23. Keputusan

Cold Heart

Story © zhaErza

Naruto © Masashi Kishimoto

.

.

.

Chapter 23

Keputusan

.

.

.

Permasalahan kelompok Arashi sudah bukan lagi tanggung jawab bagi tim Neji, mereka telah menyelesaikan misi dengan membereskan kelompok pemberontakan dengan bantuan sang Kazekage dan juga tim Shikamaru. Maka dari itu, seharusnya mereka sudah bisa kembali ke Konoha, tetapi dengan keadaan salah satu rekan yang masih harus dirawat intensif kerana terkena racun dan masih belum sadarkan diri, jadilah beberapa dari mereka memutuskan untuk tinggal di Sunagakure sementara waktu.

Wanita berambut merah muda berada di ranjang rumah sakit dan tengah dalam keadaan yang memprihatinkan, pasalnya Hyuuga Sakura mengalami gangguan pada kehamilannya. Kalau seperti ini terus, bisa-bisa terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.

Beruntung, beberapa hari setelahnya akhirnya keadaan Sakura membaik, wanita itu sadarkan diri, meski Ino tidak mengizinkan Sakura untuk bergerak dari tempat tidur dahulu ataupun melakukan aktivitas lain.

Neji merasa sangat khawatir, istrinya masih terlihat begitu lemas dan tak berdaya. Padahal, Neji telah melepas gelang cakra Sakura, sehingga seharusnya dengan menggunakan byakugou Sakura bisa menyembuhkan diri atau memperbaiki dirinya yang terluka. Namun, tidak terjadi apa-apa. Kenapa demikian?

Merasa ada yang salah, Neji menggunakan byakugan. Ia terhenyak ketika melihat aliran cakra Sakura yang lemah, kebingungan jelas menghiasi parasnya. Orang-orang yang berada di sana pun bermimik sama, mempertanyakan apa yang tengah terjadi sebenarnya kepada salah satu dari rekan mereka. Namun, Neji tidak menjelaskan apa pun, ia hanya mengehela napas dan menatap mata sayu Sakura.

"Neji," bisik wanita itu. Mendengarnya, Neji lantas berjalan mendekat dan duduk di samping ranjang, mengelus pelan kepala Sakura. "Ada apa?"

Menggelengkan kepala, Neji tersenyum.

"Hm, beristirahatlah. Kau membutuhkan itu untuk memulihkan tenagamu."

Menganggukkan kepala, Sakura lantas memejamkan mata.

Setelah melihat Sakura yang tertidur kembali, Neji menatap Ino yang berdiri tidak jauh di belakangnya dan ia mengajak wanita Yamanaka itu untuk mendiskusikan sesuatu tentang keadaan Sakura.

Sang Hyuuga menjelaskan bahwa cakra Sakura melemah, seharusnya setelah antidot bekerja, Sakura akan pulih ketika cakranya telah kembali seperti semula, tetapi Sakura tidak mendapatkan hal ini. Apa karena pengaruh racun yang belum hilang, seharunya antidot itu bekerja dengan cepat, bukan?

Kalau seperti ini, Sakura tidak akan bisa menggunakan byakugou untuk menyembuhkan dirinya dan bisa saja terjadi sesuatu yang tidak diinginkan kepada janin mereka.

"Seharunya, Sakura sudah pulih mengingat nyaris dari sepekan sejak dirinya diracun? Namun, ada yang tidak beres. Apalagi kerusakan pada tubuh Sakura seperti yang sebelumnya terjadi, seperti antidot tidak bekerja seutuhnya. Apa jangan-jangan dosisnya tidak seimbang?" Ino mengira-ngira, tidak mengerti dengan keadaan tubuh Sakura, apalagi sebelum ini bahkan kondisi wanita itu lebih memprihatinkan.

Diamnya Neji, membuat Ino hanya bisa memejamkan mata karena bingung. Ia pun mengatakan kepada lelaki itu untuk membiarkan masalah ini diurus seutuhnya oleh tim medis, Ino akan berusaha semaksimal mungkin, bahkan lebih dari itu untuk menyembuhkan Sakura dan janinnya.

*

Tidak ia perkirakan, ternyata pernikahan mereka telah memasuki usia lima bulan, musim gugur di Konoha pasti sangatlah indah. Di gurun, hal itu tidahlah tampak berbeda karena di wilayah tandus ini hanya ada musim panas sepanjang tahun, napas Neji menghela, menatap jendela yang tertutupi embun karena suhu malam hari yang dingin.

