17. Bahagia dan Resah

Cold Heart

Story © zhaErza

Naruto © Masashi Kishimoto

.

.

.

Chapter 16

Bahagia dan Resah

.

.

.

Angin dingin berembus di malam yang diterangi rembulan, rambut merah berkibar karena sang Lelaki tengah berada di balik jendela. Suasana Desa Suna tengah senyap berkat keadaan cuaca yang agak memburuk hari ini, Kazekage Gaara menatap sambil mengembuskan napas perlahan dari mulut. Jika beberapa saat lalu permasalahan pemberontakan yang membuatnya merasa beban berat, bahkan bisa sampai pingsan karena memikirkan hal ini, maka sekarang ada hal lain yang membuatnya merasa lebih buruk lagi.

Bagaimana tidak? Sosok yang disuka ternyata telah memiliki pendamping. Haruno Sakura, ah tidak, Hyuuga Sakura. Namun, kalau dipikir-pikir lagi, saat itu ketika Sakura tengah bersedih dan duduk sendirian di bangku batu, ia menemukan Neji tidak jauh dari sana. Apakah Neji dan Sakura saat itu telah menjadi suami dan istri? Lalu, kenapa pernikahan mereka sama sekali tiada kabar sampai kepada dirinya? Mereka melakukannya secara tertutup 'kah? Melihat situasi di saat Sakura bersedih, ia bisa mengambil kesimpulan. Apalagi dengan status Sakura yang dia tahu teramat mencintai Sasuke, hubungan pernikahan mereka pasti dilakukan secara paksa.

Dahi Gaara berkerut, tidak menduga kalau sahabat dari Naruto itu mengalami hal seperti ini di dalam hidupnya. Menikah dengan orang yang tidak diinginkan, dan menyebabkan gadis itu menjadi begitu sedih seperti peristiwa beberapa bulan lalu.

Dan sekarang, kabar kehamilan Sakura membuatnya teramat syok bukan main. Sudah sejauh mana? Dan apakah memang dirinya tidak memiliki kesempatan semenjak awal untuk bisa lebih dekat dengan sang Bunga.

Telapak tangan Gaara bergerak, keluar jendela dan menyantuh debu pasir yang berterbangan ditiup angin. Tatapan matanya kosong, entah mengarah ke mana di saat pikirannya benar-benar tak fokus tentang permasalah desa yang menimpa. Untuk saat ini, dirinya bukanlah seorang Kazekage, tetapi adalah seorang lelaki yang sedang dirundung kesedihan karena permasalahn hati.

"Sakura," bisiknya terbawa angin di malam dengan bulan sabit yang telah nyaris menghilang karena tertutup awan.

.

.

.

Malam hari nyaris pukul delapan, Sakura yang terlelap setelah tidak sadarkan diri pun terbangung. Ia merasa kepalanya masih berat dan memilih untuk tidak bergerak sama sekali, belum menyadari bahwa di sisinya ada Neji yang sedang duduk dan menaruh nampan berisikan teh hangat untuk Sakura.

Masih antara sadar dan tidak, ia mengucapkan kata yang tak jelas ketika Neji menyentuh lehernya guna untuk membantu agar Sakura bisa mendudukkan diri.

Memperhatikan wajah wanita musim semi itu, Neji pun bertanya, "Bagaimana perasaanmu, Sakura?"

Yang ditanya hanya menggelengkan kepala, kelopak mata berkedip-kedip untuk menyesuaiikan cahaya lampu yang menyoroti.

"Kalau begitu, minumlah teh ini."

Sang Pria secara perlahan memberikan minuman hangat tersebut dan membantu istrinya untuk bisa mempertahankan bobot tubuh dengan menajadi sandaran, setelahnya Sakura mengatakan cukup dan ia pun meletakkan gelas tembikar di nakas.

Sakura menghela napas, kemudian menyandarkan belakang kepalanya di dada Neji, ia pun menyentuh tangan laki-laki yang memegangi bahunya itu.

