[vol. 1] 23. Gengsi

sambil play lagu di atas ya^

Ketika sudah termakan gengsi, semua akan menjadi sulit.

***

"Saya minta maaf. Saya benar-benar nggak bermaksud untuk membuat kamu nangis kayak gini," tambah Angkasa lagi. Namun siapa sangka di balik wajah tanpa ekspresi dan intonasinya yang datar itu, ada sedikit sesak yang sama pula yang menyelinap tanpa izin darinya.

Angkasa memang tidak suka ketika melihat ada orang yang merendahkan Sakura seperti tadi. Membentak-bentak bahkan mempermalukan gadis itu di depan umum. Akan tetapi tidak tahunya Angkasa baru menyadari bahwa ternyata ia jauh lebih tidak suka ketika dirinya melihat gadis itu menangis seperti ini. Angkasa tidak suka mendengar suara isakan tangisnya yang terdengar mendalam seperti ini. Bahkan terus terang, Angkasa justru merasa lebih baik ketika mendengar gadis itu marah-marah saja seperti biasanya.

Baru kali ini Angkasa melihat gadis pengganggu itu menunjukkan sisi lainnya. Sakura yang ternyata tidak sekuat yang terlihat. Sakura yang baru Angkasa tahu, bahwa dia serapuh itu.

💕

Sudah sekitar 30 menit Angkasa celingak-celinguk di gedung Fakultas Sastra lantai satu. Berdiri, lalu duduk, lalu berdiri lagi. Berjalan mondar-mandir. Mengedarkan pandangannya ke segala penjuru area lantai satu, ke setiap blok yang terhubung dengan selasar―tempat di mana ia berada saat ini―sambil sesekali menengok arloji yang melingkar di pergelangan tangannya.

Tidak, Angkasa tidak sedang salah masuk gedung. Angkasa memang ingin menemui Sakura di sana, untuk memastikan bahwa gadis itu tidak marah lagi padanya paska kejadian semalam.

Akan tetapi karena tabiatnya yang termakan gengsi untuk menghubungi Sakura lebih dulu, alhasil Angkasa lebih memilih untuk menunggunya saja. Meskipun Angkasa tidak tahu pasti apakah saat ini gadis yang ditunggunya itu berada di gedung fakultasnya atau tidak, sedang ada kelas atau tidak, bahkan Angkasa tidak tahu apakah gadis itu hari ini masuk kampus atau tidak.

"Ck," Angkasa berdecak ketika ia menengok kembali arlojinya. Membuang-buang waktu hanya untuk menunggu yang tidak pasti seperti ini sungguh bukanlah dirinya. Sampai tiba-tiba ia menangkap sosok gempal Bima baru saja keluar dari salah satu blok. Membuatnya tanpa pikir panjang segera mengambil langkah.

Bima yang merasa tidak ada angin tidak ada hujan, tiba-tiba dihampiri Angkasa seperti ini, seketika langsung menyeruakan tanda tanya di kepalanya. "Ada apa, Kak?"

"Liat Sakura?" tanya Angkasa tanpa basa-basi.

"Nggak liat, Kak. Tapi terakhir dia chat saya lagi di kantin. Tapi nggak tahu juga dia masih ada di sana apa nggak."

"Oke, thanks."

Dengan langkah cepat Angkasa langsung berlalu begitu saja. Meninggalkan Bima yang masih betah di pijakannya dengan penuh keheranan, sembari menggaruk-garuk kepala plontosnya.

💕

Di tengah suasana kantin kampus yang kebetulan saat itu tidak sedang begitu ramai, Sakura sibuk dengan isi kepalanya sendiri, sembari memerhatikan sesuatu yang berada dalam box hitam tepat di hadapannya―bersebelahan dengan teh botolnya yang sudah setengah minum.

Sakura memerhatikan sesuatu itu, dengan posisi salah satu tangannya yang bertahan memegangi tutup box hitam kecil tersebut, sehingga tidak benar-benar terbuka. Isi box itu sengaja tidak Sakura keluarkan, karena ia tidak ingin siapapun melihatnya. Terutama Angkasa. Karena memang Sakura ingin memberinya pada Angkasa sebagai hadiah, tepat di hari ulang tahun cowok itu besok.

