[vol. 1] 41. Terlambat Mengungkapkan

Aku sempat menyukaimu, dulu. Tapi kamu mengabaikanku.

***

Cklek

Pintu kamar terbuka, Erik yang saat itu sedang duduk berselonjor di ranjang sambil membaca buku bertemakan bisnis, sesaat menoleh. Didapatinya Tita masuk.

"Untuk apa Mas masih mengunjungi rumah Yuli?" tanya Tita, seraya duduk di hadapan meja riasnya, untuk melakukan perawatan malah terhadap wajahnya. "Apa Mas masih memiliki niat untuk mengusut kasus kematian Angga?"

"Biar ini jadi urusanku." Tanpa menghentikan bacaanya, Erik menanggapi dengan dingin.

"Kita ini suami-istri. Artinya, urusanmu itu urusanku. Memangnya kamu nggak kasihan dengan Sakura? Bagaimana pun dia keponakanmu, Mas. Seharusnya kamu pikirkan juga bagaimana anak itu nantinya, kalau Yuli mendekam di penjara, dan dia tidak memiliki siapa-siapa lagi dalam hidupnya?"

Erik menurunkan buku bacaannya. "Daripada kasihan dengan anak itu, aku lebih tidak merelakan mereka hidup bahagia, setelah apa yang ibunya lakukan pada Angga. Adikku! Dan daripada memikirkan anak itu, aku lebih memikirkan Angga yang sudah pasti tidak tenang jika seseorang yang melayangkan nyawanya hidup dengan bebas di dunia."

"Tapi apa semua itu sudah terbukti?" tanya Tita dengan intonasi yang mulai meninggi. Sesaat wanita berambut sebahu itu menolehkan kepalanya. "Lagi pula kalau pun itu memang benar dan terbukti, tau apa Sakura mengenai kasus itu? Sedangkan enam tahun yang lalu usianya masih sangat belia! Kamu harus ingat, Mas, kita juga memiliki anak gadis yang masih belia. Bagaimana kalau hal ini terjadi oleh Pita?"

"Maksud kamu apa? Kamu ingin membunuhku sama seperti yang dilakukan Yuli?!"

Tita mengernyit, belum menangkap utuh akan apa yang dimaksud suaminya.

"Kalau apa yang dialami Sakura, terjadi pada Pita, itu artinya kamu sama saja bejatnya dengan Yuli. Yang tega membunuh suaminya sendiri."

"Bukan begitu! Bisa-bisanya Mas berpikir seperti itu?!"

"Ah, sudahlah, Tita. Ini urusanku dengan keluargaku. Kamu bicara seperti itu, karena kamu tidak memiliki hubungan darah dengan Angga." Erik menutup buku bacaannya, kemudian meletakkannya di atas nakas dengan bantingan keras.

Sebelum akhirnya ia bergegas keluar kamar, menyisakan Tita sendirian di sana, yang seketika harus menahan luapan emosinya dalam tarikan dan helaan napas panjang, yang rasanya begitu memberatkan lantar dipenuhi oleh banyak beban.

💕

Dari kamar, Erik duduk di sofa depan televisi, yang tak lama berselang Arina datang menghampiri.

"Aku masih belum bisa mengikhlaskan kepergian Bang Angga. Apa Bang Erik juga begitu?"

"Selama pembunuhnya belum mendapat hukuman dan balasan yang setimpal, Abang juga tidak akan bisa ikhlas sampai kapanpun."

Arina mengangguk. Matanya yang sejak awal pembahasan ini sudah berkaca-kaca, terhitung detik, air mata yang mengembang di pelupuknya seketika jatuh tetes demi tetes secara bergantian. "Bagaimana pun juga hukum dunia harus adil bagi siapapun. Termasuk Bang Angga dan keluarga kita," lirih Arina dengan suara bergetar.

Erik menoleh, kemudian memeluk tubuh adiknya yang tinggal satu-satunya itu, menguatkan. Tidak peduli meski sebenarnya ia juga merasakan kesedihan yang sama.

"Abang akan melakukan yang terbaik untuk Angga. Kamu tenang saja," tutur Erik.

💕

Tok tok tok

Mendengar seseorang mengetuk pintu rumahnya, Sakura beranjak untuk membukakan.

"Permisi," ujar seseorang itu.

"Iya, sebentar," sahut Sakura dengan suara lemah dan sedikit serak.