"Maaf," bisik Sakura, tahu mungkin suaminya akan marah karena dia sampai pingsan seperti beberapa waktu lalu.

Bukannya mendapat hukuman, Sakura malah dihadiahi sebuah ciuman secara perlahan, tetapi dalam di bagian pelipisnya, membuat wanita itu keheranan tentu saja.

Memiringkan wajah, Sakura menatap bingung Neji yang berada di belakang tubuhnya dan tengah menjadi sandarannnya. Untuk beberapa saat mereka saling menatap, sebelum bibir Sakura berucap dan menanyakan apa yang terjadi sehingga suaminya itu terlihat semringah seperti sekarang.

Dan terulang lagi, kali ini kedua lengan kuat itu merengkuhnya, dan dagu sang Pria dijatuhkan ke atas pucuk kepala merah muda.

"Neji?"

"Sebentar saja," ucapnya.

Sakura sekang membelai tangan Neji yang memeluk tubuhnya, wanita itu menghela napas karena entah hanya perasaannya sang Suami terlihat lebih ingin dekat dengan dirinya. Kemudian, ia tiba-tiba terdiam, memikirkan sesuatu yang sempat membelenggu benaknya dua minggu belakangan ini.

"Aku ingin mengatakan ...." tiba-tiba, mereka serentak mengucapkan sebuah kalimat yang belum sempat terselesaikan karena sekarang terkejut dan saling memandang.

"Baiklah, kau terlebih dahulu saja, Sakura."

Si merah muda menggelengkan kepala.

"Tidak, Neji."

Mengerti dengan kemauan Sakura, Neji pun mengatakan hal yang ingin diberitahukan kepada istrinya itu, tidak secara terang-terangan memgucapkannya karena yang sekarang dilakukan si Hyuuga jenius adalah meminta tangan Sakura.

"Kemarikan tangamu, Sakura." Wanita itu mengikuti saja apa yang dikatakan sang Lelaki, menaruh punggung tangannya di telapak Neji.

Masih tidak mengerti dengan apa yang akan dilakukan Neji dengan tangan mereka yang disatukan, Sakura kembali memiringkan wajah guna untuk menatap suaminya. Yang didapat, malah senyuman tipis tersemat di bibir tipis Neji.

Tangan Sakura kemudian di bawa menuju perutnya, mengusap di bagian sana bersamaan dengan tangan Neji yang memengangi punggung tangannya dan lebih besar hingga seperti menutupi seluruh tangan Sakura. Wanita itu dibuat terperangah, mengerti dengan apa yang dimaksud si lelaki.

"Bisakah kau rasakan, Sakura? Dia tengah berada di dalam dirimu."

Tentu saja mendengar hal itu Sakura terdiam sejenak, bibirnya terbuka sedikit, menatap Neji yang masih menampilkan senyuman.

"Kau ... sudah mengetahuinya, Neji?" tidak seperti yang diduga, respons Sakura sama sekali tidak seperti yang Neji harapkan. Tiba-tiba saja, semringah laki-laki itu hilang dan digantikan dengan raut yang serius.

Tidak mungkin, jangan bilang Sakura memang sudah mengetahuinya.

"Kau tahu? Ah, tentu saja, kau adalah iryounin. Usianya sudah sepuluh minggu."

Wanita itu terlihat diam, setelahnya melepaskan tangan dari bagian perut yang digenggam tangan Neji.

"Apakah segel di dahimu akan ada padanya juga, Neji?" Sakura berbisik, tatapannya kosong.

Sebagai iryounin, ia memang telah mengetahui ada yang tidak beres dengan dirinya. Karena permasalahan pernikahan, ia sampai tidak sadar bahwa jadwal bulanannya tidak berjalan selama dua bulan. Ditambah lagi dengan keadaan diri yang gampang lelah, mual di waktu tertentu dan juga beberapa kali pingsan, membuatnya sadar akan sesuatu. Namun, ia tidak memeriksakannya juga, dan tidak mau Ino mengetahui hal ini hingga akhirnya sahabatnya itu akan mengatakan kepada Neji.

