00; Before
- - - - - - - - - - - x x x - - - - - - - - - - -
"What is Family?"
"Is it something like when I am with you?"
- - - - - - - - - - - x x x - - - - - - - - - - - -
Everett Ross sudah dibuat pusing dengan pekerjaannya di CIA bahkan saat ia baru saja memulai karirnya itu kurang dari 1 tahun setelah sebelumnya ia berprofesi sebagai seorang tentara di Afghanistan (You know what I did). Ia mengira jika pekerjaannya sebagai tentara sudah bertemu dengan hal-hal aneh yang berada di luar nalar manusia.
Ia mengira jika dengan pensiunnya dia dan menjadi agen pemerintahan, pekerjaannya akan jauh dari kata 'lebih berbahaya ketimbang perang'. Namun, yang ada di depan matanya saat ini sudah terlalu jauh diluar itu semua. Ia sudah sering pergi ke padang pasir, ia berada di wilayah timur tengah sebelum ini.
Namun, ia yakin bahkan disaat musim dingin sekalipun, padang pasir tidak akan membeku hingga sejauh mata memandang.
"Apa yang terjadi?" Ia menunjukkan lencana miliknya dan segera bergerak ke salah satu bangunan tenda yang dibangun di tengah padang pasir bersuhu dibawah 0 derajat itu.
"Agen Ross," salah satu dari tentara yang berada disana mendekat dan segera mengikuti pria itu untuk mengantarkannya kepada tujuannya dipanggil kemari.
"Apa yang terjadi?" Ia mengulangi lagi.
"Beberapa minggu yang lalu, terjadi peristiwa aneh setelah sebuah meteor jatuh dari langit ke pemukiman kecil di dekat sini. Suhu tempat itu turun drastis meskipun matahari tetap bersinar terik diatas," Ross melihat kearah langit dari jendela tenda, dan benar saja. Matahari benar-benar terik kala itu meski suhu udara sangat dingin di bawah.
"Semua orang menganggap ini kutukan. Mereka bercerita jika ada seorang anak laki-laki yang mendadak muncul malam itu, dan semenjak saat itu tempat ini menjadi dingin seperti sekarang," Ross kembali menoleh pada tentara itu, menatapnya dengan dahi berkerut tidak mengerti. Apa hubungan suhu dingin ini dengan anak kecil misterius itu.
"Mereka mengatakan jika cuaca dingin ini dihasilkan dari anak itu," tentara itu tampak berhenti pada sebuah kaca yang menghubungkan mereka dengan sebuah ruangan dimana seorang anak kecil berusia 10 tahun tampak duduk diam disana. Warna kulitnya berwarna biru seperti es, dan matanya tampak berwarna merah menyala.
"Beberapa hari yang lalu mereka mencoba untuk mengusir anak itu dari kakek-kakek yang bersedia untuk merawatnya karena bencana buruk yang terjadi mereka menganggapnya karena anak itu," informasi yang ia dapatkan terlalu banyak, kepalanya mendadak pusing, "dan tanpa sengaja, mereka membunuh kakek itu didepan mata anak itu."
Apa yang dilakukan penduduk itu?
"Karena itu anak itu marah dan pada akhirnya," tentara itu memberikan sebuah tablet yang menunjukkan sebuah ruangan dimana belasan orang tampak tewas membeku. Bahkan mayat mereka tampak masih berada di tempat seperti sebuah balok es, "dua puluh orang terbunuh kala itu, dan suhu di daerah ini semakin dingin hingga beberapa ternak dan juga penduduk sakit bahkan ada yang mati karena kedinginan."
"Hanya dalam waktu 1 minggu?"
"Tidak," tentu saja. Apa yang ia pikirkan, tidak mungkin ada hal yang lebih aneh dari ini. Untuk membekukan tempat seluas ini, tentu saja tidak mungkin dilakukan dalam waktu 1 minggu, "tiga hari."
...
"Apa?"
"Suhu yang ekstrim, dan semua hal yang tidak masuk akal ini terjadi 3 hari yang lalu."
.
.
