[vol. 1] 24. Kotak Musik
Kalau lo lagi stress, dan nggak ada gue di samping lo, lo bisa langsung buka aja kotak musik ini. Ok?
***
Galen yang sudah menunggangi motor ninjanya, seketika perhatiannya teralihkan oleh Sakura yang sejak tadi masih belum bisa-bisa juga melepas kaitan helm yang diberinya barusan.
"Bisa nggak?"
"Susah," balas Sakura dengan nada dan raut memelas.
"Sini aku gituin."
Sakura membiarkan Galen mengambil kembali helm itu dari tangannya, memisahkan kedua ujung pengaitnya, lalu tanpa Sakura duga-duga cowok itu main langsung pakaikan helm itu di kepalanya. Sehingga hal itu mampu membuatnya tertegun tiba-tiba lantaran saking tidak menyangkanya dia akan mendapatkan perlakuan seperti ini dari Galen. Sosok yang paling dikagum-kaguminya sudah sejak lama secara diam-diam.
"Naik. Kenapa bengong?"
"Eh?" Seketika Sakura tersadar dari tegunannya. "I- iya, Kak," katanya yang langsung menurut.
Demi berat badan Bima yang tidak pernah bisa turun dan malah terus naik, Sakura berani bersumpah kalau dulu ia pikir duduk dibonceng oleh Galen seperti ini hanya akan terjadi dalam bayang-bayangnya saja. Hanya akan menjadi mimpi tak sampainya saja, tanpa pernah bisa terwujud. Namun ternyata semua terpatahkan ketika akhirnya segala ketidakmungkinan itu terjadi di saat yang tidak pernah ia sangka-sangka seperti sekarang.
"Udah?" tanya Galen memastikan.
Tidak berani berpegangan dengan Galen, kedua tangan Sakura hanya meremas sisi kiri dan kanan hoodie yang Galen kenakan saat itu. Seraya menyahut, "Udah, Kak."
Ninja hitam itu berlalu membawa Galen dan Sakura bersamaan dengan dua roda yang berputar. Namun mereka tidak sadar kalau ada sebuah mobil terparkir yang baru saja mereka lewati, yang di dalamnya terdapat Angkasa yang membeku di balik kemudi dengan sepasang mata yang tidak lepas memerhatikan mereka dari kejauhan, bahkan sampai mereka benar-benar keluar dari area parkir kampus dan tak terjangkau lagi oleh penglihatannya.
💕
Mengikuti apa kata Sakura, Galen memberhentikan laju motornya tepat di depan sebuah rumah tua, yang Galen lihat ada banyak anak-anak berpakaian lusuh sedang bermain di halaman depannya. Yang di depannya terdapat sebuah tulisan besar; Panti Kasih Ibu
"Kenapa kamu ajak aku ke sini, Sa?" Galen bertanya penuh keheranan.
Sakura tersenyum.
"Kak Sakura?! Temen-temen ada Kak Sakura!!!" Namun belum sempat ia menjawab, tiba-tiba seorang laki-laki cilik yang usianya kisaran lima tahun memekik cukup keras.
Sampai tak lama setelahnya ada banyak bocah cilik yang berlarian mendekat, yang sebagian lebih dari mereka berteriak hampir seirama, "Kak Sakuraaa!!!"
Membuat Galen dan Sakura seketika menoleh ke sumber suara, dan dalam sedetik perhatian mereka berdua teralihkan oleh anak-anak itu. Sakura langsung menyambut mereka dengan bentangan tangan, berupaya ia dapat memeluk semuanya sekaligus.
"Kak Sakuraaa, Caca kangen tau sama Kak Sakura!" Caca, bocah cilik yang berlari paling depan, memanggil Sakura dengan teriakan yang paling antusias, dan juga memeluk Sakura paling erat.
"Iya, Kak, Ryan juga kangen," susul Ryan, bocah laki-laki yang pertama kali menyadari kedatangan Sakura tadi.
Ingga mengangguk. "Kita semua kangen sama Kak Sakura. Kak Sakura kok nggak main-main ke sini lagi, sih? Kita kan kangen main bareng sama Kak Sakura, kangen dimasakin sama Kak Sakura. Kangen sama telor ceplok buatan Kak Sakura, walaupun kadang suka keasinan, tapi kita kangen ya, temen-temen?" lempar Ingga pada yang lainnya.
