12. Sakura Sakit

Cold Heart

Story © zhaErza

Naruto © Masashi Kishimoto

.

.

.

Chapter 12

Sakura Sakit

.

.

.

Berada di dalam tenda, dan beristirahat selama beberapa jam, Sakura akhirnya merasa lebih baik. Kepalanya sudah tidak berputar lagi, tetapi ia masih merasakan lemas, mungkin karena belum mengisi perut padahal sudah siang hari. Mendudukkan diri, ia pun menatap sekitar. Pakaiannya sudah diganti—mungkin tadi Ino yang melakukannya, dengan Kimono merah marun. Mengehela napas, ia merasa agak kedinginan, jadi memutuskan memakai sweeter hijaunya.

Saat keluar dari kamar, ia menatap Temujin berada di ruangan tenda dan sedang meletakkan makanan bersama seorang bibi yang tidak Sakura kenal. Langsung saja ia tersenyum dan menganggukkan kepala memberi salam.

"Sakura, kau sudah lebih baik? Bibi telah membuatkan bubur dan sup, apakah ini cukup untuk mengisi tenagamu?"

"Astaga, Temujin. Tidak perlu repot-repot begini, lagi pula aku juga syukurnya telah lebih baik. Dan Bibi, maaf merepotkanmu." Sakura menatap canggung, ia melihat Temuji hanya tersenyum tipis dan menyerukan agar dirinya cepat menghabiskan sup ini selagi hangat.

Mendudukkan diri, sekarang mereka hanya berdua.

"Kau tidak makan?"

"Aku sudah tadi bersama yang lain, mereka terus sibuk, dan Ino juga masih mengurusi anak-anak bersama Tenten dan Hinata."

Wanita berambut merah muda itu mengangguk, kemudian mulai menyendokkan supnya, wajahnya langsung berubah menjadi meringis. Sakura mendengar dengusan tawa Temujin, dan sekarang dia mengernyitkan alis.

"Itu sup dengan campuran obat herbal, biasanya kalau salah satu keluarga kelelahan maka dengan menyantap itu akan menjadi lebih baik. Memang agak aneh, tapi berkhasiat." Melihat sebelah alis Sakura naik, Temujin pun paham dengan isi kepala Sakura. "Ah, Bu Dokter sekali-kali harus mencoba ramuan berkhasiat desa kami ini."

Sekarang Sakura tertawa, ia tidak menyangka Temujin memahami sesuatu yang dipikirkannya. Dan mulailah penderitaan Sakura untuk menyantap sup dengan herbal itu, Temujin juga memberikan makanan yang Sakura tidak tahu apa, tetapi sepertinya berbahan telur dan madu. Seperti berbentuk puding dan rasanya cukup menggoyang lidah. Ia pun merasakan lebih baik setelah mengisi perutnya.

Setelah menyantap hidangan, Sakura mengehela napas dan mengucapkan terimakasih atas makanan yang telah disajikan, seekor musang berbulu emas tiba-tiba saja masuk dan langsung naik ke pangkuan Temujin. Melihat laki-laki itu mengelus tubuh musang membuat Sakura menjadi gemas, tangannya pun ia gerakkan, tetapi kemudian dihentikan oleh Temujin.

"Dia agak galak dengan orang yang belum dikenalnya, bahkan Kakek selalu dimusuhinya, Sakura. Hati-hati, kau bisa digigit."

"Benarkah? Namun, aku akan tetap mencoba." Dan berhasil, Sakura menyentuh kepala musang dan mengelus bulunya. Ia pun tetawa kecil, hal ini tentu saja menjadi sesuatu yang menarik bagi Temujin.

"Dulu aku juga cukup akrab dengan ... em, mungkin ibunya? Lalu, siapa nama musang ini, Temujin?"

"Kise, namanya Kise. Bulunya lebih terang daripada musang emas lainnya, bahkan ibunya dan juga neneknya dahulu. Kelihatannya di menyukaimu, Sakura." Terlihat musang itu melompat kepelukan Sakura, dan naik ke bahu mengelilingi leher Sakura seperti syal. Tentu saja karena merasakan geli di lehernya membuat Sakura tertawa, ia pun mengatakan bahwa musang emas ini benar-benar menggemaskan.

Menurunkan musang, sekarang Kise kembali ke pangkuan Temujin, sebelum melompat lagi ke pangkuannya.

