[vol. 1] 37. Ada Rasa

Play lagu di atas ya sambil baca^

Kamu udah masuk terlalu jauh dalam hidup saya. Jadi jangan pernah mencoba untuk keluar.

***

"Cara kedua. Seperti kata pepatah Jawa, witing tresno jalaran soko kulino. Cinta tumbuh karena terbiasa. Terutama terbiasa berdua," tutur Pita dengan nada serius. "Nah, jadi sekarang tugas lo, banyakin waktu buat berdua aja sama Angkasa. Cari-cari kesempatan, di mana lo sama Angkasa itu nggak bakal ada yang ganggu. Paham?"

Sekarang sampai satu jam ke depan, Galen bilang semua dibebaskan untuk melakukan apapun. Sehingga saat ini terlihat pada berpencar. Ada yang beristirahat, bercanda, ada juga yang hanya sibuk memainkan ponsel, dan masih banyak lagi macam-macam kesibukan mereka. Sedangkan Angkasa, seperti yang Flora katakan sebelumnya, si tanpa ekspresi itu memilih duduk menyendiri di kursi kayu panjang yang memang tersedia di pinggir danau. Dengan kedua telinga yang tersumpal headset, sembari menghabiskan bacaannya Sherlock Holmes yang kini sudah memasuki series lima.

Tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan, Sakura menghampiri dengan langsung duduk di satu kursi yang sama, tepat bersebelahan dengan targetnya. Angkasa.

"Wah, cepet banget, Kak, udah series yang kelima aja?" seru Sakura setelah sebelumnya sempat melirik sedikit buku yang dipegang Angkasa.

Angkasa menoleh. Diam tidak memberi tanggapan, menatap Sakura tanpa guratan ekspresi di wajah seperti biasa. Sakura mencoba untuk membaca tatapan Angkasa. Namun baru sebentar saja tatapan itu langsung berhasil membuat bola mata Sakura berpaling. Sehingga tiba-tiba dengan refleks Sakura mengambil jarak pada posisi duduknya, dan setelah itu barulah Sakura berani membalas tatapan Angkasa. Walaupun hampir tiap detik ia berkedip.

"Aku ganggu, ya, Kak?" tanyanya yang entah kenapa tidak biasanya ia merasa tidak enak karena telah mengganggu waktu Angkasa.

Diganggu apalagi ditanya-tanya saat sedang melakukan hal yang disukainya, seharusnya Angkasa marah. Kalau bukan Sakura si pengganggunya kemungkinan besar Angkasa pasti akan marah. Tapi kali ini lain. Saat mengetahui Sakura yang duduk di sebelahnya, Angkasa justru langsung menutup buku di tangannya dan mengecilkan volume pada ponselnya yang sedang memutar lagi .

"Nggak. Sekarang saya udah biasa diganggu kamu."

"Ehehe," Sakura memaparkan cengirannya. "Lagi dengerin lagu apa, Kak?"

Lagi-lagi Angkasa tidak langsung menyahuti. Jika sebelumnya Sakura bergeser menjauhkan duduknya dari Angkasa, kini Angkasa malah bergeser mendekat, mempersempit kembali jaraknya dengan Sakura. Lalu tiba-tiba Angkasa melepas satu headset yang menyumpal telinga kananya, memindahkan itu pada telinga kanan Sakura. Alih-alih memberi jawaban, Angkasa hanya membiarkan gadis itu untuk mendengar apa yang sedang ia dengarkan.

"Simple Plan, Perfect!" tebak Sakura yang seketika sorot matanya nampak antusias.

Angkasa mengangguk dengan sedikit menarik dua ujung bibirnya. "Tau?"

"Jelas tau, dong, Kak! Aku, tuh, tau semua lagu-lagu Simple Plan. Untitled, Save You, Welcome To My Life, Addicted. Soalnya almarhum ayahku itu dulu sering banget dengerin lagu-lagunya Simple Plan. Full album! Makanya sampai sekarang aku jadi suka. Nah, yang paling aku dan ayahku suka banget yang ini, nih. Perfect!" jelas Sakura panjang lebar saking semangatnya.