"Iya, apalagi Ungga! Biasanya kalau Ungga nggak bisa tidur ada Kak Sakura yang bacain dongeng, tapi semenjak Kak Sakura nggak ke sini-sini, Ungga nggak ada yang bacain dongeng. Bunda aja sering banget bilang ke kita-kita kalau bunda kangen sama Kak Sakura. Emangnya Kak Sakura nggak kangen apa sama kita-kita di sini?" Kali ini Ungga yang menyambar. Nama aslinya Lungga, namun bocah laki-laki berperawakan agak gemuk itu biasa menyebut dirinya Ungga. Sama seperti saudara kembar perempuannya, Lingga, yang menyebut dirinya selalu Ingga.
"Uuuuh, maafin Kak Sakura, yaa," tutur Sakura dengan raut sedih lantaran merasa bersalah pada anak-anak, seraya mengusap kedua pipi Caca dan Lingga juga puncak kepala anak-anak yang lainnya satu persatu. "Kak Sakura juga kangen kok sama kalian semua. Kakak kangen ketawanya Ungga yang kenceng banget, kangen ngajarin kalian bikin PR, kangen bikin Caca nangis cuma gara-gara kalah main kena-jaga. Pokoknya Kakak juga kangen, tapi sayangnya kemarin-kemarin Kakak lagi banyak urusan, jadi nggak sempet ke sini deh. Maafin Kakak yaa...."
"Iya, sih, Caca ngerti kalau Kak Sakura sibuk. Kakak kan kuliah, kerja, ngurus ibunya Kakak. Tapi kalau Kakak udah nggak ada urusan lagi, Kakak harus main ke sini ya, sama kita-kita?" Caca berujar mewakili anak-anak yang lain.
"Pastinya dong!"
"Ini pacarnya Kak Sakura, ya?" Di tengah suasana haru pertanyaan Ingga yang tergolong tiba-tiba seketika menyadarkan semuanya, kalau saat ini Sakura tidak datang ke panti sendiri.
"Eh?" Baik Galen maupun Sakura seketika saling bertukar tatap. Kemudian Sakura segera meralat, "Bukan, bukan. Ini Kak Galen, senior Kakak di kampus."
Galen tersenyum seraya melambaikan tangannya pada anak-anak. "Haii, semuanya...."
"Hai juga, Kak Galen." Anak-anak membalas dengan kompak dan ramah.
"Oiya, Kak Galen ini lagi sedih, kalian ajak main, ya? Bantu Kak Sakura biar Kak Galen nggak sedih-sedih lagi, nggak galau-galau lagi. Adik-adik Kakak kan biasanya paling jago, tuh, kalau bikin orang ketawa."
"Hm, pantes aja dari tadi Ungga liatin senyumnya beda. Kayak dipaksain gitu. Pasti karena nggak sesuai sama suasana hati, iya kan?" tebak Ungga. Si cilik yang satu ini memang selalu sok tahu kalau soal perasaan, cinta, dan lain sebagainya.
Namun siapa sangka, gaya bicara Ungga yang seperti sudah memiliki banyak pengalaman soal percintaan barusan itu justru malah berhasil membuat Galen tertawa kecil. "Sok tahu, nih, kamu. Siapa yang ngajarin soal begituan, sih? Pasti Kak Sakura, ya?" Dengan senyum yang meledek, Galen melirik ke arah Sakura.
"Ih, apaan, sih, Kak. Enak aja!" Sakura menggerutu cemberut. "Ungga, pasti kamu diem-diem nonton sinetron lagi, ya?"
"Iya, Kak Sakura. Bener! Ingga pernah diajakin sama dia buat nonton film cinta-cintaan waktu itu, pas Bunda lagi ke pasar. Tapi Ingga nggak mau. Ingga nggak suka," jelas Ingga, membetulkan.
"Ingga! Kan Ungga bilang kalau mau ikut nonton ikut aja, jangan ngadu-ngadu!"
Dengan berbisik, Ungga mengomel pada adiknya. Namun ternyata walau berbisik, Sakura tetap bisa mendengarnya.
"Ungga." Sakura memanggil, yang seketika Ungga malah memaparkan cengiran kudanya.
Sampai tak lama, terlintas di kepala bocah itu untuk mengalihkan topik. "Kak Galen main sama kita-kita, yuk?"
"Mau main apa?" tanya Galen.
