11. Temujin dan Desa Karavan
Cold Heart
Story © zhaErza
Naruto © Masashi Kishimoto
.
.
.
Chapter XI
Temujin dan Desa Karavan
.
.
.
Beberapa desa telah mereka lewati, hari kedua di perjalanan menuju Sunagakure. Seperti penjelasan Neji, ketika pagi dan siang hari mereka akan beristirahat sejenak untuk mengisi tenaga dan perut. Di bawah pohon di dekat aliran sungai, mereka memakan perbekalan yang sempat dibeli ketika menyinggahi desa. Selama satu jam lebih beristrahat, dan setelahnya kembali melanjutkan perjalanan hingga sore.
Ketika matahari terlah berubah semakin oranye, Neji dan yang lainnya memutuskan untuk mendatangi desa kecil yang ada di daerah Negeri Rumput. Di pusat desa, mereka bisa melihat para penduduk yang berhilir mudik, toko-toko di sepanjang jalan, rumah makan ramen, udon dan lainnya. Naruto langsung berhenti di rumah makan ramen, menatapnya dengan pandangan berbinar-binar sebelum ditarik oleh Hinata karena mereka tertinggal jauh.
Sepertinya desa ini memang tempat yang sering digunakan para pengembara untuk bersinggah, terlihat juga dengan banyaknya penginapan di sepanjang jalan di pusat desa.
Lampu-lampu jalan mulai dihidupkan, beberapa penginapan dihiasi lampu-lampu kecil bewarna warni, banyak gadis-gadis berpakaian minim yang berhilir mudik, menggoda para pria atau siapa saja agar memasuki tempat tersebut, melihat hal itu Naruto dibuat merinding, ketika tanpa direncanakan ada sosok yang menatap dan memberinya kedipan mata juga kecupan jarak jauh. Menyadari hal itu, Hinata langsung menyoroti sang Wanita penghibur dengan tatapan Byakugan-nya, tidak ada yang boleh menggangu Naruto.
Di samping Ino, Sai terus saja berjalan dengan senyuman di wajah, menikmati keramaian yang disajikan tempat ini. Ino dengan mesra menggandeng tangan Sai, mereka bahkan memimpin di depan dan seperti pasangan suami-istri yang baru saja merencanakan bulan madu mereka. Sakura berada di samping Neji, Tenten dan Lee berada di belakang mereka mereka.
"Neji-san, kau telah menemukan tempat yang cocok."
Mata putih laki-laki itu menatap sekeliling setelah mendengar suara Sai, kebanyakan adalah tempat yang menyajikan layanan plus-plus. Mengerutkan alis, dirinya pun memilih salah satunya dengan acak karena memang tidak terlalu berbeda dengan penginapan lainnya.
"Penginapan di sebelah toko oleh-oleh, 'Tsubaki'."
"Baiklah, ayo."
Mereka memasuki tempat itu, di bagian resepsionis terlihat wanita berkimono seksi dengan dada yang besar, wajah dipoles sekian rupa dan sanggulan kendur juga sengaja ditata agak berantakan. Bagi pria hidung belang, tentu saja wanita itu terlihat begitu sensual, tetapi tentu tidak dengan para ninja yang berkunjung ini. Sai bahkan ingin sekali mencaci dandanan itu dengan senyuman di wajahnya.
"Ah, selamat datang tuan-tuan dan para nona. Penginapan kami menyediakan banyak paket dari yang termurah hingga terlengkap dengan fasilitas memuaskan." Wanita itu mengeluarkan suara mendesah, dari mereka semua tidak ada yang menjawab, bahkan Sai dan Ino yang awalnya berada di bagian depan untuk memimpin tiba-tiba saja sudah berada di bagian belakang, tidak ingin memperpanjangn waktu, akhirnya Neji lah yang menjawab.
"Kami ingin pesan satu kamar yang bisa menampung delapan orang dengan lima buah futon, masing-masing untuk dua orang."
"Neji, apa tidak empat futon saja? Aku dan Tenten bisa tidur bersama dan kau bisa tidur bersama Lee." Sakura berbisik di dekat Neji, ketika membicarakan masalah keuangan mereka.
"Dengan memesan satu kamar juga telah menghemat biaya."
Tiba-tiba saja Ino sudah berdiri di samping Sakura dan menarik gadis itu ke sisinya, kemudian berbisik di telinganya.
