[vol. 1] 29. Tanda Tanya
Jangankan untuk mengganggu, keberadaannya saja saat ini belum kelihatan oleh Angkasa. Yang membuat Angkasa malah bertanya-tanya ke mana gadis itu?
***
Drt drt
Getaran yang berasal dari kantung, membuat Sakura segera mengeluarkan ponselnya.
Repita: Sa, lo di mana? Gue udah disuruh balik sama bokap, nih.
Repita: Sori, Sa, gue balik. Tapi ibu lo udah makan + minum obat kok. Sekarang lagi tidur.
"Saya pamit sekarang, ya, Om. Soalnya ibu saya sendirian di rumah." Membaca pesan dari Pita, lantas membuat Sakura langsung meminta izin untuk pamit saat itu juga.
"Oh, seperti itu. Baik, tidak apa-apa. Kamu pulang naik apa? Atau biar Angkasa yang antar saja, ya? Sudah malam soalnya, tidak baik anak perempuan malam-malam sendirian."
"Nggak usah, Om. Saya udah biasa, kok, nganter pesanan jam segini. Malah biasanya bisa jam 10an, lebih malam dari ini."
"Ya sudah, kamu hati-hati saja, ya, Nak."
💕
Pagi itu, untuk pertama kalinya Angkasa mengerjakan tugas di kantin kampus. Dengan alasan, semalam tidak sempat menyelesaikan karena selama Sakura masih mendengar suara Sakura di ruang tamu bawah yang sedang mengobrol dengan papanya, selama itu pula Angkasa tidak bisa konsentrasi mengerjakan apapun. Termasuk tugasnya sendiri. Terlebih ketika gadis itu sedang membicarakan masalalu yang menimpa keluarganya, pasal yang terjadi enam tahun lalu.
Bukan cuma papanya, Angkasa pun mengikuti kasus itu. Dan terus terang saja, Angkasa sungguh tidak menyangka kalau gadis belia yang heboh dibicarakan media saat itu tidak lain adalah Sakura. Gadis yang terkenal paling berani di kampus, dan juga gadis yang paling hobi mengganggu ketenangan hidupnya.
Di sela-sela mengerjakan tugas, sesekali pandangan Angkasa menjelajah ke area kampus di sekelilingnya. Tumben sekali, hari ini tidak ada yang mengganggunya. Karena biasanya, kalau ia sedang berada di tempat umum seperti ini, baik itu di parkiran atau pun di kantin, tidak butuh waktu lama pasti ada saja cara bagi Sakura untuk mengusik ketenangannya.
Tidak seperti sekarang. Jangankan untuk mengganggu, keberadaannya saja saat ini belum kelihatan oleh Angkasa. Yang membuat Angkasa malah bertanya-tanya ke mana gadis itu, dan hal apa yang membuatnya sampai rela membolos kuliah hari ini? Padahal yang ia tahu, Sakura paling tidak suka membolos karena tidak ingin beasiswanya dicabut pihak kampus.
💕
Galen berjalan memasuki gedung Fakultas Sastra. Bukan, Galen ke gedung itu bukan dalam rangka sedang menjalankan tugasnya sebagai senat layaknya seperti biasa. Kali ini tujuan Galen hanya ingin menemui Sakura, tidak lebih. Ada sesuatu yang ingin Galen bicarakan dengan Sakura. Galen ingin mengajak Sakura untuk pergi bersamanya ke pesta ulangtahun Angkasa nanti malam.
Galen menelusuri setiap kelas yang ada di gedung Fakultas Sastra. Beberapa ada yang kosong, namun beberapa lagi ada yang terpakai. Walaupun ketika Galen intip melalui kaca jendela, tetap saja Galen tidak menemukan adanya Sakura di dalam. Sampai akhirnya Galen putuskan untuk menghalau dua orang perempuan yang kebetulan sedang berjalan melewatinya. Mereka mengenali Galen, namun Galen sudah pasti tidak mengenali mereka.
"Maaf, kalian liat Sakura nggak?" tanya Galen tetap sopan, tidak peduli walau dirinya di sini adalah senior yang memiliki jabatan penting dalam kegiatan kemahasiswaan.
Salah satu di antaranya mencoba mengingat-ngingat. Lalu menjawab, "Seharian ini, sih, kami nggak liat, Kak."
Nama Sakura yang langka dan hanya dimiliki oleh Sakura seorang, tidak ada yang lainnya, membuat Galen tidak perlu lagi menyebutkan detil nama lengkap Sakura, angkatan, atau sejenisnya. Apalagi, status Sakura yang merupakan mahasiswi berprestasi, yang cukup aktif dan berteman dengan siapa saja, membuat gadis itu menjadi lebih dikenal oleh kalangan anak-anak Sastra dari berbagai angkatan, baik itu senior mau pun junior.
