[vol. 1] 40. Sahabat Lama

Kamu tidak akan bisa berbuat apa-apa. Karena pada akhirnya, mereka memang datang hanya untuk pergi.

***

"Makasih, ya, Ren. Berkat kamu, akhirnya aku bisa dapat kerja yang nggak terlalu jauh dari rumah. Gajinya juga lumayan buat nambahin kebutuhan sehari-hari keluargaku. Ngandelin gaji Mas Angga aja kadang nggak cukup. Apalagi bayaran sekolah Sakura sekarang naik."

Wanita itu mengulum senyum, lalu tertawa. "Santai aja, lagi. Ini juga mungkin karena kedai ini, tuh, langganan aku udah lama. Jadi pas kemarin kebetulan lagi ada lowongan, langsung aja aku kabari kamu. Bantuan aku itu nggak seberapa dibanding bantuan kamu selama ini."

"Oya? Memang aku bantu apa? Malah agaknya aku nyusahin kamu terus, Ren," tutur Yuli.

Rena, sahabat karib Yuli sejak SMP, meraih tangan Yuli. "Kamu lupa, dulu waktu jaman sekolah aku nggak bisa bayaran, kamu bantuin aku untuk bayarkan pakai tabungan kamu dulu?"

"Astaga, Rena. Itu kan cuma satu kali. Lagi pula uangnya kamu ganti."

"Tapi, Yul, kalau aja waktu itu kamu nggak bantu aku dengan meminjamkan tabunganmu, nggak tau, deh, gimana nasib aku dicecar sama Bu Wilda. Si Kepala Keuangan di sekolah kita dulu. Yang kalau nagih bayaran, uang buku, atau apapun, udah kayak rentenir gila." Rena tertawa, membuat Yuli pun ikut tertawa mendengar ceritanya dan mengingat masa sekolah mereka.

"Tetap aja, dibanding kebaikanku, selama kita bersahabat kebaikanmu yang lebih banyak. Jadi sekarang sebagai imbalannya, aku traktir kamu makan roti boleh pesan semua varian. Jangan ditolak, ya!"

Untuk menghargai niat baik Yuli, akhirnya Rena mengangguk mengiyakan.

"Kamu duduk di sini, terus kasih tahu aku mau pesan apa," tukas Yuli yang sudah siap dengan note dan bolpoinnya. "Ingat, ya, di hari pertama aku kerja ini, kamu pelanggan pertama aku. Jadi jangan sungkan!"

"Aku pesan donat cokelat keju, tanpa topping dan moccachino hangat." Berhubung Rena sering mampir ke kedai roti itu, maka ia memesan tanpa perlu membuka buku menu lagi.

"Ada lagi?"

"..."

Ketika Yuli mengangkat kepalanya, tiba-tiba saja seseorang yang ia ajak bicara barusan menghilang. "Rena?" Yuli mengedarkan pandangannya ke segala penjuru kedai. Namun ia tak berhasil menemukan sahabatnya itu. "Rena?" Yuli panik. Memanggil dengan meninggikan bunyi suaranya.

"Rena!" Yuli menjerit dan langsung membuka mata, mendapati dirinya di atas ranjang dengan air mata yang mengaliri pipinya.

Yuli menoleh, memandangi sebuah figura yang terpajang di atas meja tepat di samping ranjangnya. Figura yang memajang foto dirinya dengan seorang wanita di dalam mimpinya. Rena, sahabat dekat Yuli yang sudah lama sekali tidak ada kabar, namun cukup sering mendatangi Yuli di dalam alam bawah sadarnya.

Tangan Yuli terulur hendak mengambil figura itu.

Prang!

Belum sampai tangan Yuli meraihnya, figura itu malah terdorong jatuh bersamaan dengan sebuah gelas yang tersenggol oleh tangannya.

"Ibu!"

Pekikan Sakura seketika membuat tatapan Yuli bergeser ke arah ambang pintu kamarnya yang terbuka.

Sakura berlari mendekat. Mendapati banyaknya pecahan beling di lantai sungguh membuat Sakura panik bukan main. "Ibu nggak apa-apa kan? Ibu terluka?"

Yuli menggeleng lemah. Sorot matanya mengatakan, agar Sakura tidak perlu khawatir.

"Ibu haus? Biar Sakura ambilkan minum lagi, ya?" Sakura ingin bergegas, tetapi Yuli menahan tangannya, lalu memberi gelengan lagi. "Yaudah kalau gitu Sakura bersihkan lantainya dulu, ya?"