"Jangan bercanda, bagaimana jika Neji ingin bercumbu denganmu secara diam-diam?" gadis itu terkikik kecil ketika mendapati wajah Sakura yang merah, kontan saja sekarang perut Ino dicubit Sakura.
"Jaga bicaramu, Babi."
Mendapatkan beberapa godaan, tetapi karena tidak dihiraukan akhirnya para wanita penghibur pun menyerah apalagi mereka juga telah mendapatkan pelanggan. Salah satu yang membimbing mereka kemudian membuka pintu dan menyerahkan kunci kepada Neji. Masih dengan senyuman dan sorot mengoda yang sama, sang Wanita pun berbicara untuk memberitahu bahwa dirinya bisa dipanggil kapan saja ketika mereka membutuhkan.
"Lalu, onsen ada di lantai bawah, apa kalian ingin memesan pemandian privat atau ingin yang biasa?"
"Apakah tempatnya terpisah untuk yang biasa?"
"Tentu saja tidak, Tampan. Kau memiliki rambut cokelat yang indah, walau matamu sangat aneh. Baiklah hanya itu saja? Aku juga harus kembali bekerja, sampai jumpa." Mengedipkan mata, sang Wanita berusia dua puluh tujuh itu melangkah kembali ke tempatnya.
"Onsennya campur, ya?" Sakura mengerutkan alis kecewa, mereka pun memasuki kamar penginapan setelah Neji membuka pintunya. Terlihat sebuah meja berkaki rendah di tengah-tengah ruangan, sebuah lemari untuk pakaian dan juga lemari untuk menaruh futon.
"Sepertinya tidak ada kesempatan untuk mandi di onsen, memesan secara privat pun akan sama saja hasilnya." Tenten berbicara.
"Kita sedang misi, jadi sebisa mungkin meminimalisir pengeluaran berlebih." Neji menjelaskan, laki-laki itu melepaskan jubahnya dan melipat, tubuhnya ia sandarkan di dinding, jendela kamar di atas kepalanya.
"Bilang saja kau memang pelit," hardik Ino, kemudian wanita itu menyadari bahu Sai.
"Mau bagaimana lagi, Neji yang akan memutuskan." Lee melepas tas bawaannya dan duduk di samping Naruto.
"Haa, aku ingin ramen, Hinata." Memutar bola matanya, Sakura pun hanya bisa mengeha napas melihat teman setimnya itu.
"Sudahlah, sebaiknya kita membersihkan diri dan kemudian memesan makanan." Neji pun melerai berbagai macam komentar yang dikeluarkan rekannya itu.
Membongkar tas ranselnya, Ino mengambil beberapa hal yang diperlukan, dia lalu menarik tangan Sai dan berjalan menuju kamar mandi. Tentu saja hal itu langsung dihentikan oleh Sakura, menatap tajam sang Wanita berambut pirang, sekarang Sakura berkacak pinggang.
"Hei, apa yang kaulakukan?"
"Tentu saja mandi, Jidat."
"Agar menghemat waktu, lebih baik para Kunoichi yang pertama dan bersama-sama, aku tidak yakin jika kalian yang masuk akan mandi dengan cepat."
Menggelengkan kepala dramatis, sekarang Ino mendekati Sakura.
"Dengar, jangan iri. Jika kau mau, kau bisa mandi bersama Neji setelah kami." Di samping Ino, Sai tengah tertawa kecil yang tentu saja membuat Sakura langsung kesal dengan wajah memerah.
Wanita Hyuuga itu langsung menarik tangan Ino, kemudian mengajak Hianta dan Tenten sekaligus. Karena memang jika tidak bersama-sama seperti ini, akan memakan waktu yang lama. Lebih dari satu jam, para wanita pun keluar dengan kimono tidur yang disediakan oleh penginapan. Di hadapan mereka, meja rendah yang diletakkan di tengah ruangan telah terisi makanan. Ternyata ketika para Kunoichi mandi, Neji sudah memesan makanan untuk santap malam mereka.
Menunggu para rekan lelaki, sekarang Sakura dan yang lainnya mengatur tempat sedemikian. Ada yang menyisir rambut dan mengeringkannya.
Tenten terlihat sedang membuka cepolannya dan mengucirnya menjadi dua seperti ekor kuda, sedangkan Hinata mengucir rendah rambutnya, begitu pula dengan Sakura. terlihat hanya Ino yang membiarkan rambutnya tergerai indah, beberapa saat setelahnya para lelaki keluar dengan memakai kimono yang sama dan mereka pun memulai santap malam.