Tirai terbuka, Neji berjalan masuk bersama Tenten dengan membawa dua baki. Sakura menatap laki-laki Hyuuga itu dan tersenyum, begitu pula dengan Tenten.

"Neji, kau sudah kembali? Kemarilah kalian."

Neji dan Tenten mendekat, kemudian mendudukkan diri di dekat Sakura. Menatap wanita itu yang memang wajahnya masih cukup pucat dan agak berkeringat sekarang, pakaian yang dikenakan pun menjadi lebih tebal, kimono merah berlapis sweeter hijau. Cuaca memang tidak sedang panas, malah cenderung mendung, tetapi mungkin saja sekarang Sakura kepanasan.

"Bagiamana keadaanmu?" menggelengkan kepala, Sakura tersenyum, ia menatap wajah Neji yang datar, tetapi terlihat jelas nada kekhawatiran di suaranya.

"Sudah lebih baik, Neji." Sekarang musang kembali dielus Sakura, ia menatapnya dan mencubit gemas hidung Kise.

"Baik apanya? Kau tadi muntah, Sakura." Temujin menimpali, membuat Neji langsung mengerutkan alisnya dan menatap Sakura. Yang ditatap malam terkejut dan balik memelototi Temujin.

"Itu karena sup herbal yang rasanya aneh sekali, aku sampai merinding mengingat rasanya." Sakura menjelaskan dengan masih memelototi Temujin, wajahnya meminta agar Neji dan Tenten percaya.

Mengetahui hal itu, Neji mengehela napasnya, ia kemudian menggerakkan sebelah tangannya dan menyentuh pipi Sakura. Membawa wajah wanita itu agar menatapnya, memeriksa suhu tubuh dengan mengusap leher beberapa kali. Memang tidak terdeteksi panas, tetapi jelas bahwa wajah yang pucat dengan keringat agak tak wajah menandakan Sakura tidak enak badan.

"Apa masih mual? Yakin sudah lebih baik? Aku akan panggilkan Ino kalau kau mau."

Menggelengkan kepala, Sakura tersenyum, walau Neji tetap menatapnya dengan sorot khawatir dan alis berkerut.

"Sudah tidak apa-apa, Temujin saja yang berlebihan. Aku yakin kalau kau memakan sup herbal itu pasti juga mual." Sakura menggenggam tangan Neji dan menepuk-nepuk bahu laki-laki itu, mengisyaratkan bahwa sang Suami tidak usah terlalu memikirkan hal ini karena ia sudah merasa pulih.

"Baiklah, setelah ini sebaiknya kau beristirahat. Kami akan membantu Ino untuk mengurus anak-anak dan orang tua yang masih dalam masa pemulihan, sementara kau beristirahatlah." Dua kali, Neji menghimbau agar Sakura merihatkan diri. Tentu saja karena ia tahu bagaimana keras kepalanya Sakura, apalagi jika sudah berurusan dengan pasiennya, semoga saja kali ini istrinya itu mau untuk melakukan apa yang sudah ia ucapkan.

"Eh, iya. Bagaimana keadaan mereka? Mungkin nanti aku akan—"

"Sakura, kami yang akan mengurus, mengerti?" Neji mengatakan hal itu sambil menepuk kepala Sakura dengan telapak tangan, kemudian sang Lelaki Hyuuga mengambil sendok dan menyantap bubur yang tadi seharusnya dibuat untuk Sakura. Namun, karena sayang, apalagi dirinya memang belum makan, ia pun menyantapnya.

Menggembungkan pipi, Sakura akhirnya hanya bisa mengehela napas dan menyesap teh yang tadi dihidangkan Temujin.

Duduk di kepala meja, Temujin memperhatikan interaksi antara Sakura dan Neji, yang terlihat terlalu dekat? Kalau Sakura, memang seramah itu kepada siapa pun, tetapi sang Ketua tim ini, tidakkah terlihat aneh jika terlalu dekat dengan seorang gadis?

.

.

.

Sore harinya Temujin memutuskan untuk pergi ke padang sabana, menemui Sai, Lee dan Hinata yang sedang berjaga di sana. Laki-laki yang adalah wakil ketua itu menghampirinya dan mengatakan bahwa tidak ada musuh yang datang atau mendekat. Penglihatan Byakugan Hinata pun tak menemui sesuatu yang mencurigakan menghampiri wilayah ini.