Menjalani bahtera rumah tangga tidaklah mudah, lika-liku yang mereka hadapi silih berganti, hingga Tuhan memberikan mereka berkah terindah untuk mempersatukan dua hati dalam gemelut cinta, kehadiran sosok yang berharga, buah dari pernikahan mereka. Namun, di balik rasa bahagia yang baru saja mereka dapatkan, ketakutan itu kembali datang.

Alis matanya berkerut, menyalahkan diri, tetapi tahu itu semua percuma. Sekarang, yang bisa dilakukan hanyaah berdoa, berharap istri dan calon buah hatinya agar baik-baik saja.

Esoknya, Sakura kembali terbangun di pagi hari. Ino mengatan bahwa wanita itu harus mengisi perutnya dengan nutrisi, walau Sakura sekarang harus istirahat dengan intensif, mengingat keadaan kandungan yang tidak terlalu baik.

Neji merasa lega, melihat bibir Sakura yang kembali menorehkan senyuman, Hinata yang setia bersama wanita itu dan juga Ino yang akan selalu melihat kondisi istrinya. Sebenarnya, ingin sekali Neji merengkuh tubuh itu untuk menguatkannya, tetapi ia tidak berani melakukan, tahu istrinya pasti akan meneteskan air mata dan malah akan membuat mood Sakura berubah sedih dan khawatir. Maka dari itu, Neji menyerahkan hal ini kepada teman-teman wanita istrinya.

"Neji, aku ingin ke toilet." Infus Sakura memang telah dilepas, jadi wanita itu lebih gampang untuk melakukan aktivitas pribadi meski tetap harus kembali ke ranjang setelahnya.

Tubuh itu dengan hati-hati diangkat, Neji menggendong istrinya dan membawa wanta itu ke kamar kecil yang berada beberapa meter dari ranjang. Sesampainya di sana, Sakura mengatakan bahwa ia bisa melakukannya sendiri, apalagi dia telah duduk di toilet. Menyakinkan Neji, Sakura mengembangkan senyuman.

Awalnya semua lancar, ia hanya ingin buang air kecil, kemudian matanya yang hijau membesar ketika menatap noda di celana dalamnya. Flek memang biasa terjadi bagi wanita yang tengah hamil muda, tetapi darah yang dikeluarkannya cukup banyak.

"Tidak, ini hanya flek biasa 'kan?" Sakura menggumam, ia mendengar ketukan dan menyerukan kepada Neji untuk masuk.

Menatap wajah istrinya yang pucat dan berkeringat, Neji pun mendekat.

"Kau baik-baik saja?"

"Aku... sepertinya aku flek, Neji." Penjelasan Sakura tidak terlalu dimengerti Neji, laki-laki itu pun hanya diam menatap bibir istrinya yang bergetar. Sebelah tangannya digerakkan untuk mengelus pipi Sakura.

"Apa maksudnya, Sakura?" alisnya berkerut, menatap raut istrinya yang seperti ketakutan.

"Ada darah," ucapnya nyaris berbisik. "Itu hanya flek 'kan, Neji? Wanita yang sedang hamil muda, terkadang mengalaminya, itu masih normal."

Neji menahan napas, ia tahu sekarang Sakura berusaha menguatkan diri, digapai kepala berambut merah muda tersebut, kemudian dipeluknya pelan. Neji pun mengangkat tubuh Sakura, sebab dirinya tidak terlalu mengerti tentang permasalahan kehamilan, maka lebih baik hal ini diserahkan kepada Ino yang memanglah ninja medis.

Sesampainya di ranjang, Neji menjelsakan kepada wanita Yamanaka itu, bahwa Sakura mengalami semacam pendarahan ringan.

Semua yang dibicarakan Ino tidak terlalu dimengertinya, intinya Sakura harus istirahat total baik secara fisik maupun psikis. Racun yang diberikan berdampak kepada kesehatan janin Sakura, dan hal ini bahkan masih berimbas setelah antidot menetralis racun tersebut.