Sempat berargumentasi dengan permasalahan pasangan tidur, akhirnya Sakura mengalah ketika mendapatkan teguran Neji. Sepertinya memang Sakura masih merasa sungkan harus tidur dengan laki-laki itu apalagi terus-terusan Ino menggodanya, begitu juga dengan Sai dan bahkan Naruto.
Lima futon telah digelar, masing-masing berpasangan, tetapi tidak dengan Lee dan Tenten. Menghela napas setelah lampu dipadamkan dan hanya menyisakan cahaya bulan dari jendela, Neji menatap langit-langit sambil menggunakan sebelah tangannya untuk mengusap anak rambut yang menutupi dahi. Terpampanglah segel Bunke di dahinya.
Mungkin karena lelah dan teguran Neji, mereka semua setuju untuk langsung tidur. Terdengar Naruto dan Lee yang sudah mendengkur keras, Hinata tidur telentang, sedangkan wajah Naruto berada di ceruk lehernya, memeluk wanita Uzumaki itu erat, sepertinya sudah terbiasa dengan tidurnya sang Suami yang cukup tak tenang. Berkebalikan dengan Sai dan Ino, terlihat wanita Yamanaka itu menjadikan suaminya sebagai sandaran penuh, seperti memeluk guling bahkan sudah nyaris menaiki tubuh laki-laki murah senyum itu.
Tenten agak terganggu dengan suara dengkuran Naruto, tetapi gadis itu memutuskan untuk tetap memejamkan mata, berbeda dengan Sakura yang langsung mendudukkan diri dan memijat kepalanya.
Neji juga ikut terbangun karena merasakan pergerakan Sakura, tetapi menunggu saja dalam pejaman mata, Neji merasakan kembali istrinya itu seperti keluar dari selimut, mungkin ingin ke kamar mandi.
Beberapa saat menunggu setelah mendengar suara pintu yang dibuka, Neji tak mendapati Sakura kembali, hingga kelopaknya pun berkedip. Mengerutkan alis dan mendudukkan diri, ia pun memutuskan untuk memeriksa si wanita merah muda itu. Baru saja berdiri, ia melihat siluet seseorang di balik gorden, sedang sendirian berada di balkon. Ia pun mendekat, dan membuak pintu, mendapati istrinya tengah menatap rembulan.
Sakura tentu terkejut, mendapati Neji memergoki dirinya yang tengah berdiri di balkon pada dini hari seperti ini. Namun, sang Suami tidak mengatakan apa pun, hanya berjalan dan ikut berdiri di sebelahnya.
"Aku ... aku mengagetkamu, ya?" Sakura menggaruk belakang lehernya, melihat Neji yang tidak menjawab dan hanya ikut menatap angkasa.
Mendengar laki-laki itu menghela napas, membuat Sakura menolehkan wajah dari sosok suaminya itu.
"Di sini dingin, Sakura. Apa kau baik-baik saja?"
Menolehkan wajah, Neji melihat Sakura tersenyum.
"Entahlah, hanya ingin saja. Tiba-tiba terbangun tadi, menurutku tidak terlalu dingin, pakaian ini kan lumayan tebal."
Neji menatap pakaian yang dipakai Sakura, yang tentu lebih kecil daripada kimono-nya. Ia melihat pipi wanita itu memerah, apalagi ini memang masih di musim semi dan sepertinya tadi juga turun hujan, tentulah suhu pun menurun. Menggerakkan sebelah tangan, ia meraih jemari Sakura dan menggenggamnya. Memeriksa suhu tubuh Sakura, dan benar saja karena tangan istrinya itu dingin.
"Kau kedinginan, dan maafkan aku jika kau terganggu karena harus tidur bersama-sama."
Salah tingkah, Sakura pun tertawa kecil.
"Tapi, aku benar-benar tidak kedinginan, Neji. Ah, jangan menyalahkan diri, memang benar kita harus menghemat pengeluaran, aku bahkan menyuhur hanya memakai empat futon." Sakura melihat Neji tersenyum kepadanya.
"Keras kepala," ucap Neji, dan tiba-tiba laki-laki itu mendekat, mengurung Sakura dengan tubuhnya juga pembatas balkon, menyatukan kedua tangan merkea masing-masing untuk menghangatkan Sakura.