Sesuatu itu tidak mahal. Tidak pula sulit dicari. Tidak ada yang spesial dari tampilannya. Namun alasan kenapa Sakura membelikan sesuatu itulah yang benar-benar spesial. Ada filosofi singkat di baliknya, yang mungkin akan Sakura katakan langsung pada Angkasa nanti.

"Aneh aja, kenapa tiba-tiba dia ngasih tahu birthdaynya ke gue coba? Nggak ngerti gue," curhat Sakura, pada Pita sepulangnya ia diantar oleh Angkasa saat itu.

Plak!

Gemas dengan ketidakpekaan Sakura, tanpa segan akhirnya Pita tidak tahan untuk tidak menggeplak kepala sepupunya yang satu itu. "Lo bego atau apa, deh, Ra? Itu dia lagi ngode lo. Masa gitu aja lo nggak paham, sih?!"

"Ngode?"

"Iya ngode. Biar lo dateng ke birthday party-nya dia."

"Kok, lo tau kalau dia ngadain birthday party, Pit? Jangan bilang lo diundang?"

"Gue tau karena gue peka sama kodenya dia. Nggak kayak lo! Astaga gue punya sepupu kenapa gini amat, ya." Pita menggerutu seraya memutar bola matanya, jengkel. "Lagian, nih, ya, lo pahami baik-baik, kalau dia nggak ngadain birthday party, nggak mungkin dia ngodein lo kayak gitu, anak pinter! Makanya, Ra, kalau apa-apa, tuh, jangan otak lo mulu yang dipake, sekali-sekali pake juga perasaan lo. Biar nggak buta-buta amat sama kode orang."

"Nggaklah, ntar kalau udah kelewatan baper, susah lagi ngebalikinnya."

"Tapi awas lo, jangan-jangan sebenernya Kak Galen juga udah lama ngodein lo, cuma lo-nya nggak sadar. Nggak peka!"

Walaupun usia Pita tiga tahun di bawah Sakura, tetapi kalau soal percintaan, perasaan, dan semacamnya, Pita jelas berada jauh di depan Sakura. Seakan pengalamannya dalam soal cinta-mencintai jauh lebih banyak dibanding Sakura. Pita lebih berpengalaman. Makanya tidak heran, ketika pertama kali Sakura menyukai seseorang, menaruh perasaan pada seseorang, dan seseorang itu tidak lain adalah Galen, tentu saja Pita menjadi orang pertama yang tahu dan memberi banyak saran.

Ya, tadinya Sakura tidak peduli ketika Angkasa mengatakan hari ulangtahunnya saat di mobil. Jangankan ada niatan untuk membelikan hadiah, kepikiran untuk datang saja tidak. Namun ceritanya menjadi lain setelah Pita memberikan penerangan pada Sakura, atas maksud kode-kode Angkasa yang ditujukan pada gadis itu.

Usai puas memandangi sesuatu dalam kotak kecil hitam tersebut, Sakura kembali menutupnya, lalu menyimpannya di dalam tas. Hingga saat ia sedang mengamati sekitar sambil lanjut menyedot habis sisaan teh botolnya, matanya melihat Galen sedang duduk menyendiri di meja kantin yang letaknya paling pojok. Fokus memandangi layar ponsel dalam genggamannya, dengan kedua telinga tersumpal oleh headset.

Entah kenapa Sakura perhatikan semenjak kepergian Viola ke luar negeri, Galen terlihat sangat berbeda. Senyumnya yang paling Sakura sukai itu kini sangat jarang merekah seperti biasanya. Membuat Sakura kini mulai bertanya-tanya, sepenting itukah Viola bagi Galen? Sampai kepergiannya sangat memberi pengaruh yang hebat dalam hidup Galen.

💕

Angkasa memandang jauh ke segala arah. Suasana kampus yang tidak sedang begitu ramai, membuatnya tidak butuh waktu lama untuk menemukan sosok yang dicarinya sejak tadi di sana, yaitu Sakura. Namun saat Angkasa ingin menghampiri gadis itu, seketika keraguan malah mendominasi pikirannya.

