[vol. 1] 3. Tatapan Dingin
Yang bikin lecet mobil saya itu sepeda kamu, dan yang ngotorin mobil sama baju saya itu kamu. Jadi harusnya saya yang bilang begitu ke kamu. Karena yang ngeselin itu kamu, bukan saya.
***
"Gue bisa aja bayarin uang kuliah lo. Bahkan sampai lo S2 kalau gue mau."
Seketika suara seseorang membuat Sakura berbalik. Alis Sakura merapat dengan sendirinya. "Lo yang tadi diputusin di depan gedung utama kampus kan?" tanyanya dengan tawa kecil yang tak berhasil ditahannya.
Merasa tersinggung dengan pertanyaan yang Sakura lontarkan, Lola mendadak sinis. Tapi Lola tetap mewajari itu. Dirinya cukup populer, jadi tidak heran kalau perkara memalukan tentang dirinya tadi cepat tersebar dan diketahui oleh orang yang malahan tidak ia kenal sebelumnya, seperti Sakura.
Lola mengambil langkah lebih dekat dengan Sakura, disusul dengan Flora. "Gue bisa menjamin kuliah lo di kampus ini. Tapi dengan satu syarat, lo harus―"
"Sori, gue nggak minat sama tawaran lo," potong Sakura, yang kemudian pergi membiarkan Lola bersama ucapannya yang belum terselesaikan.
"Adik kelas lo songong banget, sih!"
"Tapi lo mesti sabar, La. Dia anaknya emang begitu."
Lola mendecak. "Kalau ngikutin ide lo, gue malah bingung lagi nyari cewek yang bisa ngeluluhin Angkasa, yang dinginnya lebih-lebih dari es kutub itu."
"Hmm..." Flora berdeham cukup lama. Otaknya berputar memikirkan jalan keluar. Sampai tiba-tiba ia teringat akan adik kelasnya di jaman SMA. "Sakura pasti bisa!"
Seruan Flora yang tiba-tiba kontan membuat Lola segera menoleh lantas bertanya, "Sakura siapa? Bunga di Jepang?"
"Ada, deh, pokoknya. Sakura anak Sastra Inggris kampus kita. Gue kenal dia dari zaman SMA. Dia adik kelas gue."
"Terus kenapa lo bisa seyakin itu kalau dia bisa menaklukan Angkasa?"
"Nih, gue kasih tau, ya," Bahu Flora menyerong dan sebelah tangannya bertengger di bahu Lola. "jangankan Angkasa, guru killer aja bisa luluh sama si Sakura. Luluh dalam artian, nyerah gitu ngehadapin sikap pemaksa dan keras kepalanya dia."
Kalau saja tidak mengingat apa yang dikatakan Flora, Lola bisa saja langsung mendepak Sakura dari kampus ini. Secara, ayahnya merupakan peyumbang dana terbesar di Universitas ini, yang bahkan mampu membuat rektor sekali pun tunduk akan perintah ayah Lola yang biasa Lola panggil dengan sebutan, daddy.
💕
Sakura Evelyna: Obat Ibu ada di laci biasa ya, Pit.
Setelah menyentuh send, Sakura tiba-tiba mengurungkan niatannya untuk menyimpan ponselnya ketika ia teringat akan sesuatu yang belum ia sampaikan pada Pita. Sepupu terdekat Sakura yang perbedaan umurnya berjarak tiga tahun lebih muda dari umur Sakura.
Sakura Evelyna: Oiya, Pit. Tapi kali ini kalau bisa Ibu gue makannya harus habis ya. Soalnya dosis obatnya yang baru dari dokter ini lebih tinggi dari sebelumnya. Gue takut ibu gue kenapa-napa kalau sampai gizi makanannya nggak seimbang sama dosis obatnya.
Repita: Siap, siap, serahin aja soal itu ke gue.
Sakura Evelyna: Oke, deh. Thank you ya, Pit.
Repita: Urwell kakak sepupuku tersayang:*
Sakura mengembus napas lega. Tidak salah dirinya memilih Pita sebagai seseorang yang ia percaya untuk menjaga ibunya, di saat ia sedang kuliah dan bekerja paruh waktu. Sepupunya yang satu itu memang paling baik dan dapat diandalkan. Bayangkan saja, mana ada anak di era millenial seperti sekarang, rela meluangkan hampir separuh waktunya sepulang sekolah, untuk menjaga wanita setengah baya yang kesehariannya hanya melamun?