Merasakan Neji sekarang berada di belakang tubuhnya, tentu membuat Sakura menjadi canggung, suasana pun tiba-tiba menghening, dan Sakura agak tersentak ketika ia merasakan dagu Neji berasandar di atas kepalanya. Mengangkat kembali dagunya, Neji terdengar mengehela napas.
"Hah, aku memang tidak cocok melakukan hal seperti ini," bisik lelaki itu dan terdengar nada agak kesal.
Sakura terkikik dikarenakan membayangkan wajah kesal Neji hanya karena hal seperti ini.
"Jadi, kau ingin terlihat gentle dan romantis, begitu?"
Membalikkan badan, Sakura pun tersenyum, mengalungkan kedua tangannya dan menatap mata Neji, wanita itu mendekatkan wajah sang Lelaki, ketika dahi mereka tersentuh, Sakura mengaduh kecil karena mendapati Neji menjedutkan dahi mereka. Bibir Sakura tentu saja langsung mengerucut.
"Jangan menggodaku lagi, Sakura." kedua alis Neji naik, menatap Sakura dengan pandangan lucu.
"Kau memang tidak cocok menjadi romantis, hahh ... maaf, ya. Aku hanya tidak ingin hubungan ini menjadi kaku dan membuatku tidak nyaman. Ternyata memang sangat tidak mudah, Neji." Sakura menatap nanar, melepaskan kedua tangannya dari leher Neji.
"Jangan terlalu memaksakan dirimu, seperti tadi. Padahal kau tidak mengingnkan, tetapi tetap keras kepala."
"Ketahuan sekali, ya? Namun, terimakasih sudah mau mengerti, Neji. Ah, sebaiknya kita juga istirahat agar besok tidak kesiangan." Sakura melangkah, kemudian matanya melotot ketika mendengar suara kain robek, ternyata bagian bawah belakang di atas paha pada kimono, baru saja tersangkut paku yang entah bagaimana bisa di sana, dan tentu saja robekannya cukup besar. Sakura merasa celana dalamnya sekarang kelihatan.
"Robek?" Neji mengerutkan alis, menatap wajah panik Sakura.
"Jangan dilihat, bagiamana bisa?" melihat kondisinya, memang robekannya besar, hingga mungkin satu jengkal lebih dari telapak tangan.
Tidak ingin membuat Sakura semakin panik, Neji pun membuka kimono-nya dan memberikan kepada sang Istri untuk dikenakan. Sekarang ia hanya memakai celana hitam panjang di bawah lutut. Tentu Sakura langsung menerima, dan segera pergi ke ke kamar mandi untuk mengganti pakaian. Neji menunggu di depan pintu kamar mandi, ketika wanita Hyuuga itu keluar, bola matanya agak membesar karena melihat kimono kedodoran yang dikenakan istrinya itu.
Mengerucutkan bibir, Sakura berpikir kalau Neji menganggapnya konyol sekarang karena mengenakai pakaian kebesaran ini.
"Jangan mengkritikku, sekarang apa kimonoku cukup jika kaupakai, Neji?" langsung saja Neji memakainya, walau agak gantung dan ketat, tetapi masih tetap nyaman.
Setelah masalah robeknya kimono Sakura beres, mereka pun langsung memutuskan untuk mengistirahatkan diri.
Pagi harinya, Ino memelototi penampilan Neji dan Sakura yang terlalu mencolok. Sebenarnya tidak ada yang terjadi tentu saja, tetapi tidak dengan pemikiran Ino yang menyangka bahwa pasangan pengantin baru itu telah melakukan hal macam-macam sampai salah memakai pakaian setelahnya.
Tuduhan asusila pun keluar dari bibir seksi Ino, membuat Sakura mulai kesal karena malu dan membekap mulut wanita Yamanaka itu karena tidak juga mau diam dan mengerti bahwa tidak ada yang terjadi.
"Pakaianku robek, robek, Ino!" Sekarang Sakura mulai geram dan menunjukkan pakaiannya yang dipakai Neji, memberitahu robeknya di mana hingga Ino tidak berpikir yang aneh-aneh.
Tertawa sinis, Ino bersidekap dan menyandar kepada Sai.
"Oh, tidak kusangka Neji suka permaian kasar."
"INOOOO!"