"Sakura, kau ... apa kau tidak menerimanya?" resah tiba-tiba memenuhi dada Neji.

Gelengan kepala terlihat, Sakura mengguman dan meremas kimono yang tengah dipakainya.

"Wanita mana yang tidak bahagia, ketika ada janin di dalam rahimnya, Neji?"

Laki-laki itu terdiam, bertanya-tanya apa penyebab Sakura menyembunyikan kabar ini dari dirinya. Apakah karena dirinya adalah seorang bunke, dan Sakura resah dengan permasalahan klan Hyuuga yang sangat ketat terhadap klan atas dan klan bawah?

"Apa kau resah karena hal ini?" Neji mencoba bersabar, ia tahu wanita yang sedang mengandung teramat sensitif, lihatlah Sakura yang sudah meneteskan air mata sekarang.

Kembali menggelengkan kepala, Sakura pun menggumam, "Aku bahagia, tapi terkadang sulit untuk dimengerti."

Laki-laki itu mengerutkan alisnya, dan mengehela napas karena ternyata pikirannyalah yang berlebihan terhadap Sakura yang ia kira tidak mau menerima keberadaan janin tersebut. Benar, wanita mana yang tidak bahagia ketika tengah mengandung. Walau mungkin saja ia sadar pasti Sakura tidak akan setuju jika anak mereka nanti memiliki segel seperti yang ada di dahinya, sebenarnya ia pun berharap sedemikian.

"Ya sudah, jangan memaksakan diri. Perlahan-lahan saja, Sakura. Aku akan selalu ada di sini, hm?"

Mendengar perkataan Neji, membuat wanita itu semakin sesegukan. Tentu saja sekarang Neji kebingungan, ia kira Sakura akan tenang setelah ia mengatakan hal demikian. Ia pun mengangkat wanita itu untuk duduk di pahanya, dan agar berhadapan dengan dirinya

"Tapi, aku masih mencintai Sasuke-kun, hiks hiks." Kepala Sakura dijatuhkan ke dada Neji. "Aku tidak tahu harus bagaimana, aku bingung. Kenapa kau bisa menjadi suami yang baik dan sabar, Neji?"

Sekarang senyum Neji kembali berkembang, ia membelai punggung dan kepala merah muda yang tengah memeluknya erat.

"Entah kenapa aku bersyukur kalau aku ini tampan," ucap Neji mengalihkan topik tentang rasa cinta Sakrua, tertawa kecil kemudian berguling untuk membuat Sakura terbaring di ranjang. Ia berada di sisi wanita itu dan tengah setengah telungkup untuk menatap wajah istrinya, menghapus air mata dan mengusap dahi agar rambut merah mud tidak mengenai mata. "Jadi tidak kalah dengan si Uchiha, bukan?"

"Kalimat itu, mirip yang dikatan ibuku dulu." Air mata Sakura telah berhenti, ia sekarang menatap wajah Neji yang memang rupawan. Sebelah tangannya bergerak dan mengelus pipi Neji. "Sasuke-kun lebih tampan daripada kau, Neji. Mungkin jika warna matamu hitam, kau akan lebih baik. Namun, sayangnya matamu putih dan aneh."

Sekarang Neji ikut tertawa kecil karena melihat istrinya yang telah kembali ceria.

"Jangan membenci mata ini, Sakura. Kau akan sangat terkejut jika bayi kita lahir dan akan teramat mirip denganku."

"Bayiku pasti mirip denganku."

"Bayi kita."

"Dia berada di dalam tubuhku, jadi dia milikku."

Sakura sekarang pogah dan memeluk perutnya, ia melihat Neji menyeringai dan seketika merinding dibuatnya.