"Kita main bola aja," timpal Ryan memberi usulan. "Dion kan lagi sakit, jadi dari tadi kita mau main bola kekurangan orang. Kak Galen mau kan ngegantiin Dion?"
"Boleh," Galen mengangguk.
"Dion sakit? Terus sekarang dia di mana?" cemas Sakura.
"Ada di kamarnya, Kak."
"Yaudah, Kak Galen main aja dulu sama anak-anak, ya. Aku mau cek Dion dulu di dalam. Sekalian mau ketemu Bunda. Nggak apa-apa kan?"
Galen mengangguk dengan kedipan singkat pada Sakura. Setelahnya tinggal Ryan dan Ungga yang menarik tangan Galen satu orang satu. Menuntun Galen ke tengah-tengah halaman depan panti, yang cukup luas dan biasa dijadikan sebagai lapangan sepak bola bagi mereka. Sementara Sakura masuk ke dalam, diantar oleh Ingga dan Caca.
💕
Dengan embusan napas yang berat, Angkasa duduk di kursi meja belajarnya sembari meletakkan tas hitam yang baru saja membebaskan salah satu bahunya.
Angkasa tidak tahu apa yang membuat hari ini terasa berat baginya, sampai-sampai ia merasa energinya seperti terkuras habis sekarang. Apa karena Bu Airin yang memintanya untuk menghafal isi 50 pasal beserta maksudnya tadi, sehingga hal itu menjadi beban yang melelahkan baginya sampai saat ini? Sepertinya tidak mungkin. Sedang sebelum-sebelumnya ia tidak pernah merasa harinya terbebani seberat ini, apalagi hanya karena mata kuliah atau pun dosen yang memintanya untuk menghafalkan pasal-pasal.
Tapi yang Angkasa ingat jelas di sepanjang perjalanan tadi, kepalanya tidak bisa berhenti berpikir tentang Sakura, memutar ulang apa yang dilihatnya saat di area parkir kampus, ketika gadis itu pergi bersama sahabat dekatnya sendiri, Galen.
"Ck!" Angkasa mengusap wajahnya cukup kasar. Menyadarkan dirinya sendiri agar tidak lagi memikirkan apa yang seharusnya tidak ia pikirkan, terutama menyangkut Sakura. Karena gadis itu bukanlah siapa-siapa baginya, pun dirinya yang bukan siapa-siapa bagi dia.
Sampai kepalanya mulai berdenyut, Angkasa mengeluarkan kotak musik ballerina dari dalam laci meja di hadapannya saat ini. Meletakkan benda merah muda itu di atas meja, lalu membukanya. Sehingga sesaat kemudian alunan instrumental yang mendayu-dayu terdengar menemani telinganya. Mengisi ruang kamarnya yang sunyi, dengan ketenangan yang perlahan membuat sepasang mata dingin itu terpejam.
"Sa, gue ada sesuatu buat lo." Kedatangan Angkasa pagi itu di kelas seketika mendapat sambutan dari seseorang yang menjadi teman sebangkunya sudah cukup lama. Yaitu Raya.
"Sesuatu apa?" tanya Angkasa yang sudah menduduki kursinya.
Raya mengambil sesuatu berbentuk kotak yang terbungkus kertas kado bergambar batman dari dalam tasnya. Yang kemudian ia sodorkan ke meja Angkasa, tepat di hadapan cowok itu. "Nih. Buka aja."
Saat Angkasa buka, ternyata isinya kotak musik berbentuk love.
"Lo mah nggak ada apresiasinya amat, sih, Sa, jadi orang. Bilang makasih, kek. Basa-basi apa kek gitu. Hampir seharian, lho, gue cari hadiah yang pas buat lo. Sampai akhirnya gue temuin kotak musik itu."
Angkasa tersenyum tipis. "Iya-iya, makasih."
"Nah, gitu dong. Jadi kan gue bisa ikhlas ngasihnya," tanggap Raya. "Btw, selamat ulang tahun, ya! Oiya, kata mas-masnya, alunan melodi kotak musik ini bisa menenangkan pikiran juga, Sa. Jadi saran gue, kalau lo lagi stress, dan nggak ada gue di samping lo, lo bisa langsung buka aja kotak musik ini. Ok?"
===
To be continue...
a/n: COBA KOMEN NGEGAS SEBANYAK2NYA YUK! jangan lupa follow ig ITSCINDYVIR, karena aku share banyak info di sana. ttg novel aku, tulisan aku, dll.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top