Jadi, mereka memutuskan untuk membuat perangkap saja. Menggunakan alat ninja dan meninggalkan beberapa bayangan Sai untuk berjaga-jaga di tempat ini agar mereka bisa kembali dan beristirahat, apalagi sudah nyaris menjelang malam.

Ketika matahari sudah terbenam, Hinata dan Lee disarankan untuk kembali lebih dahulu, sedang Sai dan Temujin akan menyusul beberapa saat lagi. Mereka pun mengganggukkan kepala dan langsung menuju tempat yang dijadikan perkemahan, mendapati para rekannya sedang duduk di depan api unggun berkursi batang pohon tumbang, Hinata dan Lee pun mendekat.

"Ah, Hinata? Bagaimana dengan situasi sabana?" Naruto bertanya, bergeser dan memberikan tempat duduk untuk istrinya itu.

"Situasi terkendali, Naruto-kun. Sai-kun menyuruh kami untuk kembali lebih dulu, sedangkan mereka tetap tinggal karena ingin memeriksa sekali lagi."

Neji bersidekap dan menganggukkan kepalanya, dengan kedatangan dua orang rekan lagi maka keadaan sekarang pun menjadi lebih meriah. Sengaja Ino dan Naruto menyalakan api unggun dengan jarak agak jauh dari tenda para korban keracunan agar kebisingan mereka tidak terdengar sampai ke sana, mungkin jaraknya sekitar enam meter dari tenda mereka.

Mereka membakar ubi, jagung dan juga jamur, sebenarnya Tenten dan Ino menginginkan ikan, tetapi sayang sungai dan danau sedang tercemar racun. Mungkin akan bersih sendirinya setelah seminggu lebih.

"Ini, Hinata. Jagungnya masih panas, hati-hati." Naruto memberikannya, membantu Hinata untuk meniup sebelum diberikan kepada wanita berponi itu. Mendapati perhatian sang Suami, Hinata pun menjadi memerah malu. Kontan saja Ino langsung bersiul untuk menggoda pasangan itu, sebelum dilerai oleh dehaman Tenten.

"Haa, jadi kangen dengan Sai-kun." Ino mendesah pasrah karena ketidakhadiran sang Suami.

"Jangan berlebihan, kalian bahkan hanya tidak berjumpa selama beberapa jam." Memutar bola mata, Tenten pun memakan ubinya dengan wajah malas karena mendengar ucapan Ino.

Mendengar suara ribut-ribut dari luar, apalagi tawa Ino yang melengking, membuat Sakura tersentak dari tidurnya, wanita itu pun mendudukkan diri dan mengucek mata, mendapati dirinya sendirian di kamar dari tenda ini. Mengambil sweeter hijau yang terlipat rapi—sepertinya Neji yang melakukan hal itu—ia pun memakainya, kemudian mencari sepatu. Setelah menemukan dan sekarang telah terpasang di kaki, Sakura melangkah keluar dari tenda tempat mereka beristirahat. Dari padangan mata yang masih agak mengantuk saja, Sakura bisa menyaksikan pedar nyala oranye dari api unggun yang dikelilingi oleh teman-temannya. Tidak adil, berani sekali mereka bersenang-senang tanpa mengajak dirinya. Sekarang rasa kantuk pun hilang, dengan bibir cemberut ia melangkah mendekat.

Mendapati Sakura berada di luar ruangan, Neji mengerutkan alisnya dan menatap sosok sang Istri yang sekarang terlihat masih cemberut.

"Kenapa tidak membangunkanku, Ino?" wanita merah muda itu berkacak pinggang, tampilannya yang paling mencolok karena pakaiannya itu.

Mendengar nada kesal Sakura, Ino hanya bisa terkekeh kecil, wanita Yamanaka itu menatap sahabatnya polos, kemudian berseru, "Kau harusnya memarahi Neji, Jidat. Dia yang sekamar denganmu atau karena masih lelah kau jadi melupakannya? Ahahah." Sekarang tiba-tiba saja wajah Sakura memerah, sialan Ino, wanita itu tidak habis-habisnya menggoda.

Mencoba tidak memperpanjang perdebatan antara Ino dan Sakura yang akan terjadi, Neji pun bersuara, "Apa yang kaulakukan di sini, Sakura?" menatap sang Istri di sebelahnya, mendapati wanita itu menoleh dan kembali mengerucutkan bibir. Bukannya menjawab, Sakura malah menyuruh Neji bergeser, mau tidak mau Neji pun melakukannya karena Sakura sudah memukuli lengannya karena terlalu keras kepala ingin bergabung bersama mereka.

