Sebuah Harapan
Hutan tersebut tidak begitu sederhana seperti yang aku pikirkan dulu, melainkan begitu rumit dan misterius. Aku masih ingat ketika pertama kali kesini dan tak sengaja mengikuti berjalan mengikuti alunan angin yang membawaku menuju hutan.
Hingga takdir membuat aku bertemu dengan teman-teman baru, Taehyung dan ketujuh teman lainnya. Sungguh aku sangat khawatir, ibuku tidak tau kalau akhirnya aku harus menginap di hutan, Jinie bilang jika kami keluar dari gua ini selepas sore maka bahaya dapat mengancam kami kapan saja, tentu aku tidak ingin mengambil resiko tersebut.
Taehyung memeluk erat ketiga tubuh kecil di hadapannya, mereka semua tertidur dengan lelap. Entah kenapa aku seperti melihat sebuah senyuman hadir di wajah mereka, mungkin mereka berharap dapat keluar dari kutukan ini.
“Aku tidak bisa tinggal diam, aku harus tau apa yang terjadi dengan hutan ini.”
Di luar hari telah gelap, hampir tengah malam kurasa. Aku menarik sebilah kayu untuk berjaga-jaga.
Tadi sore Namu bilang bahwa hutan ini telah lama dihuni oleh ratu kegelapan dari dimensi lain, seluruh penduduk berubah menjadi kasat mata di hutan cokelat ini, dan akhirnya menghilang satu persatu disihir oleh ratu tersebut.
Namu juga menceritakan bagaimana kejinya ratu kegelapan, Kookoo yang usianya tak lebih dari lima tahun itu terpaksa harus melihat bagaimana ratu kegelapan membuat sekujur tubuh peri hutan menjadi beku, hingga berubah menjadi abu. Kookoo mengingat dengan jelas bagaimana teriakan peri tersebut, ia selalu menangis setiap ingatan tersebut kembali.
Segala hal yang aku lihat hari ini terlalu jauh dari ekspektasi yang kuharapkan dari hutan cokelat, terlalu banyak hal ganjil yang tidak bisa kumengerti, ini semua terlihat tidak nyata bagiku.
Tapi yang aku tau, semua rasa sakit dan rindu yang dirasakan teman baruku ini, membaut aku yakin kalau semuanya adalah nyata.
Aku mengerti bagaimana rasanya kehilangan.
Oleh sebab itu, aku tidak bisa membiarkan mereka juga ikut kehilangan.
“Alexa, kenapa kau keluar?”
Aku terkejut dari renunganku, Syub terlihat berdiri santai di sampingku. Ia terlihat begitu tenang dan terkesan dingin, walaupun wajah gelisahnya tak pernah lepas sekalipun dari wajah kura-kuranya semenjak kami bertemu.
“Tidak, aku hanya ingin mencari udara segar saja,” ucapku berbohong.
“Lalu, bagaimana dengan bilah kayu yang kamu genggam sekarang?”
Aku gelagapan mendapat pertanyaan dari Syub, bingung ingin menjawab apa.
“Alexa, apapun yang ingin kamu lakukan sekarang, aku mohon untuk berhenti. Ratu kegelapan itu terlalu kuat untuk kau lawan bahkan jika kita bersama sekali pun, dia di luar jangkauan kita.”
Syub menjeda kalimatnya, ia menghela napas gusar dengan penuturannya.
“Aku yang bertanggung jawab membawa keenam sahabatku kesini, aku tidak mau membuat kau dan Taehyung juga ikut berubah.”
“Tapi, bukankah kita harus melakukan sesuatu.”
“Tidak Alexa, kita tidak punya harapan apapun, ini adalah takdir kami dan kuharap esok pagi kalian sudah keluar dari hutan ini.” Syub berbalik kembali kedalam gua, aku melihat punggungnya yang bergetar. Ia menopang semua rasa sedih sahabatnya, meredam perasaannya dan menjadi penolong untuk keenam sahabatnya.
Aku menyeka kelopak mataku, dan keraguanku semakin membuatku yakin. Aku harus menghentikan ratu kegelapan.