Mata perak menatap sang Bunga yang sekarang tengah mencoba menenangkan diri, di samping Sakura, Ino menggunakan cakra untuk memeriksa tubuh istrinya dan menjelaskan apa yang harus dilakukan sekarang. Terlihat wanita itu mengangguk dan menarik napas panjang dan perlahan untuk merileksasikan diri.

Mendekat, Neji mengusap kepala Sakura.

"Ino bilang ini hanyalah flek ringan, aku hanya perlu mengistirahatkan diri beberapa saat, Neji."

Kepala lelaki itu mengangguk dan sekarang Neji mencium dahi Sakura.

"Istirahatlah."

Selama beberapa hari, flek masih terus saja terjadi. Satu tetes, dua tetes dan semakin banyak saja hingga membuat Sakura takut bukan main. Namun, ia berusaha membuang segala prasangka buruk yang dipikirkannya. Hingga tangisnya lepas ketika ia mendapati hal ini terus-terusan terjadi.

Sakura tidak tahu harus bagaimana, dan entah kenapa firasat buruknya terus-terusan terngiang di kepala. Meski Ino mengatakan hal sebaliknya, ia tidak bisa menenangkan diri juga.

"Neji," bisik Sakura wanita itu masih memeluk dan menangis di dada suaminya dan yang bisa dilakukan Neji hanyalah mengelus punggung Sakura.

"Kita hanya bisa berusaha, maka dari itu kau harus menengkan diri, seperti kata Ino." Mengangukkan kepala, Sakura memejamkan mata dan menenangkan pikirannya. Mempererat rengkuhan yang diberikan suaminya.

.

.

.

Namun, manusia hanya bisa berusaha dan Tuhan lah yang menentukan takdir mereka. Keadaan Sakura yang semakin memburuk dengan darah yang semakin banyak dikeluarkan, membuat Ino hanya bisa menjelaskan bahwa janin Neji dan Sakura sudah terlalu tipis memiliki harapan. Dan sekarang, sang Hyuuga lah yang bisa memutuskan, apakah harus mempertahankannya sampai waktu yang ditentukan dan melihat Sakura menderita karena rasa sakitnya atau merelakan calon buah hati mereka dari sekarang. Apalagi, ditakutkan akan terjadi sesuatu yang lebih buruk jika tidak cepat ditangani oleh tim medis.

Saat itu, Neji hanya bisa menatap Ino yang sama cemasnya, kemudian ia mengatakan bahwa memerlukan waktu untuk memikirkan ini semua. Ia memutuskan untuk menjawab esok pagi, jadi malam ini ia ingin menarik diri dan tefekur sendirian di malam yang sunyi.

Lewat dini hari, Neji baru kembali ke ruangan tempat Sakura dirawat. Ia melihat para medis menunggui wanita itu di sofa, dan dirinya pun mengatakan bahwa menginginkan waktu untuk beberapa saat dengan istrinya.

Melihat wajah Sakura yang pucat, membuat raut Neji berubah sedih. Menarik napas, ia pun mendekatkan wajah dan menyatuhkan dahi mereka, berbisik kepada wanita itu bahwa ia berjanji akan mempertanggung jawabkan segala yang terjadi karena semua itu adalah demi kebaikan Sakura dan janin mereka. Dikecupnya perlahan bibir merah muda yang cenderung pucat, kemudian Neji mengangkat diri. Sebelah tangannya mengelus perut Sakura, melakukan hal yang sama di sana dan meminta maaf kepada buah hati mereka.

"Bukan berarti aku lebih menyayangi ibumu daripada kamu," menjatuhkan kepalanya di perut Sakura, Neji memeluk istrinya. "Setelah ini, semuanya tidak akan berjalan mudah, tetapi aku benar-benar berterimakasi atas kehadiranmu di kehidupan kami. Kau adalah bintang kecil kami, Hoshi."

Sekali lagi, Neji memberikan ciuman di sana. Menarik diri dan mengembuskan napas untuk menenangkan perasaannya yang sempat kacau, ia kemudian memutuskan untuk menunggui Sakura. Duduk di samping ranjang dan menatap istrinya tanpa mengedipkan mata.

.

.

.

Keputusan Neji sudahlah bulat, pagi harinya, Sakura dibawa oleh tim medis. Wanita itu telah tidak sadarkan diri karena pengaruh obat bius, di samping ranjang, Ino menatap sedih sahabatnya. Ia mengetahui pastilah ketika sadar atas semua ini, wanita itu akan merasa yang namanya sehancur-hancurnya, tetapi semua ini dilakukan demi kebaikan Sakura.

