[vol. 2] 3. Terakhir Kalinya

"Kalau gitu untuk yang terakhir kalinya..."


***

"Ada tamu ternyata."

Suara seseorang yang diiringi dengan ketukan heels, seketika mampu menarik Sakura kembali menyadari keadaan sekitar. Lantas kemudian ia menoleh dan segera meletakkan kembali bingkai di tangannya. Dilihatnya seorang perempuan yang agaknya memiliki wajah tak asing.

"Saya Lista, kakaknya Galen." Dengan mengulurkan jabatan tangan, Lista tersenyum memperkenalkan diri.

Sakura menjabatnya, tak lupa menyebutkan nama. "Sakura. Juniornya Kak Galen."

"Oh?" Seketika Lista sedikit terkejut. Senang juga. Setelah sekian lama hanya Viola satu-satunya gadis yang adiknya ajak ke rumah mereka, akhirnya ada gadis lain yang sejujurnya Lista harap bisa memiliki hubungan lebih dengan Galen. "Sekarang Galennya ke mana?"

"Ada, Kak. Lagi ngambil minum katanya," tukas Sakura.

Lista menanggapi dengan anggukan singkat. "Kamu satu kampus sama Galen, berarti kenal Angkasa juga?" tanyanya, yang membuat Sakura tiba-tiba harus memaksakan senyum, dan mengangguk.

"Iya, Kak," jawab Sakura.

Sejenak Lista mengambil salah satu figura yang sebelumnya ia sempat lihat Sakura memegangnya. "Galen sama Angkasa kalau di kampus gimana?"

"Dekat, sih, Kak."

"Mereka memang dekat dari kecil. Saking dekatnya, dari TK, SD, SMP, SMA, bahkan sampai kuliah, mereka sepakat buat nentuin sekolah dan kampus yang sama. Ya, walaupun saat pembagian kelas mereka nggak pernah mendapat kelas yang sama," tutur Lista, bercerita dengan sendirinya tanpa Sakura minta. "Kamu tahu nggak foto yang kamu lihat tadi ini? Mereka sebenarnya lagi kesel, gara-gara nggak sekelas. Tapi aku paksa mereka buat ketawa, karena kalau nggak, Galen yang kena ancamanku."

"Ancam apa, Kak?" tanya Sakura ingin tahu.

"Ancam buat minta ke Mama-Papa supaya pindah rumah." Sejenak Lista tertawa. "Dulu sebelum orangtua kami dan orangtua Angkasa sama-sama bercerai, kami itu bertetangga. Tetangga dekat, paling dekat dibanding dengan tetangga lainnya. Nah, karena saking nggak maunya pisah satu sama lain, kalau mereka lagi berantem dan aku ancam kayak gitu, tuh, pasti salah satu ada aja yang ngalah. Entah itu Angkasa atau Galen, kadang mereka gantian."

Melihat Sakura yang nampak suka mendengarkan ceritanya, Lista melanjutkan lagi. "Main robot-robotan bareng, tuker-tukeran mainan. Pokoknya mau sekeras apapun mereka bertengkar, mereka selalu punya cara tersendiri buat tetap selalu ada, ketika saling membutuhkan satu sama lain. Menemani untuk saling menguatkan."

Mendengar cerita Lista, bibir Sakura tertarik, membentuk senyum tipis. Ia tidak menyangka kalau persahabatan Angkasa dan Galen sedekat itu. Malah dulu Sakura pikir, Angkasa tidak lebih dari sekedar teman kampus saja bagi Galen.

"Hayo, ngumbar-ngumbar aib gue, deh, kebiasaan!" Seruan Galen yang baru keluar dari dapur dengan sebuah nampan dan jus stroberi di atasnya dalam sekejap mampu mengalihkan perhatian dua gadis itu.

Galen berjalan mendekat. Baik Sakura mau pun Lista, keduanya berbalik ke arahnya.

"Nih, minum kamu, Sa," sodor Galen.

Sakura mengambilnya. "Makasih, Kak."

Tatapan Galen tertuju pada Lista. "Tumben lo jam segini udah balik?"

"Iya, soalnya besok mau ada outbound kantor. Jadi hari ini dipulangin cepet," terang Lista, sembari menaruh kembali figura yang dipegangnya ke tempat semula.

"Dianter siapa? Kenapa nggak ngehubungin gue?"

Plak!

Dengan enteng, Lista menoyor kepala adiknya. "Ponsel lo aja gue telponin nggak aktif. Gimana gue bisa hubungin?" kesalnya, yang kemudian menyambung lagi, "Untung tadi Angkasa lagi free. Jadi gue bisa mintol dia."

"Angkasa?" kajut Galen. "Terus sekarang mana anaknya?"

"Langsung balik dia."

Bukan cuma Galen, sejujurnya Sakura jauh lebih-lebih-lebih terkejut ketika mendengar nama Angkasa. Tidak tahu kenapa jantungnya berdegup begitu kencang. Seperti mau loncat keluar dari rongga rusuknya.

