[vol. 1] 15. Senyuman

Jangan pernah kamu tunjukin senyum kamu lagi di hadapan saya!

***

"Angkasa masih di kampus sekarang. Emangnya berkas apa?" tanya Angkasa pada seseorang yang tersambung dengannya melalui telepon.

"Kalau kamu sudah di rumah saja. Coba tolong carikan di ruang kerja Papa. Berkasnya dalam map merah."

"Iya, nanti selesai kelas terakhir Angkasa pulang," ucap Angkasa, namun tak lama perhatiannya teralihkan ketika tiba-tiba Sakura duduk di depannya, bersekat dengan sebuah meja. "Udah, ya, Pa, sebentar lagi Angkasa ada kelas." Angkasa segera mematikan sambungan teleponnya.

"Hai, Kak." Sakura menyapa dengan lengkungan senyum terbaiknya yang dipaksakan. "Btw, tadi aku beli ini buat Kak Angkasa," ujarnya seraya menyodorkan sekaleng minuman soda dingin ke arah Angkasa. "Udaranya lagi panas banget, jadi pasti Kak Angkasa haus, kan? Nih, diminum, ya, Kak. Anggap aja sebagai ucapan terimakasih, soalnya Kakak udah bawa aku ke klinik waktu itu."

Sesaat Angkasa memalingkan pandangannya, menahan kesal. Selain kesal karena merasa terganggu dengan kedatangan Sakura, Angkasa juga tidak suka melihat senyuman gadis itu. "Kalau saya mau, saya bisa bawa kamu ke jalur hukum atas dua tuduhan sekaligus."

"Tuduhan apa, Kak? Kayaknya aku duduk di sini nggak ngapa-ngapain," bingung Sakura.

"Pertama, saya bisa laporkan kamu karena waktu itu kamu udah mengotori dan membuat mobil saya lecet. Pasal 406 KUHP tentang pengrusakan atau penghilangan barang yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, secara sengaja. Dengan ancaman tindak pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan, atau pidana denda paling banyak. Dan yang kedua," Angkasa memberi jeda, namun matanya tetap terus menatap lurus sepasang mata Sakura. "kamu bisa saya laporkan atas tuduhan mengganggu ketenangan dan kenyamanan hidup orang lain. Pasal 335 KUHP, dengan ancaman paling lama satu tahun penjara," jelas Angkasa, menutur panjang, dengan intonasi datar tanpan ekspresi.

Sakura tertegun sesaat. Mencoba mencerna kembali kata-kata Angkasa yang barusan didengarnya. Sial! Ia hampir lupa kalau Angkasa merupakan anak hukum yang kadar keteladanannya nyaris setara dengan Galen.

Salah gue berurusan sama anak hukum! Batin Sakura merutuk.

Tidak ingin mendengar alasan Sakura, Angkasa bangkit kemudian berlalu. Setelah salah satu tangannya sempat meraih minuman kaleng bersoda berian Sakura. Bukan, Angkasa membawa minuman itu bukan untuk ia minum. Melainkan untuk ia buang dengan sengaja di depan mata Sakura. Sampai-sampai emosi Sakura nyaris terpancing melihatnya.

💕

"Ingat, ya, Dek, kamu jangan kuliah dulu sampai seminggu ke depan. Kalau bisa sampai luka jahitan di kepala kamu benar-benar pulih," ucap Lista pada Galen sambil membantu Galen berbaring di atas ranjang kamarnya sendiri, sampai Galen mendapatkan posisi nyamannya.

"Nggak bisa, Kak. Urusan gue masih banyak yang belum selesai di kampus," Galen mengelak.

"Ya lagian lo terlalu aktif banget, sih. Jadi mahasiswa biasa aja nggak bisa emang?"

"Ntar kalau gue cumlaude dengan nilai tertinggi sepanjang sejarah kampus juga lo sendiri yang bangga."

"Yaudah kalau lo mau ngotot ke kampus, berangkatnya naik mobil gue aja. Pakai supir gue."

"Terus Kak Lista nanti gimana ke kantor?"

"Gampang. Gue bisa naik taksi atau nggak ojek online," sahut Lista, tanpa mempersulit keadaan. Sampai tak lama ia menengok jam yang menempel pada dinding kamar adiknya. "Udah jam sebelas. Gue bikin bubur dulu, deh. Biar jam 12 nanti lo bisa langsung makan, terus minum obat."

"Nah, gitu dong. Malah harusnya lo perhatian jangan pas gue lagi sakit aja."

"Idih." Lita bergedik geli. "Lo pikir lo anak balita yang mesti diperhatiin tiap hari?" tambahnya, kesal, sebelum akhirnya ia berlalu keluar, menyisakan Galen sendiri dengan tawa kecil.