Dan terus saja hal ini terjadi, membuat Sakura berang bukan main.
.
.
.
Sudah siang hari semenjak meniggalkan Desa Rumput, mereka memutuskan untuk beristirahat, sebelum Neji mendapati sesuatu yang tidak disangka. Seekor anjing mendekat, mengejar mereka dan sekarang berdiri di hadapan Neji yang melangkah menghampiri. Pakkun, salah satu hewan kuchiyose dari Rokudaime Hokage berada di sini.
Berjongkok, Neji pun bertanya gerangan apa, hingga anjing itu menyusul mereka. Ternyata, mereka mendapatkan pesan dari Hatake Kakashi. Surat itu pun diambil dan dibaca, tertulis mereka mendapatkan misi lagi untuk sekalian membantu Desa Karavan yang sedang berada di daerah lintasan mereke menuju Sunagakure.
Pakkun berpamit diri, Sai sebagai wakil pun mendekat dan melihat isi surat ketika Neji menjelaskan tugas baru mereka sebelum pergi ke Sunagakure.
"Misi ini adalah permintaan Temujin,"
"Ah, aku tahu! Dia ... aku pernah mengenalnya, tapi di mana, ya? Emm ...?" Naruto mengerutkan alis, berpikir keras karena tidak juga mengingatnya, kemudian Sakura pun berseru.
"Ah, aku tahu dia. Naruto, dia adalah lawan kita dahulu ketika ingin meyelidiki tentang batu gelel. Kau ingat Desa Karavan yang kita bantu itu bersama dirimu dan Shikamaru. Dia adalah salah satu ketua prajurit musuh Negeri Ideal."
"Ya, Desa Karavan mengalami serangan ketika tiba di wilayah ini untuk bertempat tinggal. Selain itu, anak-anak dan orang tua yang mengonsumsi air dari dari danay pun terkena racun. Beruntunglah kita berada di jalan yang searah dengan Desa Karavan tersebut, untuk itu Rokudaime-sama memberikan kita perintah setelah meminta izin dahulu kepada Kazekage." Neji menjelaskan, dia sekarang mengaktifkan Byakugan untuk mencari tahu lokasinya. Tidak terjangkau, mungkin lebih dari sepuluh kilo meter lagi. "Hinata-sama, gunakan Byakuganmu untuk melihat lokasi desa tersebut."
"Iya, Neji-niisan."
Hinata pun mengaktifkan Byakugan, mencari lokasi desa tersebut dengan doujutsu matanya.
"Mengingat permasalahan di Suna masih bisa diurus para petinggi Suna walaupun mulai dalam keadaan siaga 3, maka dari itu Kazakage menginzinkan kita untuk mengurus Desa Karavan terlebih dahulu untuk menyelamatkan para korban keracunan, setelahnya akan ada beberapa Shinobi yang menyusul untuk membereskan permasalahan ini."
"Jadi, yang terpenting adalah menyelamatkan anak-anak dan orang tua, baiklah sebaiknya kita bergegas kalau begitu."
Setelah Hinata menemukan desa tersebut, mereka langsung bertolak secepat mungkin agar para korban bisa segera ditangani. Untungnya dalam kelompok mereka ada dua orang ninja medis handal, bahkan salah satunya adalah murid langsung dari Gokage yang bisa mengeluarkan kuchiyose Katsuyu. Butuh waktu beberapa jam untuk bisa sampai di sana. Dan ketika tiba, mereka langsung disambut oleh seorang kakek renta yang cukup dikenali oleh Sakura dan Naruto.
"Ah, Kakek. Kau semakin tua saja?" Naruto langsung mendekat dan menatap laki-laki bungkuk itu, sepertinya si Kakek yang adalah Tetua di desa Karavan ini masih mengingat dan langsung tersenyum.
"Kau ternyata, si kuning yang cepat pulih ketika terluka. Ah, dan kau gadis merah muda, Sakura."
"Apa kabar, Kakek."
"Baik, ah, cepatlah tolong anak-anak yang berada di kemah."
Langsung saja Sakura dan Ino mendatangi tempat itu, dua orang wanita berusia empat puluhan mengantar mereka, Hinata dan Tenten pun mengikuti, ingin membatu sebisa mereka. Sedangkan para lelaki kini mendengar cerita si kakek tentang keberadaan musuh yang terus mengejar-ngejar mereka.
