[vol. 1] 36. Berebut Perhatian
Perasaan orang siapa yang tahu jika tidak diucapkan?
***
Tepat pukul 07.00, orang-orang sudah ramai memenuhi halaman depan Universitas Nusa. Baik penyelenggara acara, panitia, atau pun para relawan, semua sudah berkumpul dengan barang bawaan masing-masing. Sebagian ada yang masih mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan di sana untuk disumbangkan.
Sebagian lagi ada yang saling tunggu, berdiri mengelilingi bus pariwisata, ada juga yang sedang menyusun bawaan-bawaan besar yang nantinya akan dimasukkan ke dalam bagasi bus. Sedangkan sebagian sisanya ada yang sudah masuk ke dalam bus. Kalau yang terakhir itu biasanya mahasiswa tingkat pertama, yang memang belum waktunya untuk diberi kepercayaan banyak-banyak. Karena dengan mereka bersedia untuk mengikuti program ini saja sebetulnya sudah bagus.
"Sa, tas-tas besar ini isinya baju-baju. Tolong kamu susun di dalam bagasi, ya. Sekalian sama yang kardus-kardus besar itu, nanti disusun di atasnya. Soalnya isinya indomie sama bahan-bahan sembako, jadi jangan sampai ketindih-tindihan di bawah. Oke?" titah Galen pada Sakura, sebagai salah satu penanggungjawab kegiatan.
Sakura mengangguk, sigap. "Oke, Kak."
Dengan cekatan Sakura juga langsung menjalankan apa yang diminta Galen.
"Bima, Rara, Suci, Anton, lo bantu Sakura, ya. Flo, lo absen siapa-siapa aja yang udah dateng, dan yang belum dateng. Gue, Angkasa, sama panitia yang lain mau urus anggaran dulu. Bisa, kan?" Kali ini Galen bicara pada Flora, setelah Bima, Rara, Suci, dan Anton sudah menjalankan tugasnya sama seperti Sakura.
Tapi mendadak raut wajah Flora berubah tidak enak. "Sori, gue bantuin nyusun barang-barang aja, deh, Len. Gue banyak yang nggak kenal soalnya. Mager juga kalau mesti nanya satu-satu, ribet."
Galen berdecak. Ia lupa kalau di angkatannya Flora memang terkenal sebagai salah satu dari antara sekian orang yang paling malas banyak berinteraksi dengan orang asing, apalagi yang tidak dikenalnya sama sekali. Maka dari itu wajar saja kalau Galen sebetulnya agak heran ketika tiba-tiba melihat Flora datang dan mau mengikuti kegiatan sosial semacam ini.
"Gini, deh, Suci!" Galen memanggil Suci. Sampai saat yang dipanggil menghampiri, Galen melanjutkan lagi, "Ci, lo yang urus absensi, biar si Flora yang bantu nyusun di sana. Nggak apa-apa kan?"
"Nggak apa-apa, Kak."
Suci menurut, sementara Flora tersenyum puas. Setelahnya mereka berdua segera menjalankan tugas masing-masing. Suci mengambil alih absensi di tangan Galen, dan Flora langsung mendekati Sakura sembil ikut membantu menyusun barang-barang. Ya, memang ada hal lain yang membuat Flora mau tidak mau, suka tidak suka harus mengikuti kegiatan bakti sosial ini.
"Lo nggak lupa kan sama misi dari Lola?" ucap Flora dengan sedikit berbisik sambil tetap melakukan tugasnya.
Sakura berhenti sejenak. Dengan mengangkat sebelah alisnya ia bertanya, "Emang kenapa? Ada urusannya sama lo?"
"Jelas ada. Asal lo tau, ya, gue harus terpaksa ikut kegiatan beginian gara-gara lo dan misi lo itu. Lola minta gue buat awasi lo, supaya lo nggak ngebuang-buang kesempatan lagi kayak yang lo mau lakuin waktu birthday party-nya Angkasa. Sekaligus buat mastiin, kalau lo memanfaatkan tiap detiknya kesempatan yang lo punya."
"Sebenernya lo nggak perlu ngawasin gue," timpal Sakura, enteng, yang kemudian kembali lanjut menyusun. "Karena gue tau betul apa yang harus gue lakuin sekarang."
"That sounds good. But fyi, misi ini, tuh, penting banget bagi Lola. Jadi alesan utama gue di sini buat bantu temen gue untuk memperlancar semuanya. Dan lo sendiri juga butuh uang itu secepatnya, kan?"