"Saya juga pengaggum Simple Plan," singkat Angkasa.

"Oiya? Lagu favorite Kak Angkasa apa?" Seketika Sakura tersenyum cerah, karena akhirnya ia tidak perlu berbohong dan menipu lagi dengan berpura-pura menyukai sesuatu yang sebenarnya malah tidak ia ketahui sama sekali. Persis seperti yang dilakukannya saat bertanya soal buku bacaan.

"Your Love Is A Lie dan Perfect. Kamu sendiri?"

"Kalau aku sukanya Untitled. Nggak pernah bosen aku, tuh, denger lagu itu. Malah kadang satu lagu aku putar berulang-ulang." Gadis itu tertawa. Menertawakan dirinya sendiri. Namun saat menoleh dan mendapati Angkasa malah memerhatikannya dalam diam, tiba-tiba Sakura membungkam mulutnya lantaran kembali merasa tidak enak. "Aku banyak bicara, ya, Kak?"

Tanpa memalingkan pandangannya dari Sakura, Angkasa menggeleng dengan senyuman tipis yang membuat kedua sudut matanya agak menyipit. "Saya udah biasa dengerin ocehan panjang kamu."

"Ehehehe," kekeh Sakura. Tetapi tiba-tiba ia merasa seperti ada sesuatu bertekstur halus menyentuh kakinya.

Meow...

Saat menunduk Sakura melihat ada seekor kucing berwarna orange belang putih yang sedang menggeliat di kakinya. Kucing itu menggesek-gesekkan bulunya pada bahan levis celana yang Sakura pakai.

"Uuuh, ada ameng!" Tabiat Sakura yang mudah sekali akrab dengan kucing, tidak segan ia mengangkat kucing itu yang kemudian menggendongnya di pangkuan. Memanggil semua kucing dengan sebutan Ameng sebetulnya juga merupakan hal yang lazim bagi Sakura. "Ameng sendirian aja. Temennya ke mana?"

Meow...

"Nggak ada, ya? Nggak apa-apa, bertemen sama aku aja kalau gitu, Meng." Seakan memahami bahasa satu sama lain, Sakura berbicara saja walau ia tahu jawaban kucing itu pasti akan terus-menerus sama.

Sakura mengelus-ngelus bulu kucing itu, tetap halus, meski terlihat agak kotor―terutama pada bagian yang berwarna putihnya. Namanya juga kucing liar. Hidupnya di jalanan. Wajar kalau kelihatan tidak bersih dan terawat. Karena memang tidak ada yang mengurus.

"Kamu suka kucing?" Jika kemarin-kemarin Sakura terus yang memulai pertanyaan, entah ada angin apa untuk pertama kalinya kini Angkasa yang bertanya duluan.

Sampai-sampai Sakura sendiri yang ditanya terbengong-bengong, terkesima dengan keajaiban dunia yang disaksikannya barusan. "Kak Angkasa nanya aku?"

"Iya. Keliatannya kamu suka banget sama kucing?" ulang Angkasa yang sama sekali tidak merasa ada yang salah dengan pertanyaannya itu.

"Banget, Kak!" seru Sakura sambil mengusap-ngusap leher kucing itu. Sehingga kucing itu tidak berhenti bergeliat manja di tangan Sakura. "Kalau aja ibu aku nggak alergi bulu kucing, mungkin dari kecil aku udah ternak kucing di rumah. Kak Angkasa juga suka?"

Cukup lama Angkasa membeku dengan pikirannya. Sampai akhirnya ia memberi anggukan, yang detik itu juga membuat Sakura tersenyum cerah untuk kali yang kedua. "Wah, kita sama lagi, dong, Kak! Jangan bilang dari tadi Kak Angkasa ngeliatinnya gitu banget, karena Kak Angkasa mau ikutan main, ya, sama Ameng? Nih, gendong aja nggak apa-apa. Bulunya halus banget tau, Kak."