Kenapa atasannya memberikan misi yang sangat aneh seperti ini pada orang baru sepertinya, itu menjadi sebuah pertanyaan yang tidak terjawab. Saat ini, ia hanya berdiri sendirian menatap anak itu tidak peduli dengan suhu dingin yang bahkan membuat tentara yang bersama dengannya tadi memilih untuk keluar dari ruangan itu.
Ia mengecek dengan handphonenya suhu disekelilingnya saat itu, dan menunjukkan 30 derajat dibawah nol. Sejujurnya, meski saat ini ia sedang memakai pakaian musim dingin ditambah dengan banyak sekali pakaian dalam yang ia kenakan, juga sarung tangan tebal, ia sama sekali tidak bisa menghilangkan rasa dingin.
Bahkan napasnya yang keluar dari mulut dan hidung berembun.
Ia sedang menggosokkan tangannya dan meniupnya saat tanpa sengaja ia menoleh pada anak itu dan bertemu pandangan dengannya. Ross hanya tersenyum kikuk dan mengangkat sebelah tangannya, anak itu membalasnya dengan tatapan tajamnya tanpa bergerak sedikitpun.
Serius, suhu udara saat itu mendadak berubah menjadi 40 derajat dibawah nol.
'Jadi benar, anak itu yang membuat cuaca dingin ini,' Ross menghela napas dan tampak berbalik meninggalkan tempat itu, meninggalkan anak itu sendirian.
.
.
Anak itu memutuskan untuk bungkam.
Ia tidak menyukai tempat ini, ia tidak menyukai Midgard yang merasa kuat namun ternyata sangat lemah, merasa mereka yang paling berkuasa, merasa jika mereka yang akan selalu benar. Ia hampir saja merasa jika orang-orang Midgardian sangatlah ramah saat ia bertemu dengan seorang kakek yang mau merawatnya setelah terbuang dari Jotunheim.
Ia tidak bisa lagi kesana, ia tidak lagi memiliki rumah. Jotunheim sudah hancur begitu juga dengan rumahnya disini. Ini semua karena orang-orang egois itu.
"Sangat susah mencari minuman hangat sekarang," ia menoleh dan melihat kearah seorang pria yang tadi juga datang bersama salah satu Midgardian bersenjata. Ia memegang sebuah gelas kertas dengan cairan berwarna hitam yang ia pelajari disebut kopi.
"Apa yang kau lakukan disini Midgardian?"
Beruntung ia mempelajari AllLanguage saat berada di Jotunheim. Bahasa Midgardian adalah salah satu bahasa yang mudah untuk dipelajari ketimbang bahasa Asgard yang asli ataupun Jotunheim.
"Aku ditugaskan untuk mengawasimu. Jadi, disinilah aku," ia akan meminum kopi itu, namun menyadari jika cairan pekat itu menjadi sangat dingin hanya dalam hitungan menit, "aku sudah menggunakan air mendidih..."
Pria itu mengangkat bahunya.
"Kurasa kopi dingin tidak masalah."
Mereka tidak berbicara apapun. Baik Ross ataupun anak itu tampak memilih untuk sibuk masing-masing. Sebenarnya yang sibuk hanya Ross, ia masih memiliki beberapa laporan yang harus ia kerjakan juga mengecek tentang sebuah tempat yang sekarang ditunjukkan di hologram di depannya.
Anak itu sendiri tampak hanya diam, ia melihat kearah benda melayang itu dengan wajah sedikit penasaran. Jotunheim tidak memiliki banyak teknologi karena mereka mengandalkan sihir.
"Kau tahu tentang sebuah tempat bernama Yakutsk?"
Pria itu memulai pembicaraan. Anak itu menatap dengan wajah heran dan memiringkan kepalanya.
"Itu adalah sebuah tempat di Russia, suhu udara disana disebut sangat dingin. Dan kau baru saja memecahkan rekornya, bahkan di tempat yang terkenal paling panas di dunia," anak itu masih tidak mengerti. Ross menatap anak itu yang takut-takut, namun ia hanya tersenyum dan menghela napas.
"Kau mau kuceritakan lebih banyak tentang itu?"
.
.
Tidak banyak berubah jarak Ross dengan anak itu saat ini.