Desa Karavan sebenarnya setelah mengalahkan pemimpin Negeri Ideal telah berhasil mendapatkan sebuah kapal perang karena Temujin-salah satu pemimpin prajurit, menyadari bahwa orang yang dijadikannya sebagai tuan adalah manusia keji dan akhirnya dia kembali membela sang Kakek, setelah bersama Naruto mengalahkan orang-orang penggadang negeri Ideal. Dengan menggunakan kapal peninggalan itu, Temujin membawa rakyat Desa Karavan untuk berlayar mengiringi lautan. Namun, tentu karena lebih terbiasa menjelajah di atas tanah, mereka dalam beberapa waktu akan memutuskan untuk berkemah dan bertempat tinggal di lahan kosong, seperti sekarang.
"Kalau begitu di mana kapal luar biasa itu, Kek? Apa ditinggal di laut?" bukannya bertanya tentang ketidakberadaan Temujin, Naruto malah lebih penasaran dengan kapal buatan orang-orang Negeri Ideal.
"Kapal itu juga bisa berlayar di atas tanah, Naruto. Ada di ujung gunung batu itu, sengaja di tempatkan di sana agar tidak terlalu mencolok."
"Kalau Temujin?"
"Dia sedang mengawasi di sabana. Di sana sering muncul musuh untuk menyerang, beberapa pemuda juga ikut serta. Namun, karena bukan ninja dan hanya Temujin yang bisa diandalkan, kami pun sering terdesak."
Mendengar hal itu, Neji berdiri dan menggunakan Byakugan-nya, ia pun menemukan beberapa pemuda yang sedang mengawasi sabana, berjaga-jaga jika ada musuh yang datang.
"Kita bagi menjadi dua tim untuk membantu Temujin-san dan juga berjaga di sini. Naruto, kau ikut aku. Sai di sini bersama Lee untuk berjaga-jaga."
Dan mereka pun mematuhi himbawan dari ketua tim ini, setelah mengatakan permisi kepada sang Kakek, Neji dan Naruto langsung bergegas menuju sabana yang telah diketahui di mana tempatnya. Mata Byakugan Neji membesar ketika menyaksikan serangan mulai terlancarkan di sana, beberapa laki-laki desa menangkis dan mereka pun bertarung. Yang dilawan memanglah ninja, membuat dengan mudah kelompok pemuda desa terkalahkan, tinggal satu orang yang paling mencolok dan bisa menghadang para musuh, laki-laki itu memakai armor dan helm besi, pedang berada di tangan dan beberapa kali bisa mengeluarkan jurus seperti rasengan.
Melompat dan berlari secepat mungkin, Neji mengarahkan jurusnya dan membuat musuh yang hampir menusuk Temujin pun terpelanting.
"Hakke Kuhekisho." Neji berdiri waspada setelah mengarahkan jurusnya, ia pun menatap Naruto yang tengah menghajar para musuh, mendekati lelaki berarmor itu, ia melihat mata lila yang menatapnya dengan kerutan tanda tanya.
"Tengalah, kami dari Konoha." Memperhatikan para pemuda yang cedera, Neji menyarankan agar mereka segera kembali dan diobati. Dan biarlah para ninja Konoha yang berjaga-jaga di tempat ini. "Naruto, jangan dikejar, biarkan saja."
Musuh melarikan diri, tentu saja karena mereka ternyata salah perhitungan. Sang Pemimpin terdengar meneriaki Temujin, membuat laki-laki itu mendecak tidak terima.
"Aku adalah Hyuuga Neji, pemimpin di tim ini."
"Aku Temujin. Dan kau pasti Naruto, bukan?" Membuka Helm besinya, sekarang Naruto benar-benar mengingat sosok laki-laki yang memang dahulu pernah berjumpa dan bertarung dengannya.
"Ah, kau benar Temujin, sudah lama sekali. Ya, kalau kau luap aku Uzumaki Naruto."
"Wah wah, kau jadi lebih tinggi, padahal dahulu kau adalah bocah yang sangat berisik."
Mendapati sambutan yang membuatnya agak kesal, Naruto pun mengeluh. Dia memang menjadi lebih tinggi, walau masih kalah tinggi dari Temujin. Laki-laki itu tidak banyak berubah kecuali parasnya yang terlihat lebih dewasa. Temujin memang lebih tua dari Naruto mungkin berkisar tiga atau empat tahun.