"Iya. Gue pasti menjalankan semuanya. Cuma aja gue butuh waktu aja. Karena cowok yang kayak Angkasa itu nggak bisa ditaklukin pake cara yang biasa-biasa aja. Atau yang lempeng-lempeng aja. Jadi―"
"Angkasa!"
Suara seseorang yang memekik nama Angkasa, seseorang yang sedang menjadi bahan perbincangan saat ini, seketika membuat Sakura maupun Flora melebarkan mata mereka dan langsung menoleh ke sumber suara.
Tidak lama dari itu terlihat Putra berjalan menyambangi Angkasa yang entah sejak kapan tahu-tahu saja sudah berdiri tepat di dekat pintu masuk bus bagian belakang, yang tidak jauh dari posisi mereka berdiri.
"Mati lo, kalau sampai dia denger semuanya!" tekan Flora kemudian.
💕
Di saat hampir semua sudah duduk menempati kursi masing-masing di dalam bus, Sakura baru naik usai sebelumnya sempat bertelepon dulu dengan Pita, paska memastikan ibunya sudah makan dan minum obat terlebih dahulu.
Dengan pandangan yang berkeliling mencari tempat duduk yang kosong, Sakura berdiri beberapa saat di dekat kursi pengemudi. Tapi Sakura lihat tidak ada yang kosong. Hampir semua sudah terduduki dan terisi sebuah tas yang menandakan sudah ada penghuninya.
Oh, tidak, sepertinya Sakura lalai. Semua kursi memang sudah ditempati, terkecuali satu. Kursi pojok yang berada tepat di sebelah Angkasa.
Tidak ada pilihan, Sakura tetap memaksakan kedua kakinya untuk mengambil langkah menuju kursi Angkasa, di saat sebetulnya ia tidak ingin melakukan itu. "Aku boleh duduk di sebelah Kakak? So-so-alnya nggak ada kursi lagi."
"Sa, kamu nggak kebagian kursi? Mau duduk di kursi aku?" Galen yang baru memasuki bus dengan pelantang suara yang tergantung di tubuhnya, tentu saja tidak tinggal diam ketika mendapati Sakura menjadi satu-satunya orang yang masih berdiri di dalam bus.
Kedua bahu Sakura memutar, berbalik ke arah Galen. Akan tetapi belum sampai Sakura mengambil pijakan baru, tiba-tiba Angkasa segera meraih pergelangan tangannya.
"Nggak perlu," tandas Angkasa seraya berdiri. Membiarkan Sakura untuk duduk di kursi sebelahnya.
💕
Seperti raga tanpa jiwa, Yuli yang terduduk lembah di atas ranjang dengan punggung bersandar dan pandangan yang menerawang kosong, bertanya sambil menelan kunyahan makanan di dalam mulutnya. "Sakura mana, Pit?"
"Sakura lagi ada kegiatan kampus, Tante," jawab Pita dengan intonasi begitu sabarnya.
"Om Angga ke mana?" lanjut Yuli yang justru pertanyaan malah semakin ngawur. Yang membuat Pita sesaat terdiam menatapnya prihatin.
"Tante makan dulu, ya. Satu suap lagi, habis ini minum obat." Sebisa mungkin Pita mengalihkan pembicaraan, kemudian menyuapkan kembali sesendok nasi berkuah sayur ke dalam mulut Yuli.
Yuli menurut ketika Pita memintanya untuk menyuapkan sesendok nasi pada suapan yang terakhir. Akan tetapi Yuli menggelengkan kepalanya sekaligus menjauhkan mulutnya dari jangkauan Pita, ketika Pita menyodor salah satu dari beberapa pil obat yang biasa dianjurkan dokter untuk wajib ia konsumsi secara rutin tiap harinya.
"Sakura mana, Pita? Om Angga? Kenapa kamu terus yang rawat Tante? Kenapa mereka jahat ninggalin Tante sendiri di sini?" protes Yuli. Sepasang mata tuanya berkaca-kaca.
Pita tidak tahu apa yang membuat tantenya itu tiba-tiba bicara seperti ini. Padahal selama ia diberi wewenang untuk merawat dan menjaga beliau oleh Sakura, beliau tidak pernah membahas barang satu hal pun mengenai mendiang suaminya. Bahkan Pita sempat berpikir, ingatan tantenya itu tentang om-nya sudah terhapuskan paska peristiwa enam tahun lalu yang terjadi menimpa keluarga Sakura.
Sesaat Pita menarik napas berat. "Tante nggak perlu khawatir, ya. Kan ada Pita di sini. Nanti malam Sakura juga pulang, kok. Yang terpenting sekarang Tante minum dulu obatnya. Biar saat Om Angga dan Sakura kembali, Tante udah sehat lagi. Mau, ya?"
