18. Apa Kau Mengidam?
Cold Heart
Story © zhaErza
Naruto © Masashi Kishimoto
.
.
.
Chapter 19
Apa Kau Mengidam?
.
.
.
Dua minggu pasca tertangkapnya tiga orang bagian dari kelompok Arashi, mereka masih belum menemukan titik balik dari segala macam yang direncakan pemberontak itu. Ketika memutuskan untuk menyerang camp musuh, tempat tersebut telah ditinggalkan dengan segala macam peralatan eksperimen yang telah dihancurkan. Dari sini, Gaara telah menduga kalau Arashi sedang menyusun rencana untuk melakukan seragan besar, tetapi dari informasi yang didapatkannya, tiga orang tersebut menjelaskan membutuhkan waktu kurang lebih dari setengah tahun lagi untuk menyempurnakan alat ninja tersebut, bahkan lebih.
Gaara tahu, serangan dan teror yang selama ini terjadi hanyalah untuk membuat rakyatnya resah. Bertujuan untuk menjatuhkan namanya karena tidak becus mengurus sebuah kelompok pemberontakan.
Ditambah lagi, tahanan pun mengaku bahwa markas mereka memang bukan hanya satu, kelompok ini pun telah memiliki banyak pasukan untuk melakukan penyerangan. Sayangnya, ketiga orang itu tidak mengetahui kapan dan bertujuan apa serangan besar yang akan terjadi nanti. Untuk itu, sekarang desa dalam keadaan siaga tiga.
Berjalan di lorong menuju laboratorium kesehatan, Gaara berniat menjumpai Matsuri dan Ino untuk mendiskusikan permasalahan alat modifikasi ninja yang jika sempurna akan berfungsi sebagai penyembuh dan pemasok cakra nantinya. Sebenarnya, lebih tepat membahas hal ini dengan wanita berambut merah muda. Namun, ah, Gaara masih belum bisa menemui si bunga.
Nasip memang tidak ada yang tahu, tepat ketika dipersimpangan koridor, jade Gaara melihat si rambut merah muda yang sedang ingin menuju ke tempat yang sama dengannya. Jadilah mereka berpapasan di persimpangan koridor.
"Gaara-kun!" Seru Sakura riang, sudah cukup lama wanita itu tidak melihat sang Kage karena dirinya yang terus merasa tidak enak badan. Namun, sekarang ia telah merasa cukup baik dan Ino juga sedang membutuhkannya di lab kesehatan.
Laki-laki itu tidak menjawab, dan Sakura pun mendekat. Senyuman tidak reda di bibir Sakura, tidak menyadari wajah lebih dingin yang ditampilkan sang Kage.
"Kita menjadi jarang bertemu, ya. Ah, aku dengar kelompok Arashi telah melarikan diri. Sayang sekali, tetapi Neji mengatakan bahwa markas mereka memang tidak hanya satu."
Tidak ada jawaban kembali, mereka masih melangkah bersisihan, Sakura sesekali kembali membicarakan apa saja dan sama sekali tidak terlalu memperhatikan keadaan Gaara yang berbeda. Karena yang Sakura tahu, Gaara memanglah pendiam dan dingin seperti ini, tidak terlalu berbeda dengan sifat Neji atau Sasuke sebenarnya.
Langkah sang Kage yang lebih lebar, membuat Sakura beberapa kali ketinggalan. Apalagi Sakura memang masih memakai kimono dan sweeter hijau di tubuhnya. Ia hanya diizinkan untuk sebentar saja berada di ruangan lab, hanya untuk memeriksi data dan antidot yang sudah Ino dan yang lainnya buat. Karena lebar kimono yang tidak seberapa di bagian kaki, menyebabkan langkahnya menjadi lebih kecil dari yang biasa, walau begitu, ia berusaha untuk terus berjalan bersisihan dengan Gaara.