Angkasa ragu bagaimana kalau ternyata gadis itu masih marah padanya? Terus bersikap diam seperti yang terjadi di dalam mobil sepanjang perjalanan pulang, ketika ia mengantarnya pulang semalam. Bukankah semua akan percuma saja?

Angkasa diam sesaat. Mencari jawaban atas pertanyaan yang dibuatnya sendiri. Hingga ketika matanya kembali mengarah pada Sakura yang saat itu tengah duduk, entah ada dorongan apa, tiba-tiba kedua kakinya mengambil langkah dengan sendirinya, tanpa ada perintah yang melintasi nalarnya.

Meskipun tak lama langkahnya mendadak tertahan ketika yang ia lihat Sakura malah bangkit dari duduknya, lalu berjalan mendekati sesosok laki-laki lain di salah satu meja kantin yang lainnya. Dan ketika Angkasa pertegas, ternyata sosok lelaki itu adalah sahabat kecilnya sendiri, Galen.

Beberapa saat Angkasa sempat terdiam memerhatikan gadis itu dengan sahabatnya dari kejauhan. Akan tetapi semakin lama dirinya terdiam, tidak tahu kenapa Angkasa malah merasa semakin tidak nyaman dengan perasaannya sendiri. Seperti ada sesuatu yang mengganjal pada tiap tarikan napasnya, namun ia tidak bisa mendefinisikan hal itu dengan jelas. Sehingga pada akhirnya, Angkasa memutuskan untuk mengurung niatannya. Lalu memutar balik arah langkahnya menjadi menuju parkiran.

💕

"Aku boleh duduk sini?" izin Sakura ketika dirinya sudah berdiri tepat di samping meja Galen.

Membuat Galen sontak menenggakkan kepalanya, tersenyum tipis, yang kemudian mengangguk mengiyakan. Sementara senyum Sakura perlahan justru malah memudar, ketika ia sempat melihat apa yang sedang Galen perhatikan pada layar ponselnya. Yang ternyata Galen sedang memutar video rekamannya bersama Viola, yang entah di mana Sakura tidak tahu pasti.

"Thankyou, Kak," seru Sakura, seraya menduduki kursi kosong di hadapan Galen.

Lagi-lagi Galen hanya memaparkan senyuman tipis.

Sesaat cowok itu melepas kedua headsetnya, Sakura kembali menyeruak, "Kak Galen tau nggak, kalau sebenernya dokter itu nggak ngebolehin kita sedih lama-lama, tau Kak. Soalnya, kesedihan itu nggak baik buat kesehatan tubuh kita."

"Siapa yang sedih? Aku nggak sedih." Galen mengelak dengan sedikit kerutan di dahinya.

Sakura melipat kedua tangannya di atas meja. Lalu dengan wajah yang agak condong maju ke depan, sepasang matanya menatap serius sepasang mata Galen, ia bicara, "Kayaknya aku nggak bilang Kakak lagi sedih, deh. Aku cuma ngasih tau Kak Galen aja, kalau sedih lama-lama itu nggak baik buat kesehatan. Iya, kan?" tanyanya dengan nada seperti sedang menginterogasi, yang seketika malah membuat Galen tertawa karenanya.

"Iya-iya, Sakura," tutur Galen masih dengan tawanya.

Sakura tersenyum. Melihat Galen tertawa seperti ini memang yang ia inginkan. "Oiya, Kak Galen mau tau nggak tempat yang bisa menghilangkan sedih?"

"Emang ada?"

"Ada!" jawab Sakura antusias. "Habis ini Kakak masih ada kelas nggak?"

Sejenak Galen mencoba untuk mengingat-ngingat. "Nggak ada, sih."

"Mau ke sana?"

"Boleh."

Dalam sedetik, keputusanGalen barusan mampu membuat pipi Sakura mengembang bersamaan dengan senyum yang menampakkan deretan giginya.

===

To be continue...

a/n: gak tau bisa update kapan lagi. banyakin komen aja yaaa😉

btw bonusnya foto Galen aja ya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top