Sakura memindahkan tangan ibunya yang menahannya tadi dengan pelan-pelan. Lalu mengambil posisi jongkok di lantai. Begitu hati-hati, Sakura membersihkannya dengan sapu sampai benar-benar bersih dan tidak ada beling tersisa.

Sementara sebuah figura yang juga tergeletak di lantai, Sakura langsung mengambilnya. Namun berhubung kacanya sudah pecah, Sakura tidak kembali memajangnya di atas meja. Melainkan menaruhnya di dalam laci untuk sementara. Setidaknya sampai ia membeli figura yang baru untuk menggantikannya.

"Kak, aku titip ibu, ya. Mau buang ini dulu," ucap Sakura sambil menunjukkan serokan sampah di tangannya, yang terdapat pecahan beling.

"..."

Angkasa tergugu tidak menjawab. Bahkan sejak tadi pun Angkasa belum masuk ke dalam dan masih diam bergeming di ambang pintu.

"Kak Angkasa?"

"Eh, ya?" Setelah Sakura sedikit mengguncang lengannya, barulah Angkasa memberi respon.

"Aku mau buang ini dulu, titip Ibu sebentar, ya?" ulang Sakura.

"Sini biar saya aja yang buang." Tanpa menunggu Sakura mengiyakan, Angkasa langsung mengambil alih serokan di tangan Sakura dan berlalu untuk membuang beling-beling yang tertampung di atasnya.

💕

Sambil mengunyah kripik pisang tiada henti dari dalam toples kaca di pangkuannya, di ruang tamu, Pita nampak serius sekali menyaksikan episod terakhir serial Drama Korea yang berjudul Goblin.

Ting nong!

Ber rumah berbunyi. Namun karena saking fokusnya menyaksikan aktor kesayangannya, telinga Pita seakan sudah tersumbat tidak mendengar apa-apa selain suara aktor dan aktris yang sedang berlakon dalam televisinya. Membuat Tita yang sebetulnya memiliki urusan lain di dapur, keluar bersama dengan ocehannya.

"Pita! Orang ada bel bunyi, bukannya dibukain!"

"Mami aja, deh. Pita nggak bisa ninggalin Gong Yoo Ahjussi sayang barang satu detik pun," sahut Pita, santai.

"Ishhh! Dasar anak jaman sekarang!"

Alih-alih memperpanjang hal sepele nantinya, Pita putuskan untuk tidak menimpali maminya lagi. Memang benar, kok! Pita tidak masalah kalau diganggu, atau disuruh ini-itu, asalkan selama dirinya tidak sedang menonton serial atau film Gong Yoo, ia pasti nurut saja.

"Ekhem-ekhem!" Suara batuk seseorang seketika membuat pendengaran Pita risih.

"Sssttt!" desis Pita tanpa melihat lawan bicaranya.

"Kayaknya Tante pernah ketemu laki-laki itu, deh, waktu ke Korea Selatan kemarin."

Mengenali suara, dengan cepat Pita menoleh. "Tante Arina?" pekik Pita tidak percaya, dan langsung memeluk seorang wanita yang duduk satu sofa dengannya.

Melewatkan satu detik saat sedang menonton serial Gong Yoo memang hal yang paling dihindari oleh Pita. Akan tetapi, jika sudah bertemu dengan seseorang yang rasanya sudah lama sekali tidak bertemu, siapa yang bisa tahan untuk tidak mengalihkan perhatiannya?

"Tante Arina beneran ketemu Gong Yoo Ahjussi di sana?!" tanya Pita, yang tetap saja membahas aktor korea favoritnya itu.

"Banyak, kok."

Seketika Pita mengernyit. "Banyak?"

"Iya. Orang sana itu Tante perhatiin mukanya mirip-mirip. Jadi yang lewat di jalan itu banyak banget yang kayak ahjussi kesayangan kamu itu." Arina terkikik.

"Kamu itu, ya, Pita, masih kecil maunya sama Om-om!" omel Tita. Lalu ditatapnya Arina, adik iparnya. "Rin, aku balik ke dapur dulu. Takut hangus masakanku. Mau minum apa? Biar nanti sekalian aku ambilkan juga."

"Apa aja, Kak," jawab Arina.