"Ah!" erangan Sakura terdengar, ketika kakinya tiba-tiba saja tersandung dengan sendirinya, membuat Gaara refleks untuk menangkap tubuh Sakura yang limbung. Kalau tidak ada Gaara, Sakura tidak akan tahu apa yang akan terjadi kepada dirinya, ia sudah pasti akan mencium lantai. Dalam keadaan tengah mengandung, benturan pada bagian pinggang, perut dan bokong sangatlah berbahaya, apalagi Sakura memang belum terlalu pulih seratus persen.
Wajah terkejut Sakura bisa dilihat Gaara yang tengah mengerutkan dahi sambil memengangi tubuh wanita itu, membantu Sakura bagun, ia masih memegangi kedua bahu wanita merah muda itu.
Sebelah tangan Sakura langsung mengelus perutnya, merasa bersyukur karena ada Gaara di sampingnya.
"Terimakasih, Gaara-kun," bisiknya.
"Apa kau baik-baik saja?"
Kepala Gaara agak menunduk, menatap mata emerald yang masih menyisakan rasa takut dan kejut. Kepala merah muda itu mengangguk, dan Sakura perlahan menghela napasnya untuk menetralisir detak jantung yang bertalu-talu.
"Syukuralah, aku sudah tak apa." Dari suara Sakura pun Gaara mengerti bahwa wantia itu masih merasakan takut terhadap sesuatu yang nyaris menimpahnya.
"Perhatikan langkahmu, Sakura."
"Ma-maaf," cicitnya.
"Sudahlah, yang terpenting kau tidak terluka."
Sakura mengangguk dan mengelus perutnya beberapa kali, merasa bersyukur sekali lagi.
Ketika tiba di lab, Gaara langsung menyerukan agar Sakura duduk, dan mengatakan kepada Matsuri agar gadis itu menghidangkan teh kepada si merah muda. Ino yang keheranan kerana melihat wajah pucat sahabatnya itu pun mendekat, menanyakan apa yang terjadi hingga Sakura seperti orang yang baru saja bertemu dengan hantu hari ini.
Saat itu Gaara ingin menjelaskan, kemudian lengannya tiba-tiba ditahan Sakura, tidak menginginkan kejadian tadi diketahui Ino dan yang lainnya karena mereka masih di dalam misi dan Sakura tidak ingin menambah permasalahan lagi.
"Mungkin aku agak lelah, Ino. Ini biasa terjadi, tenanglah." Wanita itu kemudian tersenyum, melihat Matsuri menuangkan teh, memberikannya kepada Gaara dan dirinya.
"Kau ini, jika merasa tidak baik maka istirahat saja dan jangan memaksakan diri. Kalau terus begini, akan kuadukan kepada Neji."
"Ino, jangan seperti ini. Aku hanya sebentar berada di sini dan itu pun demi kalian, setelahnya aku berjanji akan beristirahat."
Ino tahu, sahabatnya ini benar-benar berkepala batu dan ia pun hanya bisa mengiyakan apa yang dikatakan Sakura, lagi pula para tim medis memang sedang membutuhkan bantuan wanita itu.
Seperti tujuan Gaara ke tempat ini, lelaki bungsu Rei itu pun mengatakan perkembangan penyelidikan mengenai alat modifikasi ninja. Mereka semua mendengarkan dan Sakura memang merasa tujuan mereka bukan hanya untuk menjatuhkan Gaara saja, jangan-jangan kelompok Arashi berniat menguasai dunia seperti Akatsuki di masa lampau? Tidak menutup kemugkinan dengan alat yang bisa menyimpan cakra dan menjadikan kekuatan mereka seperti layaknya Sakura dan Tsunade dan juga kemampuan penyembuhan seperti byakugo, mereka ingin menciptakan prajurit terkuat yang tidak bisa dengan mudah terkalahkan.
Alat itu masih belum sempurnah saja, sudah membuat Tim Neji dahulu kewalahan karena diserang mendadak, apalagi jika nantinya sempurna.