Sekian detik Angkasa tidak bereaksi apa-apa.

"Nih, Kak, gendong aja." Sakura menyodorkan kucing itu, lantas Angkasa tidak bisa lagi menolaknya.

Tidak seperti dirinya, tidak tahu kenapa yang Sakura amati tangan Angkasa bergerak sangat kaku ketika mengusap kucing itu. Senyumnya pun seperti sangat dipaksakan. Atau mungkin cuma perasaan Sakura saja?

"Sa!"

Merasa terpanggil, baik Sakura maupun Angkasa sama-sama menoleh secara berbarengan. Membuat Galen, seseorang yang memanggil, merasa bersalah pasal sebenarnya hanya satu orang yang ia panggil.

"Eh, sori-sori, Sakura. Gue manggil Angkasa maksudnya," ralat Galen seraya menghampiri mereka Sakura dan Angkasa. "Sa―" Ucapan Galen terputus. Raut wajahnya seketika berubah menjadi penuh keheranan dan terdapat kerutan di dahi. Ada yang aneh akan apa yang dilihatnya saat ini. Setahu Galen, sahabat kecilnya itu paling anti dengan hewan bernama kucing. Jangankan untuk menggendong seperti tadi, memegang bulunya saja biasanya Angkasa tidak pernah mau. Karena semenjak tragedi ada kucing yang mencakarnya waktu kecil, semenjak itu pula kucing adalah satu-satunya jenis hewan yang paling tidak Angkasa sukai. "Sejak kapan lo suka kucing? Bukannya―"

"Ada apa lo cari gue?" potong Angkasa, ketus.

Masih dengan ekspresi heran, Galen tetap menyahut, "Oh iya, gue mau bahas soal laporan kita nanti."

"Ayo." Angkasa menyerahkan kucing di pangkuannya itu pada Sakura. Sebelum akhirnya ia berdiri menggiring Galen agar tidak melanjutkan kalimatnya yang barusan terpotong.

💕

"Sini masuk ke dalam mobil dulu sebentar."

Dengan penuh kebingungan akan keberadaan papinya saat ini, Pita tetap menuruti permintaan beliau untuk masuk ke dalam mobil. Pita duduk di kursi penumpang bagian depan, mengurung sejenak niatannya yang semula ingin ke supermarket terdekat sini.

"Papi mau ketemu Tante Yuli?" tanya Pita, menebak-nebak.

"Tidak, tidak." Erik buru-buru mengelak. "Papi di sini cuma mau memastikan kamu saja."

"Memastikan gimana?" Pita semakin tidak mengerti.

"Ya, memastikan kalau anak semata wayang Papi ini baik-baik saja," terang Erik seraya mengusap puncak kepala Pita, putri satu-satunya. "Kamu sudah makan?"

"Belum, ini baru mau beli bahan makan."

"Mau Papi antar sekalian?"

Guna mempersingkat waktu, Pita mengiyakan tawaran papinya. Karena kalau dipikir-pikir khawatir juga kalau tantenya berlama-lama di rumah sendirian. Pita khawatir kalau tidak diantar akan memakan waktu lebih lama, sedangkan tantenya keburu bangun dan tidak mendapati dirinya di sana.

💕

Hari menjelang sore. Kegiatan bakti sosial akhirnya selesai juga. Tepat pukul 03.00, seluruhnya diperintahkan untuk bersiap-siap pulang dan kembali masuk ke dalam bus.

"Bon, lo duduk sama siapa, sih? Lo dateng duluan bukannya nyisain tempat duduk buat gue tadi!"

"Yahelah, Sa, emangnya lo doang yang lagi berjuang buat Kak Galen. Gue juga, kali."

"Pedofil lo, maunya sama yang kecil-kecil!" Mata Sakura tiba-tiba membulat menatap Bima. "Wah, jangan-jangan lo ikut kegiatan ini cuma buat modus, ya?! Bukan buat nambah nilai!"