Berbulan-bulan ia tampak menemani anak itu, karena memang misinya saat itu hanya menjaga anak itu.
Anak itu masih tidak mau berbicara dengan Ross, dan mereka tetap sangat jauh satu sama lainnya. Namun, Ross terus bercerita banyak hal tentang dunia yang ternyata tidak diketahui oleh anak itu. Meski tidak mendapatkan respon berarti, namun anak itu tampak sangat tertarik mendengar cerita dari Ross.
"Kau terlihat lebih pendiam daripada kemarin."
Meskipun sifat anak itu tidak berubah banyak. Namun, biasanya ia akan menunjukkan ekspresi yang sangat minim. Anak itu hanya menggeleng, ia memutuskan untuk berbaring di ranjang yang ada di dekat sana memunggungi Ross.
Ross tidak mengerti dan tidak bisa membaca ekspresi minim dari anak itu. Namun, saat anak itu berhenti bergerak, ia bisa melihat punggung itu bergetar.
"Hei, kau tidak apa-apa?"
Ross berjalan mendekat dan akan menyentuh anak itu. Tentu dengan segera anak itu menepisnya dengan lengannya yang berbalut pakaian tebal. Ross merasa seperti menyentuh es saat itu, dan dahinya berkerut dengan penolakan itu.
"Biarkan aku sendiri."
"Tidak," Ross menatap heran anak itu. ia bisa melihat napas anak itu memburu dan tampak mengembun. Ini mungkin terbilang aneh, tetapi hanya satu yang bisa ia pikirkan.
"Kau kedinginan?"
Mungkin orang-orang itu tidak menyangka jika anak itu yang menjadi sumber semua hawa dingin disini akan kedinginan. Pakaian anak itu hanyalah sebuah sweater biasa dan celana panjang.
"Kau bisa menambahkan suhu dingin ini, kurasa kau juga bisa menghilangkannya."
"Tidak," ia jadi berpikir jika anak itu hanya bisa mengatakan tidak. Namun, kemudian ia sadar sesuatu, sebuah trauma karena apa yang dilakukan para penduduk sebelum ini padanya.
Apakah ia ketakutan?
Ia berjalan, duduk pada sisi dimana ia bisa melihat wajah anak itu dengan baik. Ia hanya menatap anak itu sejenak sebelum tersenyum padanya.
"Kau tidak perlu khawatir apapun. Mereka tidak akan melakukan apapun padamu selama aku disini," anak itu masih menatap ragu, "dengan suhu seperti ini, kau tidak akan baik-baik saja jika kedinginan."
"Aku melakukannya untuk bertahan..."
"Aku mengerti, tetapi sekarang tugasku untuk menjagamu. Kau tidak perlu melakukannya," Ross terdiam dan menggerakkan tangannya untuk menyentuh anak itu.
"Tanganmu akan sakit. Kau tidak akan mau menyentuhku," ia tahu, dari suhu yang ia rasakan sekarang, tangannya akan membeku dan merah jika menyentuh anak itu. Dan ia sadar, alasan anak itu menepis tangannya adalah agar ia tidak terluka.
"Kalau begitu bagaimana jika kau hilangkan semua ini? Agar aku bisa menyentuhmu," Ross masih memperhatikan anak itu yang diam, tidak menggerakkan seujung jarinya sama sekali. Ross menghela napas, ia melepaskan sarung tangannya dan mendekat akan mengusap kepala anak itu. Ia tidak peduli apakah ia akan terluka atau tidak, ia tahu anak itu membutuhkan bantuan.
Dan saat tangannya beberapa mili akan menyentuh anak itu, kulitnya perlahan berubah menjadi cokelat pucat seperti manusia pada umumnya dan matanya berubah menjadi iris berwarna hijau. Ross tidak lagi merasakan hawa dingin disekelilingnya ataupun di tangan yang kini menyentuh kepala anak itu.
"Aku belum berkenalan denganmu, namaku Agen Ross. Everett Ross."
...
"Byleistr," ia bergumam menyebut namanya sendiri, "namaku Byleistr Laufeyson..."
- - - - - x x x To be Continue x x x - - - - -
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top