[vol. 2] 15. Tragedi 6 Tahun Silam

Ayo 500+ komentar untuk next part yeorobun^^,

***

Enam tahun lalu. Satu hari sebelum tragedi pembunuhan itu terjadi.

"Wah, syukur alhamdulillah, ya, hari ini kedai kita ramai pengunjung. Pasti berkat pelayan-pelayannya yang ramah, nih. Terutama kamu, Yuli. Banyak sekali pengunjung yang suka sama pelayanan kamu di kedai ini," puji Bu Mega pada Yuli, yang kompak saja disetujui oleh pegawai-pegawainya yang lain, yang sesama pelayan seperti Yuli.

Yuli tersenyum. Senyum indah, yang diturunkannya pada Sakura. "Bisa aja, Ibu. Yang lain juga ramah semua, kok."

"Semua pegawai saya memang membanggakan," tutur Bu Mega. "Ya, sudah, kalau kalian mau pulang, pulang saja. Khusus hari ini, saya akan menyuruh orang lagi untuk membereskan kedai."

"Wah, beneran, Bu?" tanya salah satu pelayan kedai lainnya, antusias.

"Iya, dong!"

"Makasih banyak, ya, Bu," balas mereka secara bergantian. Tidak terkecuali Yuli.

Usai mengganti seragam kerjanya, Yuli segera bergegas untuk pulang. Tidak sabar untuk bertemu anak dan suaminya, memberikan roti-roti spesial yang merupakan buatan tangannya sendiri pada mereka.

"Saya pulang duluan, ya, Bu Mega." Dengan rasa hormat, Yuli akhirnya berpamitan.

Akan tetapi tepat setelah keluar dari pintu kedai, Yuli sangat terkejut saat mendapati sebuah mobil yang ia begitu kenali pemiliknya, terparkir tidak jauh dari sana.

Yuli hendak masuk kembali, namun tiba-tiba seseorang menahan tangannya. Yang ketika ia lihat, seseorang itu adalah seseorang yang merupakan pemilik mobil yang ia kenali itu.

"Mas Andre? Ngapain, Mas, ke sini?"

"Jemput kamu. Ada hal yang ingin aku bicarakan denganmu," jawab Andre to the point.

"Nggak bisa, Mas. Nanti aku dijemput sama suamiku. Lagi pula, aku nggak mau Rena salah paham lagi, dan persahabatan kami semakin renggang."

"Aku bilang, aku sama Rena sudah bercerai. Dan dia tidak berhak lagi mencemburui kamu."

"Tapi tetap aja, Mas. Aku nggak bisa, diantar pulang sama Mas Andre."

"Aku nggak mau terima alasan. Pokoknya kamu harus mau diantar pulang sama aku, karena hal yang ingin aku bicarakan ini benar-benar penting."

Tanpa menunggu persetujuan lagi, kali ini Andre langsung menarik paksa tangan Yuli, sampai sekeras apapun Yuli menolak dan memberontak, tenaganya tetap tidak sebanding untuk menandingi paksaan Andre yang menarik tubuhnya sampai masuk ke dalam mobil.

"Aku ingin kita menikah," tandas Andre yang dalam satu detik mampu memancing Yuli untuk menoleh kaget ke arahnya.

"Aku nggak mau. Karena bagaimana pun juga Rena adalah sahabatku. Aku nggak mungkin menyakiti dia, dan aku juga nggak pernah memiliki perasaan apa-apa sama Mas Andre."

"Kamu tenang saja. Aku sudah tangani mantan istriku. Dan soal perasaanmu, aku yakin kamu akan terbiasa dan mencintaiku ketika kita sudah menikah."

"Tangani gimana maksud kamu, Mas?"

"Aku sudah membunuhnya. Karena menceraikannya saja tidak akan cukup untuk menjauhkan dia dari kita. Dia itu penghalang untuk hubungan kita."

"Gila kamu, Mas! Bicara apa kamu?!"

"Yuli, ini semua saya lakukan demi kamu."

"Demi aku? Omong kosong! Bukan manusia kamu! Aku minta kamu berhentikan mobil ini sekarang juga!"