…
Aku terbangun dengan tubuh yang sedikit kaku dan terasa sangat berat, ternyata Kookoo dan Chim tengah menindih tubuhku, bibirku terangkat melihat mereka masih nyenyak tertidur, bahkan Chim menggenggam erat jemari Kookoo, sangat menggemaskan.
Dengan perlahan aku mengangkat tubuh mereka dan meletakkannya di samping tubuh Tata, mereka terlihat menggeliat, walaupun begitu tak sedikit pun terlihat tanda-tanda akan terbangun.
Aku langsung mencari keberadaan Alexa, semalam aku sempat mencuri dengar pembicaraan Syub dan Alexa. Mendengarnya tentu saja membuatku sangat khawatir, bagaimana kata Ibu Alexa jika aku pulang tak membawanya.
Tapi mendengar ucapan Syub, kurasa ia berhasil meyakinkan Alexa untuk tak gegabah. Tapi, kemana mereka berdua sepagi ini?
Aku tak melihat keberadaan Alexa dan juga Syub, aku berlari tergesa keluar gua dan juga tak menemukan keberadaan mereka. “Alexa!!”
…
Aku beralih pergi meninggalkan Alexa untuk kembali ke gua, sebetulnya aku tidak benar-benar masuk. Aku masih tidak yakin jika gadis itu akan menuruti perintahku.
Alexa terlihat menunduk setelah kepergianku, ia juga sama sedihnya dengan kami terlihat ketulusan darinya yang ingin membantu kami. Tapi sungguh, aku tidak sanggup melihat sebuah perpisahan kembali.
Aku ikut termenung melihat Alexa yang masih menunduk dalam, mungkin ia tengah memikirkan ucapanku. Lengannya terlihat menyeka sedikit kelopak matanya, ia kembali meraih batang kayu yang telah jatuh tadi.
“Loh, apa yang mau dia lakukan?”
“Dasar, keras kepala sekali.” Aku menyeret tas milik Taehyung yang berisi buku cokelat tersebut. Terserah aku akan disebut pencuri atau apa yang jelas aku tidak akan membiarkan Alexa ikut masuk kedalam bahaya ini.
Aku bergerak tergesa mengejar langkah Alexa, langkahnya terlalu besar untuk diikuti manusia setengah kura-kura sepertiku. Aku hanya dapat melihat bayang-bayang Alexa yang tengah berjalan tak tentu arah di depan, aku yakin ia tak memiliki rencana apapun saat ini.
“Sial, seharusnya kemarin aku langsung saja menyeret mereka berdua.”
Aku terus mengikuti jejak-jejak langkah milik Alexa, jarak kami terpaut semakin menjauh. Kedua kakiku terlihat lecet karena mengikuti langkah besar milik Alexa, terasa seperti berjalan terus selama seharian.
Bayang-bayang Alexa semakin tak terlihat indraku, bahkan matahari terlihat mengintip ingin keluar, ini tandanya aku sudah berjalan sangat lama bahkan dibandingkan dengan seluruh perjalanan yang telah aku lakukan seumur hidupku.
Entah sudah berapa jauh kami terpisah dari sahabat kami di gua sana, yang jelas Alexa tengah sendirian dan dia berada jauh dari rasa aman.
Kepalaku berputar, sepertinya aku tidak bisa melanjutkannya lagi, kakiku sudah mati rasa. Tapi, Alexa.
Bunyi pekikan mengarah kencang kearahku, belasan burung gagak terbang kesetanan kearahku. “Buku ini dalam bahaya,” aku melepas tas tersebut dan menyembunyikannya dibalik semak-semak.
Cakar panjang tersebut mengarah tajam pada tubuhku, mataku berat menggelap lalu sayatan demi sayatan tergores diikuti bunyi pekikan yang sangat menyeramkan. Aku teringat mata bulat Kookoo ketika menangis untuk pertama kalinya di hutan ini ‘Maafkan hyung, Kookoo.’
Dengan kekuatan yang tersisa aku berteriak mengeluarkan semua suara terakhir yang kumiliki.
“Alexa!!! Alexa bertahanlah!!!”
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top