"Baiklah, kalau begitu akan kuberi kalian ciuman selamat datang."

Dan sekarang Sakura tertawa tiada habisnya ketika merasakan bibir Neji mencium berkali-kali perutnya, itu benar-benar adalah kelemahan Sakura karena rasa geli yang menjalar sampai membuat seluruh tubuhnya merinding seketika.

.

.

.

Pukul sembilan malam, Neji bersiap untuk bergantiaan jaga dengan tim Sai yang berada di benteng Suna. Bersiap-siap dengan pakaian ninjanya, ia mengambil ikat kepala Konoha dan memakainya. Manik mata yang sewarna purnama kemudian menatap Sakura yang tengah memakan hidangan malamnya, agak terlambat memang, tetapi masih lebih baik daripada Sakura sama sekali tidak mau menelan bubur buatannya itu.

Selesai dengan pekerjaan kecil ini, ia melangkah untuk melihat apakah istrinya itu menghabisi hidangan tersebut atau tidak, ternyata separuh dari mangkuk pun tidak.

"Kau harus menghabiskannya, Sakura."

Neji mendengar wanita itu menghela napas, anggukan terlihat di kepala merah muda.

"Kau akan pergi misi?"

"Ya, sebentar lagi Hinata akan datang untuk menjagamu."

"Neji, maaf aku malah menghambat misi seperti ini dan Hinata tidak perlu menjagaku, Neji. Dia pasti juga lelah."

Laki-laki itu hanya terdiam, kemudian mendekat dan duduk di sebelahnya.

"Jangan berkata seperti itu, aku sudah meminta izin kepada Kazekage-sama dan Rokudaime-sama. Bahwa kau akan menjadi pengawas di laboratorium ketika tim medis kesulitan saja nantinya. Ah, Hinata yang menginginkannya. Seharian ini dia belum bertemu dengan kau, dia teramat senang dengan kabar baik ini, Sakura."

"Hah, baiklah. Setidaknya aku masih memiliki pekerjaan di sini. Ah, benar. Bahkan aku juga belum bertemu mereka."

Neji kemudian berdiri, mengatakan bahwa bagaimanapun Sakura harus menghabiskan hidangan malamnya itu. Kemudian, ketukan pintu terdengar, samar-samar pasangan suami istri itu bisa mendengar suara Naruto yang menyebut-nyebut nama Sakura sedari tadi, bahkan meneriaki beberapa kali.

Bergegas, Neji pun membukakan pintu dan seperti yang dikira, sekarang Hinata dan Naruto berada di hadapannya.

Langsung memasuki kamar Neji, Naruto berlari dan mendekati Sakura dengan wajah semringah karena tahu sebentar lagi sahabatnya akan memiliki bayi, dan yang terpenting Naruto akan menjadi paman.

"Sakura-chan! Bagaimana keadaannya, sekarang? Kapan dia akan lahir?"

Tertawa kecil, Hinata menyusul Naruto setelah bersapa sejenak dengan kakak sepupunya itu.

"Naruto-kun, usia kandungan Sakura-chan masih sepuluh minggu."

Wajah Naruto terlihat kebingungan, kemudian lelaki itu terdiam sejenak.

"Ah, aku salah dengar, aku kira usianya sepuluh bulan."

Kontan saja, Sakura tertawa karena mendengar pernyataan mantan rekan tim tujuh itu. Wanita berambut merah muda itu menggelengkan kepala, menatap Naruto tidak percaya.

"Astaga, kau ini. Apa yang kau pikirkan? Jika usia kandunganku sepuluh bulan, perutku tidak akan sekecil ini, Naruto. Aih, Hinata, setelah ini kalian harus ikut kelas kehamilan. Naruto harus banyak tahu karena jika nanti kau hamil, dia tidak akan kebingungan." Tertawa kecil, Sakura sekarang mendapati wajah Hinata yang memerah bak terkena mentari senja.