"Baiklah, terimakasih atas bantuannya. Memang untuk sekarang lebih baik aku membawa teman-temanku agar diobati, setelah selesai aku akan menyusul kalian kembali."
Menepuk bahu Temujin, Naruto pun berseru dengan gelagatnya yang selalu akrab terhadap siapa pun. Mengatakan bahwa Temujin tidak usah berusah payah karena hal ini biar mereka yang mengurus, apalagi menurut cerita Kakek dia telah menjaga tempat ini beberapa hari.
Menganggukkan kepala, Temujin pun mengerti dan membawa teman-temannya ke tempat Karavan. Di sana, kepanikan sangat terasa. Para ninja medis bekerja dengan sangat cepat untuk menyelamatkan anak-anak dan orang tua yang keracunan. Sakura mengikat rambutnya dan memberi antidote satu demi satu kepada korban. Hinata mengawasi dengan Byakugan, mencari tahu letak racun dengan doujutsunya itu. Tenten membantu meramu antidote bersama Ino.
Mereka sempat kekurangan penawar, sampai Sai, Ino dan Hinata harus pergi untuk mencari tumbuhan obat yang tumbuh liar di hutan. Untungnya dengan Byakugan Hinata dan jurus tiruan binatang tinta Sai, mereka bisa cepat menemukan banyak tumbuhan penawar racun.
"Syukurlah racunnya bukan tipe yang sulit ditangani, jadi bisa cepat ditangani dengan penawar."
"Kau, Sakura?" Temujin datang membawa seseorang di punggungnya, meletakkan temannya yang terluka cukup parah, Sakura pun langsung mendatangi.
"Iya, kalau begitu kau adalah Temujin. Mudah dikenali ternyata," ucap Sakura sambil tersenyum, telapak tangan wanita yang sedang memakai sarung tangan itu langsung menangani luka orang-orang yang baru datang dibawa Temujin.
"Ada yang bisa kubantu?"
"Kau bisa ambilkan aku air untuk membasuh luka mereka, dan mengenai anak-anak dan para orang tua, bagaimana mereka bisa mendapatkan racun dari sesuatu yang mereka telan?"
"Sup yang airnya diambil dari danau. Para bibi menghidangkan camilan untuk mereka, saat itu pukul tiga sore dan anak-anak juga orang tua mengeluh lapar. Setelah menyantapnya, mereka muntah parah dan sampai tidak sadarkan diri."
"Kalau begitu, setelah merawat temanmu, aku ingin memeriksa danau."
"Baiklah."
Seperti perkataan Sakura, keesokan harinya ia memaksakan diri pergi ke danau bersama Temujin dan Hinata. Walau sudah nyaris tidak tidur semalaman karena mengobati para korban, tetap saja ia keras kepala. Setelah sarapan mereka langsung berjalan menyusuri danau yang merupakan muara dari sungai. Danau itu besar dan luas, begitu tenang dan sangat cocok tentu saja bagi Desa Karavan untuk bersinggah di daerah seperti ini.
Mendekati, Sakura berjongkong, menatap air yang beriak ketika terembus angin, ia melihat banyaknya ikan yang mati dan mengapung.
"Hinata, gunakan Byakuganmu untuk memeriksa racun yang tersebar."
Langsung saja Hinata mengatifkannya, dan ia melihat sesuatu keunguan yang memenuhi permukaan ataupun sampai satu meter di kedalaman air danau.
"Sektira tiga puluh meter dengan kedalaman satu meter, racun tersebar cukup pekat, dan dari arah aliran sungai juga dapat ditemukan racun yang mirip menempel di batu-batu atau pinggiran tanah, Sakura-chan."
Menganggukkan kepala, Sakura sekarang berjalan dan mereka menyusuri sungai, hingga sampai di sebuah air terjun. Dari sanalah berkas keunguan itu berasal, Hinata pun mengambalikan matanya seperti semulah, dan menatap Sakura.
"Sepertinya musuh ingin menekan kalian, jangan menggunakan air di sungai ataupun di danau, Temujin."
"Ya, mereka memang berusaha menarikku kembali, kau tahu Negeri Ideal, mereka menciptakannya lagi. Kami membuat sumur darurat untuk mendapatkan air."
"Kami akan membantu sebisanya, Temujin. Ya, itu lebih baik daripada memanfaatkan air danau."