Meski kedua-duanya terlihat sempurna dari luar, Galen yang memiliki otak cerdas dengan IPK yang selalu mendekati sempurna tiap semesternya dan juga Lista yang sudah menyandang jabatan manajer sekaligus orang kepercayaan Presiden Direktur perusahaan tempat ia bekerja lantaran prestasi atas kinerjanya yang selalu berhasil menaikkan nama perusahaan sampai nama perusahaan tersebut menjulang tinggi menyaingi perusahaan-perusahaan hebat lainnya, Galen dan Lista tetaplah memiliki sisi kekanak-kanakan. Suka memperdebatkan hal-hal sepele seperti tadi. Dan mereka bukan pula dua anak yang beruntung. Karena kenyataannya, memiliki anak-anak yang kecerdasan tinggi saja tidaklah cukup bagi kedua orangtua mereka.

💕

Di blok 3 lantai 1, tepatnya di depan kelas 303 gedung Sastra yang di dalamnya terdapat kelas Mr. Evert yang sedang berlangsung dengan mata kuliah Cross-Culture Understanding, mindik-mindik Bima mengintip melalui kaca kecil tembus pandang yang berbentuk persegi panjang.

"Sakura," bisik Bima sambil melambai-lambaikan tangannya ke arah Sakura yang saat itu tengah mengikuti kelas, dan duduk di kursi baris kedua dari depan. "Sakura," panggilnya lagi, berharap Sakura mendengarnya. Atau paling tidak melihat ke arahnya.

"Sakura Evelyna!" Kali ini Bima memanggil nama Sakura dengan lengkap. Hingga tak lama barulah Sakura melirik ke sumber suara yang ia dengar.

Melihat ada Bima di sana, seketika gurat wajah Sakura menunjukkan seolah dirinya bertanya, 'Ada apa?' dengan kerutan di keningnya.

"Baca chat," ujar Bima sambil memperlihatkan ponselnya pada Sakura.

Sakura mengerti. Segera ia mengecek ponselnya, yang ternyata memang ada chat masuk dari Bima sejak sekitar sepuluh menit yang lalu.

Bibon: Nanti selesai kelas gue tunggu di kantin.

Di kantin? tanya Sakura dalam hati. Selang beberapa saat dua ibu jarinya bergerak mengetikkan sesuatu pada keyboard ponselnya.

Sakura Evelyna: Ngapain?

Bibon: Ntar gue ceritain.

💕

"Cepet ceritain, kenapa lo nyuruh gue ke sini?!" Datang-datang Sakura langsung melempar pertanyaan pada Bima layaknya seorang inteljen yang sedang menginterogasi tahanan.

Walau sempat tersentak, Bima tetap memasang cengiran di wajahnya. "Santai dong. Nih, minum dulu biar adem. Kalau lo mau makan, pesen aja. Biar gue yang bayarin. Bebas lo mau pesen apa aja."

"Tumben lo," ujar Sakura sembari memerhatikan Bima, berupaya membaca maksud di balik kebaikan cowok gempal itu. "Hm, gue tau. Pasti lo lagi ada butuh sesuatu, kan, dari gue? Udah cepet ngaku aja!" desak Sakura lagi.

"Ehehe, iya, Sa." Lagi-lagi Bima mengeluarkan cengiran mautnya. "Jadi ceritanya gini, tadi gue ada kelas Literary Criticism. Terus pas gue baru dateng, tiba-tiba gue ditagih tugas-tugas analisis yang nggak gue kerjain sama Bu Anjani. Terus gue diancem sama Bu Anjani, kalau gue nggak ngerjain dan ngumpulin semua tugas analisis itu hari ini juga, udah dipastiin gue bakal ngulang."

Sakura mengembus napasnya kasar sampai poninya sedikit tertiup. "Kebiasaan banget, sih, lo nggak ngerjain tugas. Giliran udah kayak gini gue-gue juga yang susah, kan."

"Habis mau gimana lagi, Sa. Cuma lo satu-satunya orang yang bisa nolongin gue dalam hal ini. Alesan gue nggak ngerjain juga bukan karena gue males, tapi karena gue nggak paham analisis-analisis begitu, Kayaknya gue salah jurusan, deh." tutur Bima dengan suara memelan.

"Apa banget, sih, lo, Bon... Bon... Masa iya, lo baru sadar kalau salah jurusan pas udah semester 4 begini! Padahal emang dasar lo-nya yang males. Mau masuk jurusan mana-mana juga kalau lo masih pertahanin males lo itu, lo ngerasanya bakal salah jurusan terus. Jurusan aja yang lo salahin, lo nggak sadar kalau kesalahan adanya di diri lo sendiri."

"Ah, elah, Sa, lo mah gue minta bantuan malah disalah-salahin mulu. Kita kan temenan dari masih jaman maba, Sa. Please bantuin gue, ya, Sakura?" Cowok gempal itu memohon dengan raut sedih dan penuh harap pada Sakura.

"Ck, yaudah iya-iya, gue bantu," nyerah Sakura akhirnya. "Cuma kritik analisis cerpen doang, kan?"