"Sip, deh. Sebentar lagi Mas Erik pulang, kita makan malam bersama," timpal Tita, lalu wanita yang masih mengenakan celemek itu kembali ke belakang untuk meneruskan kegiatan dapurnya. Membiarkan anaknya melepas rindu bersama Arina.

💕

Sepulang sekolah, langkah Angkasa terhenti di tengah-tengah tangga, ketika tiba-tiba ia mendengar suara tangisan seseorang dari dalam kamar orangtuanya.

Urung akan niatnya yang ingin langsung ke kamar, Angkasa berbelok menyambangi sumber suara. Angkasa membuka pintu kamar itu, akan tetapi ia tidak mendapati siapapun di dalamnya. Angkasa masuk, dan ia terkejut melihat sosok mamanya di sudut ruangan dalam kondisi kacau, terduduk di atas lantai dengan memeluk lututnya erat-erat.

"Mama?" Angkasa berlari mendekat. "Mama kenapa?"

Alih-alih menjawab, wanita yang Angkasa sebut Mama itu menangis sambil terus menyembunyikan wajahnya.

Angkasa memeluk wanita itu. Tidak tahu apa masalahnya, entah kenapa tiba-tiba mata Angkasa terasa panas dan ikut berkaca-kaca. Rasa sesak yang dirasakan mamanya terasa seakan-akan menjalar ke dalam dirinya.

"Mama kenapa?" tanya Angkasa lagi.

"Mama takut, Angkasa. Mama takut." Wanita itu melirih di sela-sela isaknya.

"Apa yang Mama takutin?"

Wanita itu menggeleng tanpa bisa menghentikan tangisannya.

"Mama nggak perlu takut, sekarang udah ada Angkasa. Angkasa janji bakal jagain Mama terus di sini. Nggak akan ada satu pun orang yang bisa nyakitin Mama."

Angkasa memandangi wajah senyum mamanya, yang terabadikan dalam lembaran kertas foto. "Mama di mana? Kenapa Mama pergi tinggalin Angkasa sendiri di sini?" tanyanya pada sosok dalam foto itu, meski ia tahu tidak akan ada yang menjawabnya.

Angkasa mengembus napas cukup panjang, sebelum akhirnya ia letakkan kembali lembaran foto tak berbingkai itu, di dalam laci nakasnya.

Dengan posisi jari-jemari yang saling mengait, Angkasa merebahkan tubuh, menjadikan telapak tangannya sebagai bantalan kepalanya. Secara perlahan, Angkasa menutup mata, lantas pandangannya menjadi gelap.

💕

"Gimana, Rin, setelah lama tinggal di negeri orang? Masih inget opor ayam masakanku nggak?" gurau Tita sambil makan.

"Masih dong! Sori, ya, aku itu nggak sesombong abangku. Yang cuma satu minggu liburan di US aja langsung lupa tumis kacang panjang kesukaannya. Sombong!" seloroh Arina, membuat yang lain tertawa. Termasuk Erik, seseorang yang sedang disindir candanya.

"Eh, tapi, Tan, jangan salah, lho! Sekarang papi Pita ini udah berubah, tau." Seketika Pita menyela, di tengah kunyahannya.

"Nah, ini baru anak kesayangan Papi yang paling cantik!" puji Erik, mengusap puncak kepala putrinya dengan bangga.

Meski kemudian Tita, istrinya sendiri memungkir, "Berubah jadi power ranger maksud kamu?" tanyanya seraya tertawa.

"Ih, bukan, Mami. Berubah jadi orang baik!" seru Pita. "Kemarin aja, pas aku lagi di rumah Sakura, diam-diam Papi ngejagain dari kejauhan. Padahal kan sebelumnya, jangankan untuk ke sana, ada keinginan aja enggak! Iya kan?"

Untuk gurauan Pita kali ini, tidak ada satu pun yang tertawa. Dalam hitungan detik, suasana justru berubah menjadi sepi. Ketiga orang dewasa itu seketika saling melempar tatap, lalu berpaling dan langsung sibuk dengan isi kepala masing-masing. Membuat Pita, satu-satunya orang yang tidak mengerti arti kecanggungan itu, menjadi bingung dan bertanya-tanya.

"Kenapa pada diam?"

===

To be continue...

a/n: seperti yg dijabarkan di bab 1 gais, sekedar mengingatkan, kalau Sakura bekerja di kedai roti yang sebelumnya merupakan tempat ibunya bekerja.

HARUS KOMEN YA YG BANYAKKK, DAN VOTE JUGAA:D

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top