Usai mengantungi ponselnya, Sakura kembali menelusuri koridor dengan sebelah tangan memeluk sebuah buku. Namun tidak lama berselang seketika saja langkah Sakura tidak berlanjut. Saat ia tak sengaja mendapati sosok Galen yang sedang sibuk menempelkan selembar kertas di mading, dengan bantuan seorang laki-laki yang hanya dapat Sakura lihat punggungnya dari belakang.
Berniat ingin membantu, Sakura berbelok mendekati Galen. "Mau ada kegiatan apalagi, Kak?"
Galen menoleh, dilihatnya Sakura sudah berdiri di sebelahnya. "Eh, Sakura," katanya dengan senyuman. "Ini, loh, minggu depan kan mau ada acara baksos, jadi gue mesti tempel surat undangan resmi dan info lainnya di seluruh mading tiap Fakultas dari sekarang-sekarang."
"Oh... Boleh aku bantu?"
"Boleh kalau lo emang lagi free. Tapi kalau lo mau ada kelas, nggak usah. Biar gue dibantu Angkasa aja."
Sakura terdiam sesaat. "Aku lagi free, kok, Kak." Abis diusir tadi sama Pak Sud, lanjutnya dalam hati.
"Kalau gitu, nih." Galen menyodorkan sekitar ada lima lembar HVS berkop pada Sakura. "Lo tempel di mading dekat blok 1 sama 2 di sana, ya?"
Sakura mengangguk sambil menerimanya.
Untuk penggambarannya, Universitas Nusa memiliki satu gedung untuk satu fakultas. Dan satu fakultas, terdapat empat blok dan empat lantai di dalamnya. Selain itu, tiap gedung Fakultas juga memiliki cukup banyak papan mading. Bahkan satu lantainya saja bisa ada lima sampai sepuluh mading yang tersedia, termasuk mading utama dan di sepanjang blok. Makanya tidak heran kalau saat ini Galen nyaris keteteran dalam memasang informasi terkait baksos tersebut di mading-mading.
"Len, undangannya masih ada lagi? Soalnya yang ini fotokopiannya rada nggak jelas, percuma juga kalau ini yang ditempel," tanya seseorang, sembari menunjukkan selembar kertas yang dipegangnya, yang menginterupsi obrolan Sakura dan Galen.
Tidak hanya Galen, Sakura pun ikut melihat ke arah seseorang itu. Dan Sakura sungguh terkejut dengan mulut terbuka lebar, lantaran dirinya mengenali seseorang itu. Seseorang yang sama dengan yang ditemuinya di kedai Roti Bu Mega.
"Iya, tulisannya nggak kebaca ini. Ganti aja sama yang lain," tutur Galen pada temannya. Sejenak ia beralih pada Sakura yang terbeku di sisi lain. "Sa, gue boleh minta satu yang gue kasih tadi buat Angkasa?"
Sama seperti Sakura yang mengenalinya, seseorang yang ternyata pemilik nama Angkasa itu juga mengenali wajah Sakura. Gadis tidak beretika yang telah mengotori sekaligus membuat lecet mobilnya malam lalu.
"Ini ambil aja semuanya, Kak. Maaf, ya, aku nggak jadi bantu Kakak. Soalnya aku lupa kalau aku ada kelas." Dengan cepat Sakura menyodorkan kembali semua kertas yang diberi Galen belum lama tadi, di dada Galen. "Sekali lagi maaf, ya, Kak." Saat Galen sudah memegang kertas yang ia serahkan dengan kasar itu, Sakura cepat-cepat beringsut menjauh. Sampai Galen nampak jelas kebingungan melihat tingkahnya yang aneh.
Berbeda dengan Galen, Angkasa justru mengerti betul tingkah aneh Sakura. Alasan gadis itu pergi sudah pasti karena takut dimintai ganti rugi olehnya.
💕
"Mati gue kalau sampai itu cowok minta uang buat biaya steam mobilnya. Mending kalau cuma steam mobil, kalau dia juga minta biaya perbaikan mobilnya yang lecet gimana?" Sambil terus berlari, Sakura juga merutuki nasibnya tanpa henti.
Bruk!
Tiba-tiba Sakura mendapati tubuhnya terpental ke belakang, kemudian tersungkur di atas lantai. Alih-alih terlalu sibuk memikirkan dirinya sendiri, Sakura sampai tidak tahu kalau ada Bima yang berjalan sambil asyik memainkan ponsel dari arah berlawanan.