"Itu benar, ayo kita ikut kelas kehamilan. Jika kau hamil nantinya, aku akan menjadi suami siaga." Entah dari mana Naruto mempelajari kalimat itu, yang pasti sekarang sang Uzumaki tengah memegangi kedua tangan Hinata sambil berdiri berhadapan. Wajah dengan tiga kumis kucing itu terlihat bersemangat, entah tidak peka terhadap keadaan Hinata yang sekarang terus-terusan dibuat tersipu.

Sekarang Hinata ikut duduk di ranjang Sakura, wanita Uzumaki itu meminta izin kepada kakak ipar sepupunya untuk menyentuh perut yang masih terlihat rata itu. Tawa lembut mengalir ketika telah meletakkan telapaknya di perut Sakura.

"Rasanya aku tidak sabar untuk mengetahui pergerakannya di dalam sini," ucap Hinata, sambil mengusap-usap di mana sang Janin tengah tumbuh.

"Benar, pasti sangat luar biasa, Hinata."

Melihat interaksi istri dan adik sepupunya, Neji tersenyum tipis, kemudian ia pun memutuskan untuk berpamit diri guna untuk menjalankan misi jaga di benteng Suna.

Naruto tengah mengantar nampan ke dapur kecil di dalam kamar ini, sementara Hinata dan Sakura masih berbincang. Membicarakan banyak hal dan juga kenangan selama saling mengenal satu sama lain.

"Aku sangat bersyukur Sakura-chan dan Neji-niisan sekarang hubungannya menjadi lebih baik, apalagi mendapatkan si kecil ini."

Tersenyum , Sakura menganggukkan kepala. Tidak menyangka, kalau ia akan mengandung secepat ini. Padahal teman-temannya lah yang terlebih dahulu menikah, tetapi mereka memang masih belum menginginkan untuk memiliki anak di waktu dekat ini.

"Aku merasa lebih dekat dengan Neji ketika mengetahui kehadirannya, ada rasa yang tidak bisa kudeskripsikan dengan mudah untuk mengatakannya, tetapi itu sangat luar biasa berpengaruh kepadaku sekarang ini." Terdiam sejenak, Sakura mengelus perutnya, melihat Hinata yang kembali tersenyum simpul. "Kakakmu, adalah laki-laki yang sangat luar biasa, Hinata."

Menggumam sambil menganggukkan kepala, Hinata kembali berucap, "Neji-niisan memang seperti itu, walau dahulu kehidupannya agak menyesakkan, tetapi dia berusaha menjadi lebih baik lagi. Dia mengajariku banyak hal, Sakura-chan. Dia juga selalu menjaga kami, mengedepankan kami, padahal dia sempat membenci takdirnya sebagai bunke. Ya, dia sangat luar biasa."

Menghirup napas, Sakura menatap mata khas Hyuuga yang dimiliki Hinata, yang adalah ciri khas dari klan mereka.

"Sakura-chan, tahu tidak. Saat rumor lamaran kalian tersebar kepada Klan, aku dan Naruto-kun adalah orang yang paling berbahagia. Saat itu kami percaya, bahwa Neji-niisan adalah laki-laki yang akan membuat Sakura-chan mendapatkan kebahagian, walau semua itu tidak mudah." Kali ini, Hinata menggerakkan tangannya untuk mengusap dua kali perut Sakura, memberikan gestur bahwa kunci kebahagian Sakura dan Neji tengah berpusat kepada sosok yang sedang tumbuh di dalam rahim wanita berambut merah muda. "Dan doa kami, pun sekarang terkabulkan."

"Terimakasih, Hinata."

Tiba-tiba saja, suara ketukan pintu nyaring terdengar, itu adalah Ino yang benar-benar sudah tidak sabar untuk bertemu dengan sahabatnya. Naruto yang kebetulan baru selesai dari dapur dan meminjam kamar mandi pun membukakan pintu, mendapati si wanita Yamanaka yang langsung berlari masuk dan memeluk Sakura sambil meneriaki selamat kepadanya.