Bima meringis lebar. "Itu, sih, salah satunya. Tapi buat nambah nilai juga. Lumayanlah. Kalau kata pepatah, sambil menyelam, kita berenang."

Plak

"Pepatah apaan begitu! Ada juga sambil menyelam, minum air, bego!" kesal Sakura, tanpa segan menoyor kepala plontos Bima.

"Ya, itulah maksud gue. Sama aja."

Usai membantu yang lain membereskan area sekitar dengan mengusahakan tidak meninggalkan sampah, Sakura dan Bima menyusul mereka-mereka yang sudah lebih dulu masuk ke dalam bus.

Sakura duduk di kursi yang sama seperti saat berangkat. Namun bedanya saat ini Angkasa masih belum berada di kursi sebelahnya. Ya, jelas, panitia memang diminta untuk berkumpul terlebih dahulu oleh Galen, untuk memberikan dana sumbangan secara bersama-sama sebagai perwakilan satu kampus, dalam bentuk dana tunai yang jumlahnya Sakura tidak ketahui.

Sementara duduk sendiri, Sakura memasang headset untuk menyumbat pendengarannya supaya tidak terlalu sepi. Memutar lagu Simple Plan, yang baru hari ini ia ketahui bahwa itu merupakan salah satu lagu favorite Angkasa. Your Love Is A Lie.

Belum sampai setengah lagu itu terputar, selang sekitar dua menit Angkasa beserta panitia yang lainnya barulah datang dan masuk ke dalam bus, yang kemudian satu-persatu mereka duduk di kursi masing-masing.

Saat masuk, Galen langsung melempar tatapannya pada Sakura. Sementara Sakura sendiri, diam-diam malah memerhatikan seseorang yang baru saja mengambil posisi duduk tepat di sebelahnya. Bukan, Sakura memerhatikan Angkasa bukan karena suka atau apa. Tapi mengingat saat di pinggir danau tadi dan apa yang Galen ucapkan, membuat Sakura jadi bertanya-tanya sendiri.

Sebenarnya Kak Angkasa itu suka atau nggak, sih, sama kucing? Masa iya cuma pura-pura suka? Tapi buat apa dia ngelakuin itu?

Di pihak lain, Angkasa yang baru mendapat posisi duduk nyaman, tiba-tiba merasa tidak nyaman, ketika tanpa sengaja ia melihat Galen yang sepasang matanya terus memerhatikan Sakura sambil berpura-pura menaruh tas di besi atas, namun dengan melambat-lambatkan gerakannya. Sehingga membuat Angkasa terpancing untuk menoleh gadis di sampingnya, melihat apa yang Galen perhatikan. Yang ternyata, tanpa sengaja pula Angkasa malah langsung menangkap basah gadis itu―entah sejak kapan―sedang memandang ke arahnya.

"Nah, kalau ngeliatin saya begini nggak apa-apa, nggak usah pakai kacamata hitam," tutur Angkasa dengan sedikit intonasi, yang seketika membuat Sakura segera memalingkan wajahnya kembali ke depan.

"Apaan, sih, Kak, siapa juga yang ngeliatin Kak Angkasa. Jangan ge-er, deh," oceh Sakura, menepis prasangka Angkasa.

Kelakuan Sakura yang begitu menggemaskan kali ini membuat Angkasa benar-benar tidak bisa untuk tidak mengulum senyum. "Lagi dengar apa?" Tidak pakai izin, Angkasa main ambil saja headset sebelah kiri Sakura, lalu memasangkannya pada telinga kirinya. Sehingga si pemilik headset pun tidak bisa lagi berbuat apa-apa.