"Aduh, Sakura! Lo kalau jalan yang bener dong!" omel Bima.
"Enak-enakan lo nyalahin gue. Elo tuh! Udah badan segede babon, jalan mata ke ponsel!" Sakura membalas dengan nada lebih tinggi.
"Eh, gue tuh ini lagi mau nge-chat elo, ya! Mau ngasih info urgency tau nggak buat lo!"
Sembari berupaya bangkit, Sakura menyentak lagi, "Urgency apaan? Info apaan? Alesan aja lo!"
"Serius gue, kutu kupret! Nih liat, nih." Setelah berhasil mendirikan badan besarnya lagi, Bima mengulurkan ponselnya agar Sakura bisa membaca tulisan di layarnya.
Saat Sakura tengok, ternyata Bima tidak berbohong. Ada serentet ocehan yang baru selesai diketik cowok gempal itu, namun belum sempat dikirim.
Sa, tadi gue liat lo lagi ngobrol sama Kak Galen. Lo masih sama Kak Galen sekarang? Kalau masih, cepetan pergi jauh-jauh. Atau jaga jarak sama Kak Galen. Soalnya gue ngeliat ceweknya mau otw nyamperin Kak Galen kayakny
Sesaat bola mata Sakura bergeser melihat ke arah Bima. "Kurang a, tuh, tulisan lo, Bon."
Plak!
Geplakan enteng seketika mendarat di kepala Sakura. "Elo, ya, Sa! Diajak ngomong serius juga!"
"Lagian elo, Bon, gitu aja heboh banget. Gue juga nggak ngapa-ngapain sama Kak Galen. Cuma bantu nempel info doang di mading. Itu pun nggak jadi, gara-gara ada cowok ngeselin itu."
"Dialog itu harusnya punya saya."
Tuturan datar yang sangat Sakura kenali suaranya itu seketika berhasil memancing Sakura untuk menoleh. Saat itu juga Sakura mendapati sosok Angkasa yang entah munculnya dari mana dan sejak kapan, tiba-tiba sudah berdiri di belakangnya dengan tatapan yang dingin menyorot ke arahnya.
"Elo?!" kejut Sakura. "Bukannya tadi lo lagi bantuin Kak Galen? Kok bisa ada di sini? Jangan-jangan lo jin, ya?"
"Yang bikin lecet mobil saya itu sepeda kamu, dan yang ngotorin mobil sama baju saya itu kamu. Jadi harusnya saya yang bilang begitu ke kamu. Karena yang ngeselin itu kamu, bukan saya." Angkasa melanjutkan ucapannya, membuat Sakura tidak bisa lagi berkata-kata.
Sementara Angkasa dan Sakura sedang berseteru dengan urusan mereka yang belum terselesaikan di kedai Bu Mega waktu itu, Bima yang tidak mengetahui apa-apa malah salah fokus akan tulisan pada almamater biru tua, yang terbordir rapi di sisi kanan dada Angkasa.
"Tumben-tumbenan ada anak Hukum nyasar di gedung Sastra," tutur Bima spontan, karena ia tidak tahu kalau Angkasa sebenarnya bersama Galen.
Apalagi biasanya, anak Fakultas lain yang paling sering berlalu lalang di gedung Sastra memang cuma Galen seorang. Itu pun dengan alasan sedang melakukan tugasnya sebagai Senat. Belum tahu kalau Galen sudah tidak menjabat lagi sebagai Senat.
Drt drt drt
Getaran ponsel di dalam saku jeansnya seketika mampu mengalihkan perhatian Sakura. Buru-buru Sakura mengeluarkan benda pipih itu lalu mengangkat panggilannya. Sehingga Angkasa dan Bima terabaikan dibuatnya.
"Iya, Pit, ibu gue kenapa?" tembak Sakura.
"Bukan, Sa, gue telepon lo bukan masalah Tante Yuli," ucap Pita di seberang sana dengan tergesa-gesa. Bahkan sampai dahi Sakura mengernyit mendengarnya.
"Terus?"
===
To be continue...
a/n: mulai sekarang aku ubah sapaan Angkasa ke Sakura jadi Saya-Kamu ya, bukan gue-lo lagi. yg di part 1 udah aku edit btw wkwkwk.
mau kenal Angkasa?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top