Berada di luar ruangan, Hinata menatap kakaknya, tidak ingin menyalahkan apa pun terhadap takdir yang terjadi, tetapi ia benar-benar menyayangkan hal ini. Walau begitu, tetap saja semuanya tidaklah bisa dirubah, apalagi Sakura juga sudah semakin memprihatinkan saja. Semua ini dilakukan juga untuk mencegah hal yang lebih buruk lagi akan terjadi.

Menatap Neji, Hinata mendekat.

"Niisan, ini semua demi kebaikan Sakura-chan, jadi kumohon jangan menyalahkan diri." Hinata mendengar desah napas lelaki itu, kemudian anggukan kepala terlihat.

"Aku hanya benar-benar khawatir." Lelaki itu berkata, tatapannya mengangkasa.

"Yang bisa kita lakukan hanyalah mendoakan yang terbaik baginya," bisik Hinata. Wanita Uzumaki itu kemudian mengajak Neji untuk mendudukkan diri, sebab memang sedari tadi Neji berdiri menyandar di dinding.

Lama mereka menunggu, akhirnya ruangan itu terbuka juga. Di sana, Ino membawa Sakura yang masih setengah sadar dengan menggunakan ranjang sorong, mereka menuju ruangan inap Sakura. Di sana, Neji melihat kelopak mata Sakura yang terbuka, tetapi nyaris seperti terpejam dan begitu sayu. Ino menjelaskan bahwa Sakura masih berada dalam pengaruh obat bius, jadi wanita itu tidak akan terlalu menanggapi semua yang terjadi, walau mendengar cukup jelas apa yang mereka bicarakan.

Sesampainya di ruangan, Sakura kembali tertidur hingga malam menjelang.

Ketika berkas kemerahan dan oranye memenuhi langit Sunagakure, Sakura membuka matanya dengan penuh. Menatap Neji yang menunggui dan tengah tertidur sambil duduk di kursi dengan tangan yang bersidekap, Sakura merasa seperti bermimpi, ia menolehkan wajah ke arah lain dan mendapati Hinata yang tengah menatapnya.

"Sakura-chan?" wanita itu bertanya-tanya di benak, apakah Sakura telah sadar sepenuhnya?

"Hinata? Ah, aku merasa kepalaku masih berat, kenapa?"

Hinata mendekat, dan mengelus kepala Sakura. Menyarankan agar wanita itu jangan memaksakan diri untuk duduk jika masih merasa sedemikian, kemudian ia membangunkan kakak sepupunya, dua kali tepukan pelan pada lengan, Neji pun terbangun.

"Niisan, Sakura-chan sudah sadar sepenuhnya."

Mendengar penjelasan sepupunya, Neji pun berdiri dan mendekati Sakura, menatap istrinya yang mengedipkan mata dan terbuka penuh setelahnya melihat Neji yang berada di samping dirinya.

"Apa yang terjadi, Neji? Aku, merasa haus dan lapas sekali."

"Kalau begitu, sebaiknya kau mengisi nutrisi terlebih dahulu, Sakura. Nanti akan kujelaskan semuanya."

Wanita itu mengangguk, tidak paham dengan segala yang telah terjadi. Ia pun menerima suapan air hangat dari Neji dan secara perlahan meneguknya, kemudian bubur dan sup.

Setelah menghabiskan semuanya, Neji pergi untuk mengantarkan mangkuk kotor, sekembalinya ke ruangan pemandangan yang tidak ingin ia lihat pun terpampang di depan mata. Bahwa Sakura yang telah menyadari kehadirannya menatap dengan sorot mata teramat marah, air mata wanita itu mengalir di pipi, wajahnya memerah dan terlihat begitu kacau.

Neji tidak banyak bertanya apa yang telah terjadi kepada sepupunya, dilihatnya perawat yang berwajah merasa bersalah dan sudah bisa menebak semuanya. Mendekat, kemudian ia terhenti ketika mendengar suara Sakura.

"Pergi dari sini," bisik wanita itu dengan tangisnya, memeluk perutnya yang sudah tidak berisikan janin mereka. "semuanya berakhir," lanjutnya.