Riuh ruangan semakin terasa, apalagi sekarang Ino tengah mengomel karena mengetahui kekeraskepalaan Sakura yang sebelumnya tidak mau ia periksa, juga keheranan bagaimana Sakura yang adalah iryounin terhebat bisa tidak menyadari kehamilannya.

Wanita Hyuuga itu tertawa kecil, sekarang rasa resahnya telah menghilang karena kehadiran orang-orang yang berarti di dalam hidupnya. Memang untuk menghilangkan rasa cintanya kepada Sasuke, dan menggantikan kepada Neji tidaklah mungkin. Maka dari itu, Sakura memutuskan untuk menyimpan perasaannya terhadap Sasuke, laki-laki yang adalah cinta pertama Sakura. Sedangkan untuk Neji dan buah hatinya, ia akan memberikan tempat tersendiri di relungnya.

.

.

.

Sai dan Neji tengah berada di benteng Suna dan mengawasi sekitar, lukisan hewan Sai beberapa kali kembali dan laki-laki Yamanaka itu mengatakan semuanya aman terkendali. Kalau dipikir-pikir, sudah satu minggu lebih semenjak tiga orang dari tim Arashi tertangkap dan sedang diselidiki sang Kazekage, dan mereka masih belum menemukan serangan balasan dari kelompok pemberontak itu.

Padahal seharusnya mereka pasti mengetahui bahwa ninja Konoha yang terlibat pasti adalah sekutu dari Sunagakure, tetapi keadaan terlalu senyap untuk desa yang sedang ditimpah permasalahan seperti ini.

"Mereka pasti merencanakan serangan besar-besaran," bisik Neji, menatap padang pasir luas yang berada di depan matanya.

"Alat modifikasi ninja tersebut belum sempurna, membutuhkan persiapan matang untuk bisa melengserkan kepemimpinan Kazekage Gaara." Sai menimpali, mendongakkan kepala ketika jurus lukisan elangnya kembali.

"Dan kita masih belum bisa memprediksi apa yang akan terjadi di waktu dekat ini, serangan kecil untuk sekarang tidak akan terlalu berpengaruh karena keberadaan ninja Konoha yang membantu." Neji menghela napas setelahnya, mereka kembali kepada tugas masing-masing untuk menjaga di benteng Suna.

Memikirkan Sakura, Neji mengerutkan alis sambil menggunakan byakugan untuk melihat apa yang tengah terjadi di radius lima kilo meter dari benteng. Istrinya tengah hamil dan saat ini keadaan desa juga sedang tidak terlalu terkendali. Ia jelas khawatir, tetapi memulangkan Sakura pun sama berisiko baginya, ia tidak mungkin membiarkan Sakura pulang dengan ninja Suna tanpa dirinya, sementara itu ia masih harus berada di desa ini untuk melanjutkan misi.

Apalagi permasalah antidot akan lebih efisien jika Sakura yang turun tangan langsung, alhasil istrinya pun tidak bisa kembali ke Konoha karena misi mereka tidak bisa dikesampingkan.

Semoga saja, Sakura dan bayinya akan baik-baik saja.

.

.

.

Tamat

.

.

.

.

Bohong deng, Bersambung hehe

.

.

.

Erza Note:

Halooo, kembali seperti jadwal, Cold Heart up kalau gak Kamis maka jumat heheheh.

Insya Allah, besok Erza harus oprasi, maka dari itu Erza up sekarang mumpung chap ini telah selesai dari beberapa hari lalu.

Minta doanya semoga Erza lekas sembuh, setelah sebulan kontrol penyakit sebelum oprasi. Masih panjang perjuangan hiks.

Ok, deh. Jangan lupa komentar dan vote yang akan membuat Erza semangat nantinya.

Salam sayang dari istri Itachikoi,

zhaErza.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top