"Kenapa nyariin gue?" Tidak seperti yang Lista katakan, tidak tahu munculnya dari mana, tiba-tiba saja Angkasa sudah berdiri di ambang pintu rumah mereka. Cowok itu berjalan mendekat. "Ponsel lo ketinggalan, nih, di mobil gue," ujarnya pada Lista kemudian, yang mampu menjadi jawaban dari semuanya.

"Eh, iya lupa!" Lista menepuk jidatnya, seraya mengambil ponslnya yang disodorkan oleh Angkasa.

Sampai saat Angkasa menggeser sedikit pandangannya, saat itu juga ia baru menyadari keberadaan seseorang yang tidak disangka-sangka olehnya.

"Kak, aku permisi pulang dulu, ya." Setelah memberikan gelasnya pada Galen, Sakura langsung terburu-buru bergegas. Sakura, seseorang yang Angkasa maksud barusan.

Menyusul Sakura ke luar, Angkasa pun ikut pamit. Kemudian mempercepat langkahnya supaya tidak tertinggal oleh gadis itu.

Sakura berjalan setengah berlari. Angkasa mengejarnya. Kali ini nampak jelas kalau gadis itu sedang berupaya menjauhi Angkasa. Dan Angkasa sungguh-sungguh penasaran apa yang membuat gadis itu menjadi se-naif ini.

Namun halaman rumah Galen yang terlalu luas membuat langkah cepat Sakura seperti tidak membantu banyak. Karena pada akhirnya, tangan Angkasa tetap berhasil mencapai lengannya dan menariknya sampai tubuhnya berbalik sempurna.

"Apa kamu pikir dengan menjauh dari saya bisa menyelesaikan semuanya?" ujar Angkasa.

Sakura enggan menjawab. Tetapi tak lama tubuhnya menegang, ketika tiba-tiba mata dingin Angkasa menatapnya begitu lamat. Segera ia menunduk. Namun tiba-tiba lagi Angkasa menarik ujung dagunya, mengangkat wajahnya.

"Apa yang bikin kamu nangis sampai mata kamu sembab begini?"

Gadis itu kembali menundukkan kepalanya dalam-dalam.

Angkasa menarik napasnya yang terasa benar-benar memberatkan. "Sakura jawab saya. Bagaimana saya bisa tahu harus berbuat apa, kalau kamu terus diam seperti ini?"

Tidak peduli akan kekesalan Angkasa, Sakura tetap bertahan bersama egonya. Diam, tidak menjawab apa-apa.

Angkasa memijat keningnya sesaat. Kemudian menjatuhkan kedua tangannya pada kedua sisi bahu Sakura, mengunci pergerakan gadis itu. Tatapannya lekat tertuju pada sepasang mata Sakura, menembus kacamata yang dikenakan gadis itu. Tiba-tiba menjauh, lalu kemarin menolak pernyataan perasaannya tanpa alasan yang jelas, terus sekarang mata gadis itu sembab sampai bengkak seperti ini.

"Sebenarnya ada apa sama kamu? Kenapa harus menghindar? Dan kenapa juga saya benar-benar merasa sulit sekali untuk mengerti semua tentang kamu, Sakura?" lirih Angkasa yang terdengar hampir menyerah dengan segalanya.

"Aku cuma nggak mau bergantung lagi sama Kakak. Apa itu masih kurang untuk dijadikan alasan?" Sakura mencoba memberontak. Menepis kedua tangan Angkasa dari bahunya, namun gagal, karena bagaimana pun tenaganya kalah kuat dengan cowok itu. "Kalau Kak Angkasa merasa kesulitan karena aku, seharusnya Kak Angkasa nggak perlu dekat-dekat lagi sama aku," ketusnya. Tanpa ingin menatap mata Angkasa, selama berbicara ia terus berpaling, melirik ke arah lain.

"Kalau memang itu alasan kamu menjauhi saya, sekarang saya minta kamu lihat dan tatap mata saya. Lalu bilang itu sekali lagi." Cuma butuh waktu sebentar, mata Angkasa memerah menggenangkan air di pelupuknya. Tidak sampai jatuh, karena ia berusaha keras menahannya.

Tidak ada cara lain untuk meyakinkan Angkasa, perlahan Sakura mengangkat pandangannya. "Aku, benar-benar udah nggak mau lagi bergantung sama Kakak. Jadi mulai sekarang, jangan pernah Kak Angkasa mengusik hidup aku. Puas?" tekannya, sarat akan penegasan.

Kini Angkasa yang bergeming tak percaya. Kedua tangannya terjatuh tanpa daya dari bahu Sakura. "Ini nggak masuk akal. Kamu nggak bergantung sama saya, Sakura. Katakan alasan yang sebenarnya. Saya mohon..." Masih belum mempercayai apa yang Sakura katakan, namun kehabisan cara untuk membujuk gadis itu, kini suaranya terdengar memelan.

"Aku minta Kak Angkasa berhenti ikuti aku."

"Kalau gitu untuk yang terakhir kalinya..." Saat Sakura ingin berlalu, suara Angkasa kembali menahan langkahnya. "izinin saya antar kamu pulang sekarang."

===

To be continue...

follow instagram
itscindyvir // amateurflies🙏

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top