"Namun, jika memang alat itu belum sempurna, kenapa mereka merencanakan serangan besar-besaran?"
Hal ini masih belum bisa diprediksi, bahwa gerangan apa yang ingin mereka capai untuk sebuah serangan besar-besaran nanti. Apakah hanya karena ingin memperburuk citra Gaara dengan teror yang mereka buat?
.
.
.
Bergantian jaga, Neji melangkah di koridor dan membukan pintu yang menjadi tempatnya dan sang Istri untuk merihatkan diri sementara waktu di Desa Sunagakure ini. Ketika masuk ke ruangan, yang ditemui mata bulannya adalah keadaan remang, suasana begitu sepi padahal masih pukul delapan. Mencari-cari sosok Sakura, Neji pun menggerakkan kaki, ia melihat ke arah ranjang dan menemui wanita itu tengah berbaring miring sambil memegangi baskom kosong yang sering digunakan ketika merasakan mual.
Mendekat, Neji menyadari bahwa ternyata Sakura sama sekali tidak menyentuh santap malamnya, ia pun menghidupkan lampu dan melihat lebih jelas kondisi wanita itu.
Duduk di pinggir ranjang, ia menyentuh bahu Sakura perlahan, membelainya sambil memanggil nama wanita itu. Gumaman terdengar, tetapi tidak lantas membuat Sakura mendudukkan diri. Sekali lagi, akhirnya Sakura membuka kelopak mata dan mendapati Neji berada di samping dan tengah menatap.
"Neji," gumam Sakura.
"Bagaimana perasaanmu?" Sakura berusaha mendudukkan tubuh, kepala wanita itu menggeleng dan kemudian tersenyum karena mendapati suaminya berada di sisinya.
"Sudah tidak apa, tadi memang mual."
"Makananmu sudah dingin, akan kubuatkan yang baru."
Sakura langsung menghentikan, Neji pasti sedang lelah dan ia tidak ingin laki-laki itu sampai memasakkannya sesuatu padahal baru saja pulang.
"Tidak, Neji. Aku bisa melakukannya."
Mata bulan Neji menatap intens istrinya, memang sekarang wajah Sakura sudah tidak pucat, malahan entah bagaimana ia melihat aura semringah yang sedang menyebar di binar wajah wanitanya itu. Tersenyum, Neji pun membelai pipi Sakura dan ekspresi yang ditampilkan istrinya kali ini menjadi agak bingung.
"Apa kau ingin kita makan di luar?"
Bola mata Sakura langsung berbinar kembali, jika dipikir-pikir, ia sudah lama tidak jalan-jalan di desa Suna karena misi dan juga keadaannya.
"Apakah kita bisa pergi ke kedai udon?" antusias Sakura ketika memikirkan makanan hangat berbahan mie itu. Daripada ramen, Sakura memang lebih suka Udon karena kuahnya tidak sekental makanan kegemaran Naruto itu. Namun, Neji lebih suka Soba.
"Tentu saja, jadi apakah kau sekarang tengah mengidam, Sakura?" penasaran dengan fakta wanita hamil yang sering mengidamkan sesuatu yang cenderung aneh, Neji pun menanyakannya.
Mendengar hal itu Sakura mengerutkan alis berpikir, ia tidak tahu apakan yang diinginkannya ini termasuk mengidam atau tidak.
"Sepertinya ini tidak termasuk." Sakura menyentuh tangan Neji yang berada di wajahnya, ia melihat senyum laki-laki bermarga Hyuuga itu kemudian.
"Namun, semringah di wajahmu membuktikan semuanya, Sakura."
"Semringah?"
"Kau terlihat teramat senang hanya karena ingin makan di luar," ucapan itu belum selesai, tetapi Sakura menyanggahkanya dan membuat Neji sekarang tertawa kecil. "Nah, sebaiknya kenakan jaketmu, gurun di malam hari begitu dingin."