"Aku hanya menginginkan udara segar, di dalam terasa sumpek."

"Namun, ini sudah malam, Sakura. Suhu yang menurun tidak baik untuk dirimu yang sedang tidak sehat," ujar Neji memperhatikan wajah Sakura yang sekarang mengerutkan alis dan ingin mendebatnya juga.

"Aku baik-baik saja, lagi pula aku memakai sweeter dan aku juga hanya kelelahan—"

"Ohh, kelelahan! Astaga ternyata dan tidak kusangka kalian sampai sejauh itu di tempat seperti ini, panas sekali, panas!"

Jengkel setengah mati, Sakura meneriaki Ino, melempar gadis itu dengan batu kecil yang ditemukannya di dekat kaki, walau tentu saja wanita berambut pirang panjang indah itu menghindar dan masih cekikikan bersama Naruto. Sakura memelototi manta rekan tim tujuh yang kelihatannya tidak paham dan malah terus tertawa membahana.

"Aku bersumpah akan mencekik kalian, Ino, Naruto," ucapnya dengan nada dalam.

Mengehela napas, Neji hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala karena melihat kelakuan rekan-rekan dan istrinya sendiri. Walau begitu, ia tentu juga terhibur dengan berbagai ekspresi yang ditampilkan Sakura, mulai dari kesal, memerah, tersenyum dan juga tertawa ketika Naruto membuat lelucon yang sebenarnya tidak lucu, tetapi menjadi lucu karena mendapatkan lemparan Sakura dengan cawan besi.

Beberapa saat setelahnya, tibalah Sai dan Temujin, mereka pun langsung bergabung ketika Naruto memanggil dengan riang. Memberikan dua orang lelaki itu teh hangat, Ino langsung menarik Sai dan memeluknya erat, dan membuat Sakura langsung pura-pura menguap bosan.

"Dasar pengiri," Ucap Ino sinis.

"Ino benar, Jelek. Kalau kau mau bisa melakukan sekarang juga deng—"

"Diam kau, Sai. Kau tak ingin mulutmu kusumpal dengan bara panas ini 'kan?"

Seekor musang berlari dan langsung menghampiri Temuji yang sudah melepaskan helm besinya, laki-laki itu tersenyum ketika mendapati musang berbulu emas itu naik ke pangkuannya dan langsung saja mereka yang menyaksikan menjadi gemas. Sakura pun menatap dengan berbinar, menggerakkan tangan dan menyentuh kepala Kise dengan tawa kecil. Hal ini disaksikan yang lain, Ino pun mencoba melakukan hal yang sama, tetapi malah mendapatkan geraman dari si musang yang menunjukkan taringnya.

"Ah, hati-hati, dia tidak terlalu suka dengan orang baru." Temujin memperingati, tetapi dengan keras kepala sekarang Naruto malah mendekat, kemudian secara tiba-tiba si musang berpindah ke pangkuan Sakura, wanita itu langsung saja memeluknya gemas.

"Sakura-chan, Sakura-chan, berikan musang itu kepadaku. Aku akan membawanya untuk Hinata, kau pasti suka, Hinata."

Wanita Uzumaki itu hanya tertawa kecil, kemudian menganggukkan kepala, menatap suaminya yang sangat antusias.

Belum sempat tangan Naruto menyentuh Kise, laki-laki yang di dalam tubuhnya berdiam Biju Rubah berekor sembilan itu mendapatkan gigitan di jari, kontan saja Naruto terkejut dan mengaduh. Menarik tangannya hingga mengeluarkan darah.

"Arrgg, aduh. Dasar, sama saja seperti ibumu dulu!" Naruto menghardik, sebelum memelototi si musang, tiba-tiba saja Kise mendesis, hingga menampakkan giginya dan langsung meloncat ke wajah Naruto dan menggigit pipi berkumis kucing itu, Kise pun menggelantung di tubuh Naruto. Membuat lelaki maniak ramen itu terdiam syok, dan mereka semua tertawa. "Arrgg, sakit! Sakit! Sakit!"