Mereka memutuskan kembali, hari sudah mulai terik, dan entah kenapa Sakura mulai merasa lemas hingga tersandung kakinya sendiri. Membuat Hinata dan Temujin terkejut, untung tidak terjatuh karena Temujin memegangi tangannya. Mengerutkan alis, Hinata pun mengatakan bahwa wajah Sakura benar-benar pucat.
"Itu benar, kau terlihat sangat pucat, Sakura." sekarang Temujin menelisik lebih jelas.
"Sakura-chan terlalu memaksakan diri," ucap Hinata, mengertukan alis khawatir.
"Tidak, aku baik-baik saja. Itu memanglah tugasku, mungkin memang aku agak lelah dan kurang tidur."
"Sebaiknya kita segera kembali, pasti para bibi telah menyediakan tenda untuk kalian. Mungkin Naruto pun telah kembali, dan bergantian berjaga dengan yang lainnya."
Sesampainya di sana, Sakura langsung memasuki tenda yang sudah disediakan, di dalam sangat besar, ada ruangan dengan sebuah tungku penghangat, sepertinya untuk tempat berkumpul atau makan, kemudian ada empat kamar yang tentu dibatasi tengah kain atau kulit binatang yang tebal. Sebuah penerangan berbentuk jendela pun terlihat, Sakura memasuki kamar tersebut dan melihat sebuah futon sudah disediakan, ia lalu menidurkan diri karena memang kepalanya teramat pusing dan juga merasa sangat lelah.
Sepertinya Neji masih berjaga di sekeliling area bermukim, tentu sekarang mereka tengah berbagi tugas. Serupa dirinya yang baru saja menyelidiki prihal racun, memikirkan laki-laki itu, membuat Sakura menjadi ingin bertemu. Memejamkan mata, ia pun mulai merihatkan dirinya yang letih.
Mendapatkan kabar dari Sai tentang keadaan Sakura yang tidak sehat, Neji pun memutuskan mengikuti anjuran laki-laki pucat itu untuk segera kembali. Hinata juga sudah bertukar tempat dengannya karena mereka membutuhkan seorang pengendali Byakugan untuk berjaga. Sudah lewat dari tengah hari, dirinya belum sempat makan dan mungkin Sakura pun sedemikian.
Melihat Tenten, ia pun mendekat, menanyakan apakah ia bisa mendapat semangkuk bubur dan sup? Sang gadis pun memberikannya, membantu Neji membawa dua buah nampan, ketika memasuki tenda ia melihat Sakura sedang duduk di meja berkaki rendah yang berada di sana, bersama Temujin sedang membicarakan beberapa hal sambil tertawa kecil, di pangkuan lelaki itu terlihat seekor musang berbulu keemasan dengan tanda persegi di dahi, sedang bermanja dan kadang melompat ke pelukan Sakura.
Alisnya mengerut, Sakura memang selalu akrab dengan siapa pun, bukan? Termasuk dengan Temujin, lagi pula dahulu dua orang itu memang pernah bertemu walau sebagai musuh. Namun, ketika melihat Sakura tersenyum tulus dan tertawa untuk laki-laki lain, kenapa ia mendadak merasa tak suka?
.
.
.
Bersambung
Erza Note:
Yang belum tahu, Temujin itu rupanya kaya yang ada di mulmed. Yang itu Temujin versi dewasa Erza gambar, jadi Temujin itu karakter yang ada di Movie kedua Naruto: Legend of Gelel. Di movie sih tampilan Temujin masih remaja, tapi di sini usia Temujin mungkin sekitar 27an gitu. Ahhh, Temujin jadi hot yaaa hehehe.
Oh ya, prihal musang, musang itu Cuma mau sama Temujin dan Sakura loh, fakta ini ada di movie 2 eheheeh. Jadi sama Naruto bahkan si Kakek pun gak mau dan langsung berubah ganas hehe.
Nah, di sini Sakura kelelahan sampai sakit, dia emang keras kepala.
Chapter depan bakal lebih seru dan masih lebih ceria hehe sila ditunggu.
Erza up lebih cepet sesuai permintaan Kakak Erza yang tetukar ini Si Yuk KireiApple19
Dia juga lagi atit, dan sempet masuk rawat inap, cepet sembuh ya Yukkkk. Nanti Gaara gue ambil kalau elu belum sehat juga.
Ok, salam sayang dari istrinya Itachi,
zhaErza.
jhkkiuj
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top