[vol. 2] 8. Pada Akhirnya
Bacanya sambil play lagu di atas ya^
***
Karena pada akhirnya kita cuma membutuhkan satu orang untuk dicintai dan mencintai.
***
Sakura berlari seperti orang gila, menelusuri lorong rumah sakit, sedangkan Angkasa berusaha untuk menyusulnya di belakang.
Namun hingga saat ia tiba di depan ruangan yang dicarinya, saat itu pula langkahnya tertahan ketika pintu ruangan tersebut terbuka, dan memunculkan ranjang besi beroda yang membaringkan tubuh ibunya dengan sekujur tubuh yang sudah tertutup sempurna dari ujung kepala sampai ujung kaki.
"Kami dari kepolisian ingin mengabarkan bahwa tahanan atas nama Ibu Yuli baru saja mencoba melakukan tindak bunuh diri, dan kini sedang dilarikan ke rumah sakit."
"Ibu!" Gadis itu mendekat, membuat dua suster yang mendorong ranjang tersebut pun berhenti. "Ibu jangan tinggalin Sakura, Bu!!!" Sambil memeluki tubuh ibunya, Sakura menjerit, menangis sejadi-jadinya. Sesenggukan tanpa bisa dihentikan.
"Ibu bangun, Bu! Jangan tinggalin Sakura sendirian, Sakura mohon..."
Dua suster itu berupaya untuk menjauhkan Sakura dari jasad Yuli. Akan tetapi Sakura memberontak tidak mau. Gadis itu terus mengeratkan pelukannya pada jasad ibunya, dan menangis dengan isak yang terdengar jelas.
"Mohon maaf, untuk saat ini jenazah Ibu Yuli harus segera diotopsi," ucap salah satu suster, meski sebetulnya ia pun tidak tega melihat Sakura.
Yang membuat Sakura akhirnya melepaskan Yuli dari pelukannya, walau dengan perlahan. Membiarkan dua suster itu membawa ibunya sebagaimana mestinya, walau rasa sesak dalam dadanya kian memberatkan.
Hal ini menyakitkan. Sangat amat menyakitkan dibanding apapun. Kali ini Sakura sungguh tidak mampu lagi menahan rasa sakitnya. Rasa sakit, yang bahkan tak bisa lagi terjelaskan oleh susunan kata apapun. Tidak hanya disiksa oleh sesak, dadanya juga merasa nyeri yang membuat matanya semakin panas.
Sampai tiba-tiba terasa tangan Angkasa memutar bahunya, hingga tubuhnya berbalik sempurna menghadap cowok itu.
Tanpa berucap apa-apa, Angkasa hanya membenamkan gadis itu ke dalam rengkuhannya. Sehingga di sanalah, Sakura akhirnya benar-benar menumpahkan air matanya, sampai bahunya berguncang kecil dan napasnya terputus-putus. Satu dari sekian kali Sakura menangis, kali inilah yang paling menguras air matanya.
Sakura tidak tahu untuk siapa hidupnya akan bertumpu setelah ini. Takdir telah merampas segala yang ada dalam hidupnya. Ayahnya, ibunya. Kepergian dua orang yang paling ia sayangi di muka bumi ini seakan telah berhasil membuat dunianya benar-benar runtuh tanpa menyisakan puing apapun.
"Kenapa Ibu tega ninggalin aku, Kak?" Di sela-sela isaknya, Sakura melirih pilu.
Sehingga Angkasa tidak tahu lagi apa yang bisa dirinya lakukan untuk gadis itu selain mengeratkan rengkuhannya.
💕
Sakura menabur bunga segar di atas gundukan tanah merah yang masih basah.
Di sebelahnya, Pita menangis tersedu-sedu. Pita tidak tahu apa yang dirinya tangiskan. Kepergian tantenya, Sakura yang ditinggalkan, atau dirinya sendiri yang tidak bisa luput dari rasa bersalah atas perbuatan papinya yang menjadi akar dari permasalahan ini. Yang menjadi sumber dari pernderitaan Sakura.
Pita ingin meminta maaf, akan tetapi pikirnya, mau sampai mati pun ia meminta maaf, permintaan maaf itu tidak akan pernah sebanding dengan segala yang Sakura rasakan. Justru mungkin yang ada, permintaan maafnya itu malah hanya akan menyakiti Sakura lantaran mengingatkan segala rentetan kejadian yang disebabkan oleh papinya, Erik.
Namun berbeda dengan Pita, di hadapan makam ibunya, Sakura nampak diam tidak menitikan air mata setetes pun tidak seperti kemarin saat di rumah sakit. Pandangan gadis itu kosong, hilang isi. Perasaannya hambar, lantaran terlalu banyak kesedihan yang ia rasakan belakangan ini, yang membuatnya kini seperti mati dan tidak bisa merasakan emosi apapun.
Usai menyelesaikan prosesi pemakaman ibunya, Sakura bangkit berdiri. Tanpa bicara sepatah kata pun baik itu pada Pita maupun Angkasa yang menunggunya, Sakura berjalan sendiri menuju rumahnya yang memang tidak jauh dari tempat di mana ibunya di makamkan.