"Kise, jangan seperti itu." Temujin memperingati, membantu Naruto untuk melepaskannya, tetapi ternyata tidak mudah, hingga akhirnya darah sang Uzumaki pun menyucur cukup banyak.

Kontan Hinata langsung menghampiri suaminya dan membendung darah dari pipi Naruto yang agak robek dengan saputangan wanita itu. Tatapan matanya memancarakan kekhawtiran, sedang Sakura dan Ino masih tetawa sampai perut mereka sakit.

"Dasar, kau ini. Kemarilah biar aku sembuhkan," ujar Sakura dan Naruto pun menjongkokkan tubuh, telapak tangan Sakura mendekati pipi laki-laki itu dan mengeluarkan pedar hijau, langsung saja luka Naruto tersembuhkan. "Sudah selesai, lain kali jangan sembarangan bertindak, Naruto. Kau ini."

"Astaga, perutku sakit sekali. Hati-hati kena rabies kau, Naruto." Ino menimpali.

"Jika kau sembarangan terus, kau bisa mati kapan saja, Naruto. Kasihan Hinata nantinya." Sekarang Sakura bersidekap, sudah seperti seorang ibu yang menasihat anak nakalnya. Sakura memang selalu seperti itu, dan Naruto hanya bisa pasrah sambil menganggukkan kepala berkali-kali.

"Iya, iyaahh!" perkataan Naruto yang terkesan main-main membuat Sakura kesal, dan langsung saja wanita itu menjewer telinga si Uzumaki.

"Jawabnya yang benar, kau ini."

"Arrggg, maaf, Sakura-chan. Ampunnn!"

Melihat itu Hinata dan Neji hanya mengembuskan napas dan tersenyum, Sakura dan Naruto memang sudah seperti saudara, Sakura adalah seorang kakak yang selalu mengkhawatirkan Naruto, dan laki-laki itu adalah adik yang akan selalu melindungi Sakura.

Mengembuskan napas, Sakura memejamkan mata dan mengusap tengah dada.

"Lama-lama aku terkena penyakit darah tinggi."

Temujin tersenyum, duduk di batang pohon terpisah, tetapi cukup dekat dengan Sakura. Laki-laki itu bertanya, kenapa Sakura berada di luar padahal sudah malam? Tentu karena Sakura memang masih dalam kondisi tak sehat, apalagi wajah wanita itu memang terlihat masih agak pucat, terutama di bagian bibir walau pipinya kemerahan karena cahaya api yang membara.

Menjawabnya karena merasa membutuhkan udara segar, Sakura pun tersenyum.

Laki-laki itu mengertukan alis, menggerakkan tangan ketika Sakura menggosok kedua telapak karena merasakan sengatan dingin. Temujin menggenggam ujung tangan Sakura, membuat si merah muda langsung menolehkan wajah karena sengatan hangat yang tiba-tiba dirasakan.

"Tanganmu dingin, sebaiknya kau segera masuk, Sakura." Melepaskan tangannya dari genggaman tangan Temujin, Sakura tersenyum canggung.

"Tidak apa, Temujin. Aku masih ingin di sini sebentar lagi."

Berhadapan dengan Sakura, Sai memperhatikan Temujin yang masih menatap Sakura, laki-laki berambut pirang panjang itu terlihat mengangguk sebelum berkata agar Sakura jangan memaksakan diri. Di samping Sakura, Neji hanya diam saja dan menyesab teh yang telah kembali diisi oleh Tenten. Laki-laki Hyuuga itu memang berwajah datar, tetapi Sai sadar ada gejolak tidak mengenakkan yang tergambar dari pantulan pupil mutiara itu. Senyuman tipis Sai membuat Ino memiringkan wajah tidak mengerti.

Sama seperti Sai, Hinata pun mendapati hal yang sama, entah kenapa di sini ia merasakan kalau Temujin memiliki ketertarikan terhadap kakak ipar sepupunya itu. Apalagi mereka memang tidak pernah menjelaskan mengenai status pernikahan satu sama lain secara gamlang, tetapi akan tidak sopan juga jika dirinya tiba-tiba memberitahu hal ini kepada Temujin.

Tidak seperti Naruto yang terang-terangan pernah mengtakan bahawa Hinata adalah istri laki-laki itu, apalagi si maniak ramen juga sering memeluk atau kadang menaruh tangan di bahunya seperti sekarang karena sadar mungkin dirinya mulai merasa dingin. Kakak sepupunya itu tidak menunjukkan kedekatan secara terang-terangan, mungkin perhatian kepada Sakura cukup bisa dibaca olehnya, tetapi ia yakin orang lain pasti tidak akan tahu jika Neji sedang mencoba mendekatkan diri kepada Sakura.

