersama sang lelaki Hyuuga.
Di depan pintu, Mebuki yang mendengar ribut-ribut pun membukanya dan menemukan anak gadisnya sedang mengomeli seseorang yang baru disadari adalah Hyuuga Neji.
"Ah, Sakura. Kenapa hanya di luar bersama Nak Neji? Ayo masuk." Sejak kapan ibunya memanggil Neji dengan nama kecilnya?
"Ibu, ah, tidak. Neji-san memaksa mengantar saja." Mendengar hal itu, tentu Mebuki langsung tertawa kecil apalagi karena melihat ekspresi anak gadisnya yang terlihat masih kesal.
"Saya memang hanya mengantar Sakura saja, Bibi." Neji juga menampilkan senyum tipis di bibirnya.
"Begitu, sayang sekali. Padahal Bibi sudah senang karena Sakura mulai berkencan, apalagi—"
"Ibu salah sangka! Kami hanya minum teh saja, bukan kencan, Ibu."
Kembali Mebuki tertawa kecil, mengibas-ngibaskan tangannya dan mengatakan agar Sakura tidak perlu malu, sebab dia benar-benar merasa bersyukur anak gadisnya telah membuka hati untuk menjalin kasih dengan seorang pria, apalagi yang terkenal hebat dan jenius seperti Hyuuga Neji.
"Sudahlah, Ibu masuk dulu. Nak Neji, terimakasih telah mengantar Sakura." Pintu tetap dibuka, sayup-sayup Neji dan Sakura mendengar Mebuki telah mengatakan kepada Kizashi bahwa pacar Sakura datang, kontan saja mereka merdengar kehebohan di dalam ruangan karena ayah Sakura ingin melihat pacar anak gadisnya, tetapi sayangnya tidak diizinkan Mebuki karena wanita paruh baya itu tidak ingin mengganggu kebersamaan pasangan kekasih itu. Mendengarnya, membuat telinga Sakura teramat panas. Ia menatap pasrah Neji yang masih di hadapannya.
"Itulah sebabnya aku tak mengizinkamu mengantarku, Neji-san."
Mengembuskan napas, Sakura memijat batang hidungnya.
Neji bersidekap, ia tersenyum untuk menghibur Sakura, ia tahu bagaimana perasaan gadis itu, tentu saja karena perkumpulan rookie sembilan membuat Sakura mabuk dan mengatakan isi hatinya. Semua rekannya pun tahu, dan sepertinya begitu juga dengan kedua orang tua Sakura.
"Aku akan menjelaskan jika kau berkenan, Sakura." gadis itu menggeleng, dan tertawa kecil.
"Sudahlah, ini bukan salahmu, tahu. Biar aku saja, sebaiknya kau segera mengurus hadiah untuk Tenten-san. Jika kau masuk, ayahku tidak akan membiarkanmu cepat pulang." Ia meringis, tetawa ketika memikirkan bagaimana ayahnya yang selalu senang dengan kedatangan tamu, dan tidak akan mudah membiarkan mereka pulang dengan cepat.
"Baiklah, kalau begitu. Terimakasih atas kesediaanmu, Sakura. Dan tentu saja bantuanmu ini."
Menganggukkan kepala, Sakura melambaikan tangan, kemudian masuk ke rumahnya.
.
.
.
Senin pagi, Sakura mendapatkan pangilan dari mantan guru di tim tujuh, Hatake Kakashi yang adalah Hokage ke enam kini berada di depannya, ia sedang menghadap lelaki itu. Mendapatkan misi tunggal untuk mengobati satu keluarga Daimyo di Desa Rumput. Entah bagaimana, ketenaran Sakura di perang ninja keempat lalu membuat banyak permintaan agar gadis itu turun tangan langsung untuk mengobati para bangsawan yang sakit, bahkan kepala negara sekalipun.
Menerima misinya, Sakura pun bersiap-siap, beberapa jam lagi ia akan menjalankan tugas ini yang sebenarnya adalah misi tunggal, tetapi Kakashi ngotot ingin mengirim seorang Anbu untuk ikut bersamanya.
Anbu itu tidak memakai topengnya dan diberikan kode nama Hoshi, laki-laki berusia dua puluh lima, berambut hitam ikal dan bermata hitam tajam, tingginya satu kepala dari Sakura.
.
.
.
Di kediaman Hyuuga, pukul sepuluh pagi Neji sudah bergegas untuk mendatangi kediaman Souke, Tetua memanggilnya secara pribadi, itulah informasi yang telah disampaikan untuknya, maka dari itu ia pun melangkahkan kakinya setelah mendengar himbawan itu.
Dipersilakan masuk, ia berkedip karena melihat dua orang paling berpengaruh telah duduk menunggunya, kakek dan juga ayah dari Hinata. Menunduk hormat, Neji melangkah ketika telah dipersilakan masuk. Ia duduk di depan Tetua dan Hiashi, mereka bertiga sepertinya akan membicarakan sesuatu yang serius.
"Hyuuga Neji, kau tahu aku tidak suka berbasa-basi. Jadi, aku ingin bertanya berapa tepatnya usiamu sekarang?" Tetua Hyuuga itu menatap mata Neji, sang Pria awalnya tidak terlalu mengerti ke arah mana pembicaraan ini akan berlangsung, tetapi dengan patuh dia menjawabnya.
"Dua puluh tiga, Tetua."
Laki-laki berambut putih panjang itu mengangguk-angguk, kerutan di wajahnya tak mengubah wibawa dalam ekspresi wajahnya yang kaku, kedua tangan bersidekap da menyoroti Neji yang duduk berhadapan dengannya.
"Begitu, kau sudah dewasa, Neji. Setahun lalu, adik sepupumu—Hinata, telah menikah dengan seorang pemuda Uzumaki." Ah, Neji mulai memahami arah pembicaraan ini. "Jadi, aku ingin kau menyusul Hinata, Neji. Apakah kau memiliki seorang calon yang tepat?"
Lelaki itu menggelengkan kepala, ia mengatakan bahwa dirinya tidak memiliki seseorang yang sedang berhubungan dengannya. Sekarang, Hiashi mengatakan bahwa Neji akan dinikahkan dengan seseorang yang telah mereka pilih.
"Haruno Sakura adalah gadis yang kami pilih, Neji. Dan kita akan melamar kepada keluarganya malam ini."
.
.
.
.
.
Bersambung
Erza Note:
Mulmed gambar Nejisaku yang erza gambar setelah satu tahun gak gambar orang. :") kaku banget ih.
Yeeeee, Chapter depan lamaran hyuuga dan penggalan yang ada di prolog huahahah. Bakal masuk konflik pertama nih, dan juga kisah Neji Saku setelah pernikahan. Seperti yang Erza bilang, nanti NejiSaku, NaruHina dan SaiIno bakal ada misi bareng cukup lama untuk meneliti jenis racun dan penawarnya, juga membantu mengurus para pemberontak di Suna.
Ok, silakan beri vote dan komentar huahahah buatlah Erza senang dengan kesan dan pesan kalian.
Oh, juga yang mau ditag, si Istri kesepian dari Gaara yang selalu ngaku-ngakuin suami Erza Itachi. KireiApple19
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top