Yuli menoleh pada Pita. Sementara Pita berupaya semampu mungkin untuk meyakinkan wanita itu dengan raut wajahnya. Sehingga akhirnya Yuli merasa yakin, dan setuju untuk meminum obat-obatnya seperti biasa.
Lima butir obat yang dua di antaranya merupakan pil besar berhasil ditelan oleh Yuli. Dan percaya atau tidak, hal tersebut benar-benar membuat Pita merasa tenang.
💕
Setelah melalui perjalanan panjang selama sekian jam, rombongan baksos Universitas Nusa tiba di Bandung. Tepatnya di titik lokasi yang mana beberapa pekan lalu baru saja tertimpa bencana alam gempa bumi. Tidak ada bangunan yang tersisa di sekitar sana. Semua runtuh sampai rata dengan tanah.
Sakura turun dari pintu bus bagian depan. Sedangkan Angkasa turun dari pintu bus bagian belakang.
Tanpa menunggu lama, semua relawan langsung gesit mengerjakan tugas masing-masing, sesuai dengan apa yang diberitahu Galen sebelumnya saat di bus tadi. Sakura kebagian tugas untuk ke posko bersama beberapa orang lainnya termasuk Galen, Angkasa, Bima, dan Flora.
"Sini aku bantuin," ucap Galen yang entah sejak kapan tiba-tiba saja sudah berdiri di belakang Sakura.
"Nggak apa-apa, Kak. Biar aku aja," tolak Sakura, sambil tetap membawa sebuah tas besar yang berisikan baju-baju bekas. "Lagian kan itu juga Kakak udah bawa dua kardus."
"Yakin?"
Sakura mengangguk.
"Kalau gitu kita langsung aja ke poskonya," ajak Galen.
Angkasa, Sakura, Bima, dan Flora memanut. Mereka berlima berjalan beriringan dengan masing-masing membawa barang yang ingin disumbangkan, yang memang mereka sediakan untuk para relawan-posko. Sedangkan barang bawaan lainnya yang mereka tinggalkan di bagasi itu nantinya akan diurus oleh relawan-baksos dari kampus mereka, untuk dibagikan langsung pada korban bencana yang berada di pengungsian.
"Sa, kamu jalannya jangan jauh-jauh dari aku sini. Di situ jalanannya banyak bebatuan." Galen meraih lengan Sakura sampai benar-benar dekat dengannya. Ia tidak sadar kalau perlakuannya itu seketika berhasil memancing tiga pasang mata di sekitarnya, terperangah.
"Ekhem, dunia rasa milik berdua, nih! Akhirnya, Sa, mimpi lo―aduh!" celetuk Bima, keceplosan, namun tiba-tiba ia meringis kesakitan ketika Sakura langsung menginjak kakinya tanpa ampun.
Sakura melotot tajam. Mimik wajahnya seolah menyampaikan ancaman, 'Mampusin lo, Bon, bener-bener minta banget gue kempesin!'
Lain dengan Bima yang menggoda, sebaliknya Flora justru kesal. Kesal, karena kenapa Sakura malah menjadi lebih dekat dengan Galen, bukan dengan Angkasa yang menjadi target sasarannya? Kalau sampai Lola tahu dan melihat apa yang barusan Flora lihat tadi, pasti sudah habis Flora yang terkena imbasnya.
Bukan Flora saja, diam-diam Angkasa juga tidak suka melihat pemandangan yang seperti ini. Maka dalam meluapkan ketidaksukaannya, tiba-tiba Angkasa mengambil sesuatu berwarna hitam yang melingkar di pergelangan tangan Sakura, selain jam tangan. Meletakkan sejenak barang bawaannya, sehingga membuat yang lain jadi ikut berhenti, walau ekspresi mereka terlihat bingung.
"Kamu kegerahan. Sini saya bantu iket rambut kamu," ujar Angkasa datar.
Tanpa menunggu persetujuan, Angkasa langsung mengambil alih rambut Sakura. Sedangkan Sakura yang tidak diberi kesempatan barang sedetik pun untuk menolak, hanya bisa memasrahkan diri ketika cowok tak berekspresi itu tiba-tiba seenak jidat main mengikat rambutnya saja dengan karet kunciran hitam yang memang biasa ia gelangkan kalau rambutnya sedang digerai.
Sampai setelahnya cuma bisa berucap, "Makasih, ya, Kak."