Pita diam, sama sekali tidak menyalahkan perlakuan Sakura padanya. Tetap bertahan di pijakannya, mewajari Sakura yang berlalu begitu saja meninggalkannya. Akan tetapi sebaliknya, Angkasa yang tidak bisa membiarkan gadis itu sendiri, memutuskan untuk mengikuti arah langkah gadis itu dan memerhatikannya dari belakang.
💕
Pita berjalan gontai tanpa arah, sambil terus menyingkirkan air mata yang membasahi pipinya. "Kenapa, sih, air matanya nggak berhenti-berhenti!" omelnya, tidak keruan.
Lalu tiba-tiba terlihat sebuah saputangan yang disodorkan seseorang tepat di depan matanya.
Seseorang itu terlalu tinggi, sampai Pita harus sedikit menengadahkan kepala untuk melihat wajahnya.
"Jangan nangis di tengah jalan. Malu-maluin." Galen, yang merupakan seseorang itu, mengetus setelah Pita menerima uluran saputangannya.
Sambil menggunakan saputangan itu untuk mengeringkan pipinya, Pita tetap melanjutkan langkahnya, sehingga mereka berdua jalan bersisian.
"Sebenernya gue nggak mau nangis. Tapi gue nggak bisa menahannya. Kalau gue udah dewasa seumuran sama lo, gue pasti bisa," ujar Pita, untuk sekedar pembelaan diri.
Galen tersenyum simpul. "Siapapun berhak menangis, termasuk lo. Karena menangis nggak pernah pandang umur. Nggak peduli berapa pun umur lo, mau lo orang dewasa atau anak-anak, menangis itu hal yang lumrah bagi mereka yang dihadapkan kesulitan."
"Tapi menangis bisa bikin orang memandang kita lemah. Gue nggak suka itu!" sangkal Pita.
"Lemah buat sementara, terus sehabis itu bangkit jadi seseorang yang lebih kuat, apa yang salah dari itu semua?" timpal Galen.
Tidak lagi mendengar sahutan yang keluar dari mulut Pita, sesaat Galen menoleh tanpa menghentikan langkahnya. Gadis dengan usia yang terpaut beberapa tahun lebih muda darinya itu terlihat cemberut. Sampai detik berikutnya Galen terkejut dan langsung memalingkan wajahnya ke depan, ketika tiba-tiba Pita menoleh tanpa memberi aba-aba.
"Lo sendiri! Kenapa tadi nggak ada pas di pemakaman ibunya Sakura? Kenapa baru muncul pas Sakura udah pergi sama temen lo si Angkasa?!" Tidak terima diceramahi sendirian, Pita menge-kick balik Galen dengan intonasi yang agak menyentak. "Seharusnya kalau emang lo suka sama Sakura, sebagai orang yang udah dewasa, lo tahu dong apa yang mesti lo lakuin? Kenapa lo nggak kejar Sakura? Kenapa lo biarin dia sama temen lo?"
"Buat apa?"
"Buat apa? Ya, buat perjuangin dialah! Perjuangin cinta lo! Gimana, sih. Masa hal sepele gini aja mesti gue kasih tahu?"
"Gue nggak mau ngelakuin hal yang sia-sia. Karena pada akhirnya kita cuma membutuhkan satu orang untuk dicintai dan mencintai."
Seketika Pita berhenti. Sedangkan Galen tetap berjalan mendahuluinya. Lalu saat menyadari Galen yang sudah semakin jauh di depan, ia segera mengejar sembari berteriak, "Pesimis banget, sih, lo jadi orang!"
💕
Menyadari Angkasa yang sejak awal mengikutinya, saat di ruang tamu, tiba-tiba Sakura berbalik. "Aku mau istirahat."
"Yaudah, kalau gitu saya jaga kamu di ruang tamu," putus Angkasa. "Panggil saya kalau terjadi sesuatu."
Sakura mengangguk. Kemudian setelahnya ia kembali melangkah masuk ke dalam kamarnya. Sementara Angkasa memilih untuk tetap tinggal di ruang tamu.
Di balik pintu kamarnya yang baru saja tertutup, Sakura menyandarkan punggungnya sejenak. Membuang napas, yang sejak tadi membuat dadanya tertahan oleh sesak yang begitu membebankan. Beberapa saat, Sakura juga menutup matanya supaya tidak ada air lagi yang menetes dari sana.
Lelah. Sakura lelah sekali hari ini. Ditambah dirinya yang belum tidur sejak semalam, membuat Sakura mewajari hal tersebut.
Sampai sekian menit kemudian, barulah matanya terbuka kembali, dan langsung mendapati sesuatu di atas nakasnya. Sesuatu yang berupa lembaran kertas, yang tidak asing baginya.
Sakura bergegas menghampiri nakas itu, dan mengambil lembaran itu untuk dilihatnya dari dekat. Namun saat melihatnya dari dekat, entah, tiba-tiba seluruh persendian kakinya terasa lemas tak berdaya.
===
To be continue...
UP LAGI GAK NIY? VOMMENT DULU DONG YG BANYAKK!
follow instagram
itscindyvir // amateurflies
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top