"Mau apa diberhentikan?"

"Berhentikan sekarang juga!"

Tidak bisa menolak permintaan Yuli, yang saat itu merupakan seseorang yang paling dicintai dan disayanginya, Andre segera menginjak pedal rem, lantas roda mobil itu seketika menghentikan perputaran empat rodanya dengan diiringi decitan.

Dengan cepat, Yuli melepas sabuk pengamannya. "Akan saya laporkan kamu pada polisi!" desisnya tegas, saat dirinya hendak turun.

Meskipun belum benar-benar ia turun dari mobil, lagi-lagi tangannya sudah keburu ditahan oleh cengkraman Andre. "Kalau kamu berani melakukan hal itu, sesuatu lebih buruk akan terjadi menimpamu. Camkan baik-baik, Yuli!"

Yuli tidak peduli. Dengan ekspresi kesal yang tampak jelas di wajahnya, ia tetap turun dan keluar dari mobil Andre. Memilih untuk menaik angkutan umum untuk tiba di rumahnya. Menyisakan Andre sendiri di dalam mobil, sehingga sesuatu jahat pun terlintas di kepalanya.

💕

Enam tahun lalu. Pada saat tragedi pembunuhan itu terjadi.

Sakura Cantik: Yah, hari ini Sakura pulangnya agak telat, ya. Soalnya mau ada kerja kelompok dulu sama temen.

Angga tersenyum membaca sebuah pesan singkat yang dikirim oleh putri satu-satunya itu. Karena sejak kecil Sakura jarang dan selalu kesulitan dalam memiliki teman, akhirnya anak itu mampu beradaptasi dengan lingkungan sekolahnya di jenjang Sekolah Menengah Pertama itu.

"Mas Angga, Sakura belum pulang?" pekik Yuli, sembari melepas ikatan pada celemeknya.

"Katanya hari ini pulang telat dia. Ada kerja kelompok."

"Oh, gitu. Yaudah, kalau gitu Ibu mau ke minimarket depan dulu, ya, Yah. Sebentar." Usai mengambil dompetnya di dalam kamar, tiba-tiba saat ingin keluar Yuli mendapati Angga hendak masuk ke dalam entah untuk apa, ia tidak tahu.

"Eh, iya, Bu. Ibu hari ini nggak kerja?"

"Off, Yah. Ibu jalan dulu, ya. Assalamu'alaikum," pamit Yuli, yang langsung bergegas tanpa menunggu lama.

"Hm," Angga mengangguk. "Hati-hati."

Setelah ditinggalkan sendiri di rumah, Angga berjalan menuju dapur. Membantu Yuli mengerjakan apa yang belum selesai ia kerjakan, yaitu memotong bawang untuk bumbu masak tumis daging cincang buat makan malam nanti.

Cklek!

Mendengar ada suara pintu terbuka, membuat pergerakan tangan Angga seketika tertahan. Buru-buru ia membersihkan tangannya dengan air, dan bergegas untuk melihat siapa yang baru saja datang.

"Ibu?"

Drap! Drap! Drap!

Tidak ada jawaban. Yang ada hanya suara derap langkah kaki yang tidak Angga ketahui persis dari mana sumbernya.

"Sakura, kamu sudah pulang, Nak?"

Drap! Drap! Drap!

Masih belum ada jawaban. Namun suara derap alas sepatu itu masih terdengar mengisi suasana rumah yang sepi itu.

Seketika Angga merasa was-was. Dengan berjalan mengendap-ngendap, ia mencoba untuk mencari dari mana sumber derap langkah itu berasal. Sampai tiba-tiba saja ia dikejutkan dengan bayangan seseorang yang tak ia kenali, berjalan dari arah ruang tamu.

"Siapa itu?" ujar Angga, refleks.

Lagi pula mau bagaimana pun juga, entah kenapa Angga tetap merasa ada yang janggal dengan suara pintu terbuka barusan. Karena biasanya kalau memang yang datang itu adalah Sakura atau Yuli, sudah pasti mereka langsung memberi salam dan bersuara untuk seisi rumah, dan dengan begitu orang rumah akan menyambut kedatangannya.