Sakura hanya memerhatikan kelakuan aneh Angkasa, yang tidak biasa-biasanya seperti ini. Sedangkan Angkasa sendiri, tidak tahu kenapa justru merasa puas setelah melakukan apa yang baru saja ia lakukan, setelah sebelumnya ia menyempatkan diri untuk sedikit melirik kembali ke arah Galen, yang saat ini sudah tidak lagi memerhatikan gadisnya. Ralat, maksud Angkasa gadis di sampingnya.

💕

Perjalanan pulang yang suasananya memang terasa sangat melelahkan, membuat perbedaannya menjadi terasa signifikan dibanding saat perjalanan berangkat. Saat berangkat tadi suasana bus cukup ramai. Semua semangat mengikuti kegiatan bakti sosial kali ini dengan energi yang sudah terisi penuh dari rumah.

Sedangkan saat perjalanan pulang sekarang, rasa lelah yang dirasakan anak-anak menyebabkan sebagian besar dari mereka dilanda kantuk yang tak tertahan. Seakan daya yang terisi penuh saat berangkat sudah habis lagi, karena telah dipakai untuk melakukan banyak hal dan mengangkat barang-barang sumbangan ini-itu saat di lokasi.

Ditambah lagi dengan suasana sepi yang membuat mata mereka terasa semakin ingin terpejam saja selama sepanjang perjalanan. Tidak terkecuali Sakura, yang sejak tadi Angkasa perhatikan entah sudah berapa kali gadis itu menguap.

"Kamu ngantuk?"

"Ah?" Gadis itu menoleh, kemudian menggeleng. "Nggak," jawabnya. Lalu tak lama menguap lagi.

Sakura memang mengantuk, ingin tidur. Tetapi Sakura terus memaksakan matanya agar tetap terjaga, lebih-lebih setelah tahu bahwa Angkasa sedang memerhatikannya. Tidak, Angkasa tidak boleh melihatnya tertidur, apalagi dalam kondisi lelah seperti ini. Karena bukan tidak mungkin dalam kondisi lelah seperti ini ia akan berliur atau membuka mulutnya saat tertidur.

Pokoknya demi melancarkan misi itu, Sakura tidak akan pernah membiarkan Angkasa melihat sisi jeleknya!

Tuk!

Baru juga Angkasa berpaling sebentar, tiba-tiba suara antukan kepala Sakura dengan kaca jendela membuatnya menoleh lagi dan lagi untuk kesekian kalinya.

"Kalau ngantuk, tidur aja. Ntar saya bangunin kalau udah sampe," ucap Angkasa.

"Ah?" Sakura menoleh lagi dengan memaksakan matanya untuk terbuka. "Nggak, kok, Kak. Aku cuma lemes aja."

Angkasa menarik napas sambil menggeleng-gelengkan kepalanya tidak habis pikir. Bisa-bisanya gadis itu mengatakan dirinya tidak mengantuk, di saat kenyataan yang terlihat berkali-kali kepalanya hampir jatuh dan tertahan.

Bahkan saat Angkasa baru saja hendak berpaling, nampaknya kepala Sakura sudah mau terjatuh lagi membentur kaca jendela. Sehingga dengan cepat salah satu tangan Angkasa langsung bergerak menahan kepala gadis itu, yang kemudian ia sandarkan tepat di bahunya, tanpa tega untuk membangunkan.

Tanpa sadar Angkasa memerhatikan wajah tenang Sakura saat sedang tertidur dari samping. Yang entah kenapa, Angkasa pun jadi ikut merasa tenang melihatnya. Melalui bahasa isyarat yang tak terungkap oleh kata di dalam benaknya, kini akhirnya Angkasa mulai mampu untuk memahami, perasaan apa yang ia rasakan terhadap Sakura. Iya, Angkasa menyukai gadis itu. Namun Angkasa masih belum tahu bagaimana cara untuk menyatakannya secara langsung.

Sambil membenarkan poni Sakura, Angkasa hanya bisa bergumam pelan, "Kamu udah masuk terlalu jauh dalam hidup saya. Jadi jangan pernah mencoba untuk keluar."

===

To be continue...

keep in touch with me on ig @itscindyvir

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top