Cklek

Saat pintu terbuka, saat itu pula Sakura mendapati sosok Galen berdiri di baliknya. Galen tergugu memandangi wajah pucat Sakura. Tanpa sadar, salah satu tangannya terangkat menyentuh pipi Sakura. Membuat Sakura sempat terkejut sesaat karenanya.

"Lain kali, kalau sakit jangan pernah maksain untuk ngampus, ya. Aku nggak suka liat kamu pucat begini. Keliatan lemah. Sedangkan Sakura yang aku kenal itu kan kuat." Galen tersenyum. Tatapannya jatuh pada mata Sakura.

Alih-alih memberi respon, Sakura malah terdiam dengan keheranannya. Lagi-lagi Sakura merasa ada yang aneh. Kenapa kali ini dadanya tidak berdebar sama sekali? Padahal dulu, jangankan disentuh pipinya, berdekatan dan ditatap Galen saja jantungnya sudah berdetak tidak keru-keruan.

"Kamu udah sarapan? Ini aku beliin bubur di depan. Boleh masuk?"

"Oh? Boleh." Seketika Sakura tertohok akan dua kata terakhir Galen. Kemudian mempersilakan Galen masuk, dan duduk di ruang tamunya yang begitu sederhana. Tidak ada sofa, yang ada hanya meja dan kursi kayu dengan berbagai ukuran.

Sakura duduk di ujung kursi yang panjang, sementara Galen duduk di kursi yang untuk satu orang, namun bersebelahan dengan Sakura.

"Oiya, mau minum apa, Kak?" Baru saja Sakura hendak beranjak, tangan Galen buru-buru menahannya.

"Nggak usah, Sa. Kamu makan aja buburnya, nih. Udah ada minumnya juga. Aku sekalian beli tadi di warung sebelah tukang buburnya," jelas Galen sambil sibuk membuka sterofoem pembungkus bubur. Yang kemudian mengangsurkan sesendoknya ke arah mulut Sakura, sehingga Sakura menjadi bingung dan tidak bisa berkata-kata.

Dengan ragu-ragu, Sakura membuka mulutnya. Menerima suapan bubur itu.

Melihat pipi Sakura yang menjadi lebih membulat ketika sedang mengunyah, seketika memengaruhi dua sudut bibir Galen menjadi terangkat. "Kamu lucu kalau lagi makan," jujurnya. Dibuatnya Sakura menunduk, memalingkan pandangan salah tingkah.

"Nih lagi." Galen menyuapkan sesendok selanjutnya. "Makan yang banyak, biar nggak bulet di pipi doang," godanya.

Bukan bermaksud membiarkan Galen berbicara sendiri, hanya saja Sakura tidak tahu harus menjawab apa. Ketika tiba-tiba saja dirinya kehabisan kosa kata untuk diucapkan.

Tiba-tiba Galen metakkan kembali sendok itu di dalam tempat, saat tidak sengaja melihat ada sedikit bubur menempel di sisi bibir Sakura.

Tangan Galen terjulur, mendekati bibir Sakura. Di sisi lain, Sakura yang tidak menyadari itu, benar-benar tidak mengerti maksud juluran tangan Galen, sampai tiba-tiba ibu jari cowok itu menyentuh bagian bibirnya.

Dengan gerakan agak lambat, Galen mengusap bibir Sakura dengan sentuhan lembut. Pandangan Galen yang hanya terfokus pada bibir Sakura, membuatnya tidak menyadari, bahwa seorang gadis yang tengah dibersihkan bibirnya itu sudah membeku pada posisi duduknya sedari tadi.

Lalu tak lama Sakura merasakan pergerakan ibu jari Galen yang tertahan di bibirnya. Sorot mata Galen yang terangkat menatapnya, membuat ia semakin tidak bisa berkutik sama sekali. Tidak bisa membaca, hal apa yang akan cowok itu lakukan setelah ini.

"Kalau aku suka sama kamu gimana, Sa?"

Sakura yang belum mengeluarkan sepatah kata pun semenjak mengambil posisi duduk, seketika merasa seluruh kesadarannya terserap oleh perkataan Galen barusan. Kalimat itu adalah kalimat yang sungguh Sakura damba-dambakan dulu. Bahkan Sakura berani bersumpah, sudah terhitung ratusan kali hal ini muncul di dalam mimpinya.