"Sakura-chan, Neji-niisan melakukannya demi—"

"Kubilang semuanya pergi dari sini! Tinggalkan aku sendiri!" wanita itu berteriak, membuat Hinata dan Neji dan Ino yang baru masuk terkaku. Mereka semua saling menatap, dan membuat keputusan untuk sejenak meninggalkan wanita itu sendirian.

Sesampainya di luar, Ino menatap heran Neji yang tidak mengatakan apa pun atau melakukan sesuatu untuk membujuk dan menjelaskan sesuatu kepada Sakura, malahan lelaki itu ikut keluar meninggalkan istrinya sendirian di sana.

"Neji, seharunya kau berada di dalam dan menjelaskan kepadanya."

Menghela napas, Neji yang menggunakan byakugan untuk melihat aktivitas apa yang sedang dilakukan istrinya pun menghela napas.

"Percuma saja," ucapnya, menghentikan kekkei genkai Hyuuga dan menatap Ino. "Sakura sedang kacau dan dirinya tidak akan mendengarkan perkataanku, apalagi Sakura menyalahkanku atas semua ini. Aku hanya terlihat seperti membela diri jika menjelaskan apa yang terjadi, lebih baik dirinya dibiarkan sendirian untuk menenangkan diri dahulu."

Di samping mereka, Hinata terkejut ketika melihat Sakura yang melepaskan infusnya dan menyembuhkan diri dengan ninjutsu medis, kemudian membuka jendela dan melompatinya.

"Sakura-chan melarikan diri," ucap Hianta panik.

"Aku akan mengawasinya." Neji pun menghilang, mencari Sakura dengan byakugan dan mengikuti langkah wanita itu yang tengah berjalan entah ke mana.

Tidak terlalu jauh memang, Sakura hanya mencari gedung tertinggi, yaitu gedung kazekage dan melompati setiap atap untuk pergi ke puncaknya. Wanita itu kemudian berjalan ke pinggiran dan memengang pembatas, berda di atap ia menatap suasana malam suna yang ramai di bawah sana. Matanya terpejam, bepikir jika ia melompat apakah keramaian itu akan terhenti sejenak karena melihat tubuhnya yang akan hancur seperti hatinya.

Air mata kembali menetes, memikirkan bahwa lelaki itu kembali mengkhianati janjinya. Melakukan kesalahan yang sama, memutuskan segalanya sendiri, tidak peduli bahwa diriya adalah istri yang seharunya mereka saling membagi hati.

Permata hijau itu terbuka, menatap sekali lagi orang-orang yang tertawa, bersenda gurau dan melakukan aktivitas dibalut keceriaan bersama, teman-teman dan keluarga. Kenapa mereka bisa tersenyum seperti itu di saat ia sedang hancur? Kenapa mereka bisa tertawa seriang itu ketika ia tengah begitu merasa kesedihan yang mendalam. Jika ia melompat, pasti semua kebahagiaan itu akan sirna. Benar, jika dirinya melompat, pasti mereka akan merasakan penderitaannya, bukan? Sakura teresnyum, sekali lagi menatap orang-orang yang berbahagia di atas penderitaannya.

Ini keputusannya, ia akan mati bersama anaknya dan juga bersama Uchiha Sasuke.

.

.

.

Bersambung

.

.

.

Halo, apa kabar?

Untuk ff ini, diputuskan untuk up di sini dulu deh. Masih belum ada waktu huhu, karena projek ini itu. :")

Ok, Erza minta bantuan juga ya, untuk sumbang klik bintang di link https://www.webcomics.co.id/contents_main.php?links_number=2335 (Untuk yang pernah baca Frozen Flower, sangat dibutuhkan bintangnya. Nanti di komen pertama Erza kasil link, biar bisa diklik.

Oh iya, beberapa ff kaya Pengikat Hati dan Victim, akan publish di webcomic novel, jadi nanti bakal di hapus. Untuk Victim cerita sama sih, kalau Pengikat Hati bakal beda jauh walau pake alur yang sama, soalnya Sasuke di Pengikat Hati alay ya lord, mau muntah pas baca ulang, jadi dirombak habis2an hehe.

Ok, terima kasih dukungannya kepada Erza. Doakan tahun depan sudah bisa publish komik The Darkness tapi versi orific sih. :)

Ditunggu juga komentar dan saran juga kritikan. 

Salam sayang dari Erza istrinya Itachi

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top