"Kayaknya Sakura nggak ngampus, deh. Soalnya biasa aku liat jam segini dia ada di ruang himpunan. Tapi tadi aku dari sana nggak ada." Tak lama perempuan yang satunya lagi mengimbuh.
"Oh, gitu? Thanks, ya," akhir Galen.
Keduanya mengangguk kompak. Sebelum akhirnya mereka berlalu melanjutkan langkah mereka yang sempat tertunda karena halauan Galen.
Berhubung tidak ada cara lain yang bisa Galen lakukan, alhasil Galen mengeluarkan ponselnya dan langsung mengirim pesan kepada Sakura.
Argalen Elnandhio: Aku mau ngajak kamu ke pesta Angkasa bareng, Sa. Kamu mau?
💕
Orang-orang ramai berdatangan. Yang laki-laki mengenakan setelan jas hitam, dan yang perempuan ada yang mengenakan gaun panjang, ada pula yang pendek selutut, namun untuk warna, semua tetap mengikuti dress code yang sudah ditentukan; hitam. Sementara Angkasa, si tuan rumah sekaligus pemilik acara malam ini, berdiri di depan pintu menyambut para tamu undangan yang berdatangan.
"Happy birthday, ye, Sa!"
"Wish you all the best, bro!"
"Doa gue mah, semoga cepet ada yang bisa bikin lumer. Itu aja."
Doni, Acil, Putra, semua bergantian memberi tos pada Angkasa, sekalian memberikan kado masing-masing untuk Angkasa. Disusul dengan anak-anak yang lainnya. Menanggapi mereka semua, Angkasa hanya mengangguk dan berterimakasih dengan sorot mata yang terus tertuju pada gerbang masuk rumahnya. Menerima kado-kado. yang kemudian ia berikan kepada Galen yang berdiri menemani di sebelahnya, untuk disusun di atas meja.
Baik Angkasa maupun Galen. saat itu keduanya terlihat jalas sama-sama gelisah, meski mereka menunjukkannya dengan cara yang berbeda. Angkasa menunjukkan kegelisahannya dengan sorot mata yang terus memandang jauh ke arah gerbang, terbaca seperti sedang menanti-nanti kedatangan seseorang di pesta ulangtahunnya.
Sedangkan kegelisahan Galen dapat terlihat jelas dari gerak-geriknya yang seakan tidak tenang, sambil sesekali mengecek ponselnya. Seakan sedang menanti-nanti seseorang menghubunginya walau hanya untuk sekadar memberi kabar melalui pesan ataupun panggilan masuk.
"Happy bornday, ya."
Suara seseorang yang tidak asing di telinga Angkasa, kontan membuat perhatian Angkasa teralih, bersamaan dengan kepalanya yang menoleh. Namun saat sosok Lola yang didapati sudah berdiri di hadapannya, tersenyum dengan membawa sebuah kado di tangan, saat itu juga mood Angkasa hancur seketika, sehingga ia memilih berlalu ke tempat lain, tanpa meninggalkan sepatah kata pun.
"La, kado lo susun aja sendiri di meja, ya. Gue ada urusan." Selang tak lama Angkasa berlalu, Galen pun kemudian ikut berlalu sambil disibukkan dengan ponselnya, menyisakan Lola sendirian di depan pintu masuk.
"Sialan!" umpat Lola refleks dengan hentakan kaki, saking kesalnya. Satu dari sekian laki-laki yang pernah menjalin hubungan dengannya, sampai detik ini cuma Angkasa yang berani berlaku seenaknya seperti ini.
Lola sudah mengira, sejak awal Angkasa memang berbeda dari mantan-mantan kekasihnya yang lain. Selain cuma Angkasa yang berani mengabaikannya setelah putus, cuma Angkasa pula yang berani memutuskan hubungan dengannya lebih dulu, dan di depan umum! Maka dari itu Lola pikir sepertinya bukan hal yang tepat jika ia meremehkan Angkasa saat ini. Membalas apa yang telah Angkasa lakukan padanya melalui Sakura pun sepertinya bukan juga hal yang mudah, kecuali kalau Sakura gencar dan gigih untuk mendekati cowok itu.
Ya, kini hanya Sakura senjata satu-satunya yang Lola miliki!
💕
"Maaf, nomor yang anda tuju, tidak menjawab..."
"Ck!" Galen mendecak, seraya menjauhkan ponselnya dari telinga. Setelah itu Galen beralih pada ruang obrolan yang menampilkan nama kontak Sakura.