💕
"Tante istirahat, ya. Nanti Pita coba hubungi Sakura. Kira-kira dia pulangnya jam berapa. Oke?" tukas Pita lagi, persis seperti sedang berbicara dengan anak-anak usia lima tahun, sembari membantu Yuli membaringkan tubuhnya.
Semenjak mengalami depresi Yuli memang tidak pernah suka dibentak. Bicara dengan seseorang yang berintonasi tinggi. Tambahan dokter juga berpesan, kalau kondisi Yuli yang seperti ini memang tidak boleh mendengar yang bising-bising. Karena kalau sampai itu terjadi, bisa-bisa jiwanya akan terguncang kembali. Emosinya bisa meledak-ledak tanpa isyarat. Di mana pun dan kapan pun.
"Twinkle, twinkle little star," ucap Yuli datar, namun langsung mampu dimengerti oleh Pita.
Pita tahu betul akan tabiat Yuli yang memang tidak akan bisa tidur sebelum mendengar suara Sakura menyanyikan lagu yang enam tahun terakhir menjadi lagu kesukaannya itu. Lantas biasanya kalau dalam situasi seperti ini, Pita segera menghubungi Sakura untuk menyanyikannya melalui sambungan telepon.
"Halo, Sa, lo sibuk nggak?"
"Baru banget balik dari posko, Pit. Kenapa?"
"Tante Yuli minta dinyanyiin lagu Twinkle-Twinkle."
"Bentar, ya, gue cari tempat sepi dulu. Biar nanti nyokap gue nggak bising dengernya."
"Oh, oke-oke."
💕
Mata Sakura berkeliling menelusuri area yang baru sekian menit ia pijaki. Sampai tak lama berselang ia berhasil menemukan tempat yang cukup sepi.
Sakura segera mengambil langkah menjauh dari keramaian. Sebelum kemudian ia kembali menempelkan ponselnya pada daun telinganya. "Udah kedengeran sepi belum di sana?" tanya Sakura untuk memastikan.
"Udah, kok. Berarti langsung gue loudspeaker aja, nih, ya?"
"Boleh."
"Tante, ini Sakura, mau nyanyi lagu Twinkle-Twinkle kesukaan Tante buat Tante," desis Pita sebelum ia menekan ikon pelantang suara pada ponselnya. "Tante kalau mau bicara dulu sama Sakura silakan aja, ya."
"Sakura ini kamu, Nak?"
"Iya, Bu, ini Sakura. Ibu udah makan, kan? Udah minum obat?" ucap Sakura lembut, walau ia yakin Pita pasti sudah melakukan semua yang ditanyakannya itu.
"Sudah, Nak,"
"Kalau gitu sekarang Ibu tidur, ya. Istirahat. Sakura nyanyiin lagu kesukaan Ibu."
"Hm," deham Yuli disertai anggukan.
"Twinkle twinkle little star... How I wonder what you are... Up above the world so high... Like a diamond in the sky... Twinkle twinkle little star... How I wonder what you are...."
Sakura terus mengulangi lirik yang sama. Sampai seketika suara Pita yang terdengar olehnya.
Usai menutup rapat pintu kamar Yuli, Pita ke dapur lalu mengecek isi kulkas. "Udah, Sa. Nyokap lo udah tidur. Btw, lo gimana di sana?"
Berhubung Pita lihat kulkas Sakura kosong, maksudnya tidak ada makanan atau pun minuman yang bisa diolah secara instan, sambil bertelepon Pita ke luar mengunjungi supermarket terdekat untuk membeli apapun yang setidaknya bisa mengisi kulkas di rumah Sakura supaya tidak kosong-kosong amat.
"Nggak gimana-gimana." Sakura menengok sekilas jam tangannya. "Masih ada setengah jam lagi sebelum ishoma nanti."
Hening. Entah apa yang terjadi tiba-tiba Sakura tidak mendengar suara apapun dari seberang sana. Cukup lama hanya ada suara desing angin dan deru kendaraan saja yang tertangkap oleh telinga Sakura.
Pita yang baru keluar dari gang, hendak ke supermarket, mendadak niatnya urung ketika matanya tidak sengaja menangkap sebuah mobil dengan plat nomor yang tidak asing baginya, terparkir di seberang gang sana. Mobil itu pula yang membuat Pita seketika mengabaikan Sakura, lantaran seseorang di dalamnya lebih berhasil menarik perhatian Pita ketimbang topik bahasan mereka tadi.
"Papi?"
===
To be continue...
jangan lupa follow ig @itscindyvir yaaa untuk update2 novel aku ehehe:D
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top