Tidak seperti sekarang. Berjalan tanpa memberi suara apapun. Jadi rasanya tidak mungkin sekali orang yang datang itu di antara Yuli atau pun Sakura. Lebih mustahil lagi, ketika bayangan itu menyambanginya dan tampak lebih dekat, dari perawakannya pun Angga bisa menebak kalau dia laki-laki.

"Siapa kamu?―Argh!"

Alih-alih mendapat jawaban, tiba-tiba saja Angga merasa seseorang baru saja memelintir tangannya ke belakang. Memiting, sampai tubuhnya tidak bisa bergerak sama sekali, dan akan terasa sakit jika dipaksa untuk bergerak.

"Ahaha." Tawa yang terdengar jahat, sama persis dengan kelakuannya yang tidak berbeda jauh dengan orang psikopat.

Sampai kemudian Angga merasa seseorang yang di hadapannya itu mencengkram wajahnya di bagian rahang. Orang asing, yang tidak ia tahu apa maksud dan tujuan mereka datang dan tiba-tiba menyakitinya seperti ini.

Orang itu meludah tepat di wajah Angga. "Pecundang!" ketusnya, sambil melepaskan kembali tangannya dari rahang Angga.

"Siapa kalian?!" sentak Angga pada orang-orang itu, yang keduanya tampak memiliki wajah yang begitu asing di matanya. "Mau apa kalian― Argh!"

Belum tuntas Angga menyelesaikan ucapannya, mulutnya sudah keburu memuntahkan darah, di saat yang bersamaan dirasa nyeri bagian perutnya, seperti ada benda tajam yang menusuk begitu banyak.

"Assalamu'alaikum. Ayah, kok, rumah kita gelap gini?"

Suara seseorang yang mereka dengar, kontan saja membuat mereka langsung menjatuhkan tubuh Angga, kemudian mereka berlari keluar melalui jendela. Meninggalkan tubuh Angga begitu saja di lantai tengah rumah dengan dikelilingi lumuran darah, yang mereka sendiri tidak tahu apakah masih bernyawa atau tidak. Setelah sebelumnya salah satu dari mereka yang mengenakan sarung tangan, berhasil menyempatkan diri untuk meninggalkan sebuah pisau lainnya di sekitar tubuh Angga, yang dengan sengaja membiarkan pisau itu mengenai simbahan darah Angga.

Sehingga meskipun bukan pisau itu yang mereka gunakan untuk menusuk Angga, akan tetapi setidaknya mereka berhasil memanipulasi siapapun, agar seakan-akan siapapun yang melihatnya akan berspekulasi sendiri, bahwa pisau itulah yang dapat dijadikan barang bukti, yang digunakan untuk menusuk Angga.

Brak!

Di saat Yuli menghentikan langkahnya pada satu titik, di saat itu juga ia menjatuhkan kantung yang dibawanya, lalu berlari mendekati tubuh suaminya.

"Mas Angga!!!" Yuli menjerit memeluki Angga yang setelah ia cek, sudah tidak terasa denyut nadinya itu.

Saat mengangkat tubuh Angga ke dalam pelukannya, saat itu pula bola mata Yuli bergeser dan mendapati sebuah pisau yang sudah dilumuri darah suaminya.

Yuli mengambilnya tanpa sadar. Memegangnya, sampai kali berikutnya barulah ia tersadar akan kedua tangannya sendiri yang juga dilumuri darah, sama persis seperti pisau itu. Yang seketika mampu membuat tubuhnya bergetar hebat.

Sesegera mungkin Yuli melepaskan jasad Angga di waktu yang sama ia bangkit berdiri, panik. Saking paniknya ia bahkan sampai lupa untuk melepaskan pisau di tangannya. Sebaliknya, kepanikan itu justru malah membuat genggaman Yuli kian mengerat, seperti tak bisa lepas.

===

To be continue...

Mari kita lanjutkan geregetnya di part selanjutnya! Tembusin 500+ dulu yaaa😄

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top