Argalen Elnandhio: Sa, kamu di mana?
Argalen Elnandhio: Acaranya sebentar lagi udah mau mulai
Argalen Elnandhio: Aku jemput, ya?
Sambil terus memerhatikan sekelilingnya, Galen mencoba menghubungi Sakura kembali, untuk yang ke sekian kalinya. Sampai tiba-tiba penglihatannya tak sengaja menangkap siluet tubuh gempal Bima dari kejauhan, yang baru saja datang memasuki area kolam renang.
"Bim!" Dengan segera Galen menghampiri Bima. "Lo nggak sama Sakura?"
"Nggak, Kak. Tadi saya ke rumahnya sepi, kayak nggak ada orang."
"Ke mana dia? Ada ngabarin ke lo?"
"Nggak ada, Kak." Bima menggeleng. "Seharian ini kami nggak kontakan, tadi juga dia nggak ngampus. Udah saya coba hubungi berkali-kali nggak ada respon."
Galen mendesah napasnya berat. "Iya, dari tadi gue telepon juga nggak diangkat. Gue chat juga nggak di bales."
💕
Tidak ingin para rekanannya yang sudah bersedia untuk datang menyempatkan waktu di tengah-tengah waktu sibuk mereka, menunggu lama, Andre menghampiri Angkasa.
"Sudah jam tujuh, kamu mau mulai pestanya kapan?" tanya Andre.
Sejenak Angkasa menengok arlojinya. "Tunggu bentar lagi, Pa. Masih ada yang belum datang."
"Memangnya siapa yang belum datang? Pacar kamu?"
"Bukan," jawab Angkasa, cepat.
"Kalau bukan, kenapa harus nunggu dia? Seakan-akan kedatangan dia sangat penting bagi kamu."
Ucapan Andre yang menohok, sungguh membuat Angkasa tidak bisa berdalih apa-apa.
"Ayo, kita mulai saja acaranya. Lebih cepat lebih baik. Karena beberapa teman Papa yang datang hari ini juga memiliki urusan lain."
"Lima menit lagi, Pa."
Sesaat Andre menghela napas panjang. "Ya sudah. Papa tunggu lima menit."
Sama seperti Galen, Angkasa pun menunggu. Namun bedanya, Angkasa tidak mau menghubungi gadis itu duluan seperti yang Galen lakukan. Angkasa tidak mau dirinya terlihat seperti mengharapkan kedatangan gadis itu. Karena yang ada, gadis itu akan menjadi besar kepala nantinya.
Jadi saat ini Angkasa hanya tidak bisa berhenti memerhatikan gerbang rumahnya yang terbuka lebar, sambil sesekali mengecek ponselnya yang sejak tadi sudah menampilkan ruang obrolannya dengan Sakura. Meskipun selama menunggu ia terus saja mendesah gelisah, lantaran begitu banyak pertanyaan di kepalanya yang sudah terkumpul begitu banyak sejak tadi pagi. Atau tepatnya, sejak ia tidak menemukan Sakura di kampus.
💕
Waktu yang beberapa jam lagi menunjukkan pukul tengah malam, membuat area perumahan tentu saja sepi. Apalagi perumahan rumah Angkasa ini isinya rumah-rumah besar, yang nyaris sebagian penghuninya sibuk dengan berbagai kegiatan penting dari pagi sampai larut malam. Jangankan untuk bertetangga, saling menyapa satu sama lain saja tidak. Semua hidup secara masing-masing, mengurus kehidupan masing-masing, tanpa ingin tahu mengenai kehidupan orang lain.
Brak!
Sakura terguling bersama sepedanya, ketika tiba-tiba saja ada sebuah mobil berwarna hitam, yang seolah memang sengaja menabraknya dari belakang.
Sakura mencoba untuk bangkit. Tak lama seseorang yang mengenakan masker dan jaket dengan tudung hitam keluar dari dalam mobil tersebut. Menghampiri Sakura, yang awalnya Sakura kira orang itu ingin membantunya berdiri dan memberi pertanggungjawaban atas perbuatannya barusan. Namun Sakura sungguh terkejut ketika ia melihat sebuah balok di tangan orang itu, yang nampak disembunyikan di belakang punggungnya.
"Lo siapa?!"
Tanpa menjawab, orang itu malah menunjukkan balok di tanagnnya secara terang-terangan di depan Sakura. Yang kemudian ia ayunkan di udara, bersiap untuk menghantam Sakura dengan pukulan keras....
===
To be continue...
a/n: yah gimana, aku gabisa bikin cerita tanpa kejutan:(
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top