Menghela napas, ia pun mahfum dengan hal ini. Rata-rata orang Hyuuga memang kaku, bahkan terhadap keluarga mereka.

Meneguk sisa terakhir tehnya, Neji pun mulai menegur Sakura.

"Sebaiknya kau beristirahat, Sakura. Ini sudah lebih dari cukup, bukan?" laki-laki itu menaruh cangkir di samping tubuh di atas batang pohon tumbang yang dijadikan tempat untuk mereka duduk. Tentu sekarang Sakura tersentak karena mendengar Neji kembali membahas hal ini.

"Tapi, aku ingin—"

"Sakura, ayo kita beristirahat," ujar Neji dan sekarang laki-laki itu berdiri dengan menatap Sakura, tentu saja alis merah muda itu mengerut tidak menyetujui perkataan suaminya.

Siulan terdengar, kali ini Sai yang melakukannya, langsung saja Ino paham dan menyahuti. Naruto pun tergelak kembali, sedangkan Tenten dan Lee terdiam mungkin karena merasa kasihan atau alasan lainnya.

"Tunggu apalagi, Jidat? Neji menginginkanmu, kau harus melayaninya sampai puas." Ino memegang perut saking terbahaknya karena menatap wajah konyol Sakura yang kontan langsung memerah dengan geraman.

"Ino Babi!"

Menghela napas, Neji pun menyela sebelum Sakura kembali mengomel.

"Para kunoichi sebaiknya juga beristirahat, besok kita masih bertugas jaga dan sebagian kelompok akan memeriksa lokasi musuh. Yang laki-laki tetaplah di sini, aku akan mendiskusikan sesuatu, permisi."

Menahan diri untuk tidak kembali terpancing, Sakura pun merapikan pakaiannya dan berdiri, melangkah di samping Neji sebelum tubuhnya tiba-tiba lemas. Entah kenapa kepalanya berputra sekarang, langsung saja Neji menangkapnya, terkejut karena menatap Sakura yang memejamkan mata.

"Sakura?" ia berucap panik, berjongkok dan menjadikan sebelah paha sebagai tumpuan tubuh Sakura, sebelah tangannya mengusap dahi wanita itu, dan menepuk-nepuk pelan di bagian pipi.

Menarik napas, kelopak mata Sakura terbuka, menatap Neji yang menyorotinya dengan wajah berkerut dan kekhawatiran yang jelas terlihat. Mencoba membangkitkan tubuh, ia merasa tak sanggup, Neji dengan sigap pun membantu dan menjadikan lengan sebagai sandaran Sakura.

"Maaf, tiba-tiba pandanganku berputar dan buram." Ino mendekat, menatap wajah pucat Sakura. Telapak tangan wanita berambut pirang itu memegang dahi si merah muda, kemudian Ino mengatakan bahwa Sakura tidak demam.

"Aku rasa ini memang bukan demam," ucap Ino, menatap Neji.

"Apa, apa karena pengaruh gelang segel ini." Menyentuh pergelangan Sakura, Neji menujukkannya kepada Ino, membuat sang Wanita langsung melotot tidak percaya.

"Apa maksudmu, Neji?" Ino terbelalak kaget.

"Neji-niisan," bisik Hinata, wanita Uzumaki itu menghela napas karena baru mengetahui bahwa gelang yang ada di tangan Sakura adalah sebuah segel. Pantas saja aliran cakra Sakura terlihat tidak seperti biasanya.

"Sudahlah, Neji. Aku tidak apa-apa, saat mengobati Naruto aku juga membutuhkan waktu tiga hari untuk istirahat. Namun, sekarang aku agak membangkang dan merasakan akibatnya." Sakura tertawa lirih, menatap Neji yang menunjukkan sorot mata meminta maaf.

Mengerti dengan kemauan Sakura, Neji pun menggendong istirnya itu. Menyerukan sekali lagi agar yang lain juga beristirahat, sedangkan dirinya sendiri akan mengantar Sakura sebentar.

