Penyesalan
Teriakan itu mengiang begitu nyarin, perasaan bersalah menjalar semakin besar dalam diriku.
Aku takut, tubuhku masih tersungkur memeluk lutut. Aku tidak berguna, seharusnya aku bisa mendengarkan Syub lebih baik.
Aku menangis membuatku teringat dengan wajah sendu Kookoo, wajah sendu yang selalu dijaga oleh Syub agar tak pernah kembali.
Aku tidak boleh membiarkan Kookoo menangis lagi, aku tidak bisa membuat usaha Syub menyelamatkanku sia-sia. Aku harus menyelamatkan dia dan semua orang yang tidak pantas untuk dikutuk.
Terlihat sebuah sinar biru muncul dibalik semak-semak, sinar itu berasal dari buku cokelat. Alexa bergerak tergesa mengambil buku tersebut. Aku membuka buku tersebut mengikuti arahan cahaya biru yang berasal dari bagian tengah buku.
“Apa ini?”
…
Aku panik bukan main, karena tidak menemukan sosok Alexa di sekitar gua. Tidak boleh, Alexa tidak boleh pergi kemana-mana. Aku telah berjanji untuk menjaganya. Terdengar suara berisik dari luar gua, kegelisahanku sedikit terangkat, mungkin itu Alexa dan Syub.
Tanpa pikir dua kali aku langsung berlari ke luar, namun yang kudapati bukanlah keberadaan mereka, melainkan dua buah tongkat panjang dengan ujung yang runcing tengah menghalau pergerakanku. Ada belasan prajurit dengan jubah dan wajah yang terlihat hitam gelap di belakanganya, aku meneguk ludahku kasar.
Lalu, salah satu dari mahluk hitam tersebut melolong dengan keras. Suaranya begitu menyayat dan menyeramkan, lolongan itu membuat sekujur tubuhku kaku dann dibanjiri keringat yang memilukan.
…
Tidurku tersentak setelah mendengar lolongan kasar dari luar gua, aku melihat Chim yang telah bangun dan bergetar ketakutan.
“Chim, tenang ya tolong jaga Kookoo dan Tata untuk hyung.” Chim semakin tersedu mendengar ucapan Namu.
“Namu hyung akan pergi keluar, Chim tetap di sini dan sembunyi, ya.”
“Ta-tapi hyung.” Chim meraih erat ujung bajuku, menahanku agar tak pergi.
“Tenang ya Chim, Chim kan kuat seperti superhero, jadi Chim tidak boleh menangis, ya? Jaga Kookoo dan Tata, tetap sembunyi seperti sedang bermain petak umpet, jadi jangan sampai ketahuan.” Chim mengangguk sendu, tubuhnya masih bergetar. Rematan jemarinya beralih untuk membawa Tata dan Kookoo memasuki gua lebih dalam.
Aku mengangguk mantap kearah Hoba dan Jinie di sampingku, kurasa kami telah melakukan hal yang benar.
…
Aku berlari panik untuk kembali ke dalam gua, khawatir pada yang lain. Aku harus membawa mereka lebih dulu dari pada pasukan ratu kegelapan.
Namun, setelah sampai yang kudapati adalah halaman gua yang telah porak poranda, bibir gua yang telah runtuh dan hampir menutupi seluruh jalan masuk gua.
Mataku memanas seketika, “Taehyung!! Kamu ada di mana!? Namu, Chim tolong keluarlah.” Tanganku mengais bebatuan tersebut berusaha untuk membuat ruang agar aku bisa masuk ke dalam gua.
Lenganku memukul-mukul batu dengan pasrah, teriakanku telah berubah menjadi isak tangis, tak ada sahutan apapun dari dalam gua. Dengan susah payah aku meraih bilah pohon, aku mendongkrak kuat bebatuan besar di hadapanku. Wajahku memerah dengan kepalan lengan yang memanas saking kuatnya menggenggam bilah kayu tersebut.
Bulir keringat ikut membanjiri sekujur tubuhku, cahaya luar sedikit demi sedikit menyeruak masuk ke dalam gua. Sedikit lagi, pikirku.
Dengan erangan kuat, aku berhasil membuka jalan masuk. Pemandangan lembab masih terlihat sama dengan sebelumnya, hanya sekarang semuanya telah pergi, gua telah kosong.
Aku gagal, aku gagal sekali lagi. Aku gagal menjaga kepercayaan Ayah, aku kembali mengecewakan Ibu, Taehyung dan teman-temanku. Aku kalah dengan sikap egoisku. Tubuhku luruh, tidak ada tangisan kencang seperti tadi, semuanya telah hilang. Rasa sakit ini semakin menyayat tubuhku dengan kesunyian yang mengubur.
Sunyi, hanya itu.
Namun, kesunyian tersebut tehenti seketika, ketika pendengaranku menangkap samar-samar suara rintihan dari dalam gua. Suara itu, aku mengenal suaranya. Lenganku menyeka pelan mataku, mungkin masih ada harapan bagiku.
“Chim?” Aku berlari semakin dalam, gelap gua tidak menghentikan diriku. Suara tersebut semakin nyaring dan nyata dalam pendengaranku, samar-samar aku meraih tubuh lemas di hadapanku. Aku kembali menangis, kembali kalah dengan kebaikan hati tuhan padaku.
“Terima kasih, terima kasih Chim.” Chim, Tata dan Kookoo mendekap erat tubuhku.
“Terima kasih karena kalian telah bertahan.” Penyesalanku runtuh sedikit demi sedikit.
“Noona, H-Hyung,” ucap Chim ditengah tangisannya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top