Sakura merapikan penampilannya, ia membasuh wajah dan menyisir rambut, kemudian mengenakan jaket merah yang tadi sudah diambilkan Neji. Laki-laki itu sendiri hanya memakai celana hitam panjang dan sweeter hitam berkerah tinggi, tidak memakai ikat kepala Konoha, sehingga segel bunke terlihat dan tertutup anak poni yang memanjang di tengah dahi.
Sebelum berangkat, Sakura mendekati laki-laki itu dan menyuruh Neji untuk duduk di kursi rias, awalnya tentu sang Lelaki tidak terlalu mengerti apa yang ingin dilakukan Sakura, tetapi kemudian ia menyadari ketika melihat tangan yang lebih kecil itu memegang sisir dan ikat rambut.
"Akan kuikat tinggi, boleh 'kan?" satu fakta yang baru Neji sadari sekarang, mata Sakura selalu terlihat berbinar ketika mengurusi rambut cokelat gelap miliknya. Ia pun mendenguskan senyum karena mengetahui hal ini, dan bergumam mengizinkan sang Bunga untuk mengikat rambutnya dengan satu kuciran tinggi mirip ekor kuda.
Ketika selesai, Sakura tambah semringah lagi. Wanita itu tidak berhenti menatapnya dengan kedua tangan yang menyentuh wajah Neji, dan sekarang ia malah dihadiahi pelukan Sakura.
"Sempurna," ucap Sakura dengan suara yang cukup kuat.
Menggelengkan kepala, Neji pun mengenggam tangan Sakura dan mereka berjalan bersama. Istirnya itu terlihat ceria, untuk pertama kalinya mereka berjalan bersama sebagai warga biasa dan bukannya seorang ninja yang sedang menjalankan misi di Sunagakure.
Keluar dari gedung Kazekage, Neji menggunakan byakugan untuk menemukan kedai udon yang ingin mereka singgahi, seperti perkataannya tadi suhu di gurun memang menurun karena pengaruh cuaca dan untungnya hari ini tidak sedang terjadi badai.
Sesampainya ke tempat yang diinginkan, mereka duduk dan langsung memesan hidangan udon yang diinginkan. Hanya satu saja untuk Sakura, sebab memang Neji tadi telah bersantap malam sebelum kembali ke kamar mereka.
"Kau jadi terlihat agak berbeda dengan rambut begitu, Neji."
"Benarkah?" Sakura menganggukkan kepalanya karena mendengar ucapan Neji, melihat sang Suami yang sedang memandangi dirinya di hadapan tempat ia duduk dan hanya dihalangi sebuah meja.
"Jadi tidak terkesan dingin dan sombong, kurasa." Sakura tertawa kecil dengan sungkan ketika menjelaskannya, melihat alis Neji yang sudah naik satu karena tidak terima.
"Jadi, kau berspekulasi jika aku adalah jenis orang yang sombong?" Neji meminum ocha dengan perlahan, tidak menatap Sakura.
"Ah, bukan begitu. Maksudku, hanya dikategorikan sombong jika dibandingkan dengan Hinata. Seharusnya kau meniru sepupumu, Neji. Menjadi orang yang ramah dan semacam itu." Sakura berpikiran bahwa Neji tengah tersinggung karena ucapannya, tatapi sebenarnya tidak sedemikian, Neji hanya ingin memancing dan ingin tahu saja seperti apa citranya di hadapan sang Istri. Sepertinya memang citranya agak tidak baik, mengingat memang dirinya jenis orang yang dingin dan memang agak pedas ketika berbicara.
"Apakah aku harus pingsan juga ketika berjumpa dengan Naruto?"
Pupil mata Sakura membesar, seketika wanita itu tertawa dan menutup mulutnya dangan telapak tangan. Tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya sosok Hyuuga Neji yang dikenal dingin itu pingsan hanya karena bertatap muka dengan Naruto.