Dulu Sakura pikir dirinya akan sangat bahagia ketika mendengar kalimat itu akhirnya terucapkan oleh Galen. Terlontar dari mulut Galen di hadapannya. Namun pada kenyataannya sekarang, Sakura benar-benar tidak menyangka. Bukannya senang yang dirasa, justru malah sesak yang menyelinap di dadanya.

"Sejak kapan Kak Galen suka sama aku?"

"Sejak kamu bantu aku untuk kembali berdiri, di saat Viola udah buat aku terjatuh dan nggak bisa bangkit, Sa. Di panti itu, kamu ingat?"

"Kenapa jadi begini?" gumam Sakura bertanya pada dirinya sendiri. Kenapa Kak Galen baru menyatakannya sekarang, di saat aku justru mulai nggak yakin dengan perasaanku ke dia? Ketika hatiku udah mulai terisi oleh nama lain, dan itu bukan Kakak.

"Ekhem, permisi." Dehaman seseorang seketika menginterupsi.

Baik Galen maupun Sakura, keduanya menoleh ke ambang pintu yang sebelumnya memang sengaja Sakura biarkan terbuka. Dilihatnya Angkasa berdiri di sana.

Sambil mengambil posisi duduk di sisi sebelah Sakura yang satunya lagi, Angkasa bertanya pada Sakura, "Gimana kondisi kamu?"

"Kakak ngapain di sini?" Sakura berbalik tanya.

Sejenak Angkasa menempelkan punggung tangannya di kening Sakura. "Saya kan udah bilang, kalau hari ini suhu badan kamu masih belum stabil, saya anter kamu ke rumah sakit. Tapi karena kamu lagi makan..." Angkasa tiba-tiba mengambil alih sendok dan bubur di tangan Galen. "jadi biar saya suapin dulu."

Tidak ada tarik urat dari ucapan dan kelakuan Angkasa barusan. Tetapi tetap saja Galen kesal. Terlebih lagi ketika mengingat sahabatnya itu sudah memiliki gadis lain si pemberi kotak musik itu, yang bernama Raya.

"Sori, Sa, tadi gue yang lagi nyuapin dia," tandas Galen tidak mau mengalah.

"Iya, tapi itu kan tadi." Angkasa menandas balik.

"Udah-udah, kalian nggak perlu ribut. Aku bisa makan sendiri!" Tanpa segan, Sakura segera merampas kembali bubur dan sendok dari tangan Angkasa. "Kalau kayak tadi terus yang ada napsu makan aku hilang!"

Karena kesal saat mengunyah, tiba-tiba Sakura tersedak.

Uhuk!

Gadis itu menepuk-nepuk dadanya.

"Kamu kesedak? Ini min―" tanya Galen. Namun belum selesai ia memberi tawaran, sebotol air mineral yang dibelinya dan ditaruh di atas meja sudah lenyap tiada jejak.

"Makanya kalau makan pelan-pelan!" omel Angkasa, ketus. Yang entah kapan tangannya bergerak cepat mengambil air itu, dan langsung meminumkannya pada Sakura dengan kasar.

Bukannya memerhatikan Sakura, tatapan Angkasa malah terus tertuju pada Galen dengan begitu sinis. Sampai-sampai ia tidak menyadari kalau mulut Sakura sudah mengembung terisi penuh oleh air mineral yang ia tumpahkan.

"Ehm! Ehm! Hmpffpt!" Sakura menepuk-nepuk tangan Angkasa.

Tetapi Angkasa tidak menggubrisnya. Hingga mulutnya sudah mengembung maksimal, dan tidak muat lagi menampung volume air lebih banyak, Sakura langsung menarik lengan Angkasa dengan seluruh tenaga yang ia punya. Membuat air dalam mulutnya pun seketika menyembur tepat di wajah cowok itu.

Angkasa menoleh dengan geraman yang tertahan oleh mulutnya yang terkatup begitu rapat, sampai bibirnya nampak segaris. Apalagi melihat Galen menertawainya.

Sakura ketakutan. "Maaf, Kak. Nggak... sengaja," gugupnya, membekap mulut sendiri.

"Lama-lama saya cium kamu kalau ngeselin terus!" ancam Angkasa, yang langsung mengambil beberapa lembar tisu yang tersedia di tengah meja, untuk mengelap wajahnya.

Bukan cuma Sakura, Galen pun antara percaya dan tidak percaya dengan ancaman yang baru saja Angkasa lontarkan pada Sakura.

===

To be continue...

a/n: komen yang banyak, nanti aku langsung up lagi!

follow instagram itscindyvir // amateurflies

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top