Masuk ke tenda, Neji pun meletakkan tubuh Sakura telentang di atas futon, kemudian membuka sepatu wanita itu. Ia mendekat, dan duduk memperhatikan Sakura, sebelah tangannya kembali mengelus dahi gadis itu untuk menghalau rambut agar tidak terkena mata yang sesekali berkedip sayu. Mengambil selimut, ia pun menyelimuti dan merapikannya.

"Tidurlah," bisik lelaki itu, sekarang nyaris menidurkan diri di samping Sakura, hanya menggunakan siku untuk menahan bobot tubuh dengan miring mengehadap sang istri.

"Kepalaku masih pusing," bisik wanita itu. Sekali lagi, telapak tangan Neji mengusap bagian dahi hingga pelipis, dan mengurutnya perlahan.

"Aku akan merileksasikan syarafmu." Suara Neji sama pelannya dengan Sakura, wanita itu mengerutkan alis karena tidak terlalu paham dengan maksudnya.

"Bagiamana?"

Tersenyum tipis, Neji berkata sambil menggerakkan telunjuknya menuju tengah dahi Sakura.

"Seperti ini," ujarnya pelan. Dengan sentuhan di dahi itu, Sakura langsung terpejam dan tertidur, sementara Neji menghela napasnya. Ia pun memasukkan kedua tangan istrinya ke selimut, kemudian mendekatkan wajah, mengecup pelan dahi tersebut, kemudian bagian mata dan ujung hidung.

Beberapa saat, menemani Sakura, Neji memutuskan kembali ke luar. Alangkah terkejutnya ia melihat bahwa para kunoichi masih duduk di sana dan terlihat menunggu. Neji langsung berjalan mendekat, menatap ketiga orang itu dan bertanya tentang kehadiran mereka. Ino lah yang terlebih dahulu menyahuti, mana bisa tidur tenang mereka jika Sakura keadaannya memburuk lagi, dan apa pula maksud gelang segel yang dikatakan Neji tadi?

"Sakura telah tidur, aku sudah menenangkan syarafnya, dengan Byakugan juga tidak terdeteksi hal aneh dan ini murni karena kelelahan dan pemulihan Sakura yang cukup lambat karena selalu memaksakan diri. Dan sekarang sebaiknya kalian pun beristirahat, Ino, Hinata-sama dan Tenten."

Sejak tadi Temujin terus saja diam, mengetahui fakta yang membuat dirinya merasa teramat bodoh. Tentulah hal ini tidak aneh, mengingat mereka berpasangan untuk menjalankan misi, seperti Naruto dan Hinata, Sai dan Ino, mungkin yang bukan pasangan adalah Tenten dan Lee. Dan sekarang jelas sudah kenapa orang seperti Neji yang kaku ini begitu terlihat lembut kepada Sakura, teramat perhatian dan dibiarkan si merah muda untuk menyentuhnya.

Setelah kepergian para kunoichi, mereka pun membicarakan mengenai bala bantuan yang akan datang lusa. Tim yang akan dipimpin Shikamaru, bersama Chouji, Shino dan Kiba, juga dua orang ninja medis yang terpilih.

"Lusa, di pagi hari kita akan langsung menuju Sunagakure untuk melaksanakan misi utama kita. Lee dan Naruto, kalian berjaga di wilayah ini. Temujin-san, kau bisa beristirahat karena tadi baru saja kembali, sedangkan aku dan Sai akan berjaga di luar wilayah."

.

.

.

Bersambung

Erza Note:

Halo, ada yang merindukan Cold Heart?

Erza up nih, khusus malam minggu heheh.

Ok, chap ini Neji udah buat Hinata dan Ino terkejut prihal gelang segel itu. Hinata pun gak tahu ya, Say mengenai gelang tersebut.

Dan yup, Temujin ada rasa sama Sakura, sebelum dia akhirnya tahu kalau Neji dan Sakura memiliki hubungan.

Em, chapter depan, perjalanan menuju Sunagakure, apakah Babang Gaara sudah ada di chapter depan? Kita lihat jumat nanti hehe.

Mulmed itu fanart Sakura semi realistis yang Erza buat beberapa tahun lalu,  waktu belajar XD jadi kaku.  :")

Sialan lu yukkk, rebut aja semua cogan vedevah lu emang. :"( untung lakik gue gak lu ambil juga. Nih, update eh gue juga nungguin ff nejisaku eluuuu. KireiApple19

Salam sayang dari istrinya Itachi,

zhaErza.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top