Hari Berangin
Setelah percakapan panjang tentang burung yang melakukan perjalanan jauh, pertemanan aku dan Taehyung semakin dekat dari sebelumnya. Sekarang aku tidak kesepian lagi.
Lama dengan posisi seperti ini, membuat kesadaranku kembali. Kepalaku terasa lebih berat dan semakin berat dari sebelumnya, kulihat wajah Taehyung menyengir semakin lebar matanya hampir menghilang karena melengkung tersenyum.
Rambutku yang diusap dengan halus lama kelamaan ia acak dengan gemas, kurasa aku ingin menarik ucapanku tentang hubungan pertemanan kami. Taehyung sepenuhnya bocah aneh.
“Yaaa!! Kim Taehyung!!”
Taehyung tersentak sambil memekik menahan tawa, tawa akhirnya membuncah ketika aku berusaha untuk menarik rambutnya balik. ‘Aih, bocah ini.’
…
Setelah sarapan pagi, aku bergegas untuk bermain lagi dengan Taehyung. Mamah hanya tersenyum melihatku yang kembali ceria dan semangat seperti dulu, semalaman aku bercerita tentang Taehyung pada Mamah.
Kata Mamah, Taehyung anak yang baik dan bijaksana, dia juga menggemaskan katanya. Belum saja Mamah bertemu langsung dengannya, lain kali aku akan mengajak Taehyung ke rumah Nenek.
Hari ini aku jadi lebih semangat untuk bermain, setelah adegan kelahi di rumah pohon, kami kelelahan sendiri dan memutuskan untuk pulang. Taehyung bilang hari ini ia akan mengajakku untuk berkeliling di hutan. Aku sangat menyukai berpetualang, tentu saja kesempatan seperti ini tidak akan aku sia-siakan. Dulu, aku dan Ayah sering berkunjung ke hutan kota seriap akhir pekan.
“Mamah, bekal aku udah siap belum?” ucapku berteriak dari halaman depan, setelah selesai mengikat tali sepatu, aku menunggu Mamah yang tengah menyiapkan bekal untukku dan Taehyung.
“Iya, sebentar Alexa.”
Mamah akhirnya muncul dengan ransel berwarna cokelat dan dua buah kotak