Melihat istrinya tertawa, Neji pun menghela napas dan tersenyum tipis, kemudian pesanan Sakura pun datang dan ia menyuruh wanita itu untuk segera menyantap hidangan makan malamnya.
.
.
.
Berjalan-jalan sebentar, Neji memutuskan untuk kembali ke kamar setelah melihat malam yang mulai larut. Ia merasa bersyukur di tengah misi masih bisa menjalankan kewajibannya sebagai suami, membawa Sakura yang memang tengah kebosanan untuk berkeliling desa dan menikmati beberapa kudapan yang ada di Sunagakure.
Sesampainya, ia membantu Sakura untuk melepaskan jaket merah wanita itu. Kemudian menggantungnya di paku yang ada di belakang pintu kamar, melihat istrinya yang mengatakan ingin ke kamar mandi, Neji pun memutuskan untuk membuka pakaian dan menggantinya dengan kaus putih berlengan pendek untuk tidur.
Menunggu sejenak, Neji berdiri menghadap kaca jendela yang gordennya telah ia buka. Menatap bulan yang sabit dan bersembunyi setelah di balik awan. Senyuman tercipta, bila mana ia memikirkan sang Merah muda. Sesaat setelahnya, ia merasakan kedua tangan merengkuh tubuhnya dari belakang. Sudah bisa menebak siapa sosok di belakang punggungnya itu, Neji pun membalasnya dengan mengenggam jemari Sakura yang saling berkaitan karena tengah memeluknya erat.
Untuk beberapa saat, baik Sakura dan Neji hanya membisu dalam momen indah yang baru saja diciptakan sang Istri, merasa wanita itu telah benar-benar membuka hati untuk menerima dirinya. Ia tentu tidak akan mengatakan bahwa sekarang Sakura telah jatuh cinta kepadanya, tetapi bolehkan ia berharap hal itu akan terjadi suatu saat nanti, di mana mungkin saja posisinya di hati si merah muda akan sama besar seperti sosok Sasuke sebagai cinta pertama Sakura?
Neji menghela napas dan mendongakkan kepala, mengamini doanya yang baru saja terbenak di dada.
Membalikkan tubuh, ia menarik Sakura ke dalam rengkuhannya dan menggendong wanita itu hingga sampai ke ranjang.
"Waktunya kalian beristirahat," bisik Neji di telinga Sakura dan memberikan wanita itu ciuman di dahi dan perut, dan ikut berbaring di samping sang Istri.
.
.
.
Tamat
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Becanda lagi
Bersambung
.
.
.
Erza Note:
Halo apa kabar semuanya?
Ada yang merindukan Erza dan FF Cold Heart?
Terimakasih untuk dukungan kalian semua, Alhamdulillah sekarang Erza sudah lumayan sehat dan bisa kembali beraktivitas khususnya ngetik ff hheheh. Makasih juga atas doa para sahabat pembaca sekalian ya, berkat doa kalian oprasi Erza berjalan lancar alhamdulillah.
Setelah satu minggu lebih istirahat, Erza memutuskan untuk melanjutkan Cold Heart, tadi malam diketika dan syukurnya lancar jaya hehhe.
Ok, silakan berikan komentar berupa masukan, saran dan kritik juga vote.
Erza seneng banget untuk kategori crack pair teramat langka, serius kalian bisa hitung sendiri berapa banyak ff NejiSaku di FFn Indo dan Wattpad Indo, dikit banget, dan syukurnya Cold Heart cukup banyak peminatnya hehe.
Setelah cerita ini tamat, Erza masih dilema mau lanjut ff baru NejiSaku lagi atau ItachiSaku.
Atau sekalian ada Nejisaku dan ItachiSaku untuk satu FF?
Gambar di mulmed milik: https://pamjoke.deviantart.com/art/NejiSaku-Family-695473621
Erza sudah izin ya heheh.
Ok, salam sayang dari istri Itachikoi,
zhaErza.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top