"Iya, cuma cerpen aja, Sa."

"Lo kirim aja judul cerpen sama authornya ke gue. Nanti malem gue kerjain."

"Ih, Sa, gue nggak minta lo yang ngerjain. Gue cuma minta lo bantuin gue aja, tapi tetep gue yang kerjain."

"Udah nggak apa-apa gue aja. Gue orangnya nggak bisa ngajarin orang. Apalagi tipe orang lemot kayak lo. Emosi gue mendidih yang ada," oceh Sakura sambil menyedot habis jus mangga miliknya yang dibelikan spesial oleh Bima sebagai sogokan agar Sakura mau membantunya. Dan hal itu sudah menjadi hal yang biasa dan lumrah bagi Sakura.

"Sumpah gila, Sakura Sakura Sakura! How lucky I am to have you being my best best bestest friend ever, Sakura!!!"

Tiba-tiba Bima berseru histeris, sampai-sampai Sakura terkesiap mendengar suaranya yang begitu lantang. Namun kemudian Sakura lebih terkesiap lagi ketika Bima mengerahkan seluruh tenaganya saat memeluk tubuhnya sangat erat. Sampai Sakura merasa tulang-tulang dalam tubuhnya remuk saat itu juga. Ini dia yang Sakura tidak suka dari Bima kalau sedang kesengangan. Sikap berlebihannya tidak hilang-hilang!

"Bibon, lepasin nggak! Sakit badan gue!" Sakura mencoba meronta.

Tapi saking terlalu senangnya, cowok plontos itu malah mengajak Sakura untuk melompat-lompat bersamanya sambil berputar dan berseru, "Thank you, Sakura! My Dewi Fortuna!"

Sakura sempat pasrah saja saat tubuhnya sedang diajak berputar-putar oleh Bima. Tapi Sakura tidak bisa tahan ketika tanpa sengaja ia menangkap sosok Angkasa yang baru saja keluar dari gedung Hukum. Kesempatan emas! Sakura tidak boleh melewatkannya!

"Bon lepasin, kek! Gue ada urusan, nih!" Buru-buru Sakura memberontak lagi. Meminta dilepaskan. Meskipun tetap saja tenaga Sakura kalah kuat dengan tenaga Bima babon. Hingga akhirnya Sakura pikir tidak ada pilihan lain, ia harus menerapkan jurus andalannya. "Bon, lepasin nggak! Atau gue nggak mau kerjain tugas-tugas analisis lo?!"

"Eh? Jangan dong!"

Berhasil! Dalam hitungan detik Bima langsung membebaskannya. Lalu tanpa menunggu lama Sakura juga langsung beringsut menghampiri Angkasa yang masih berjalan belum terlalu jauh darinya.

"Kak Angkasa!"

Angkasa terpaksa harus berhenti ketika Sakura tiba-tiba berdiri di hadapannya, menghalangi jalannya sambil memaparkan senyuman. Senyuman yang paling Angkasa tidak suka meski Angkasa sendiri tidak tahu apa alasannya. Yang membuat salah satu tangan Angkasa tahu-tahu tergerak otomatis untuk menjepit kedua sisi pipi Sakura demi melunturkan senyuman itu dari hadapannya.

"Aw," ringis Sakura. "kenapa pipi aku dijepit, Kak? Kan sakit." Sakura mengeluh sembari mengusap-ngusap pipinya yang baru terlepas dari tangan Angkasa. Tidak Bima, tidak Angkasa, sama saja kasarnya. Mimpi apa Sakura semalam sampai orang-orang menjadi hobi menyakiti fisiknya seperti ini.

"Jangan pernah kamu tunjukin senyum kamu lagi di hadapan saya!" peringat Angkasa penuh penekanan. Matanya menusuk tajam mata Sakura yang kebingungan karena tak mampu mengartikan tatapan tajam itu.

"Lho? Kenapa, Kak? Ada yang salah, ya, sama senyum aku?"

"Kamu, senyum kamu, itu semua benar-benar mengganggu penglihatan saya!"

Bruk!

Dengan kasar Angkasa mendorong tubuh Sakura. Kemudian berlalu cuek, tanpa merasa bersalah sedikit pun. Membiarkan Sakura terburu emosi sendirian ketika dirinya menjadi tontonan sekaligus bahan tertawaan banyak orang karena tersungkur di tengah area keramaian. Kali ini dampaknya bukan cuma sakit, tapi juga malu yang menjalar sampai ke puncak kepalanya!

Angkasa sialan! Awas aja, gue bakal buat lo jauh lebih buruk daripada yang gue rasain sekarang ini! sumpah Sakura sambil terus menatap nanar ke arah punggung Angkasa yang menjauh.

===

To be continue...

a/n: masih part 15. santai aja santaiii~

btw ada yang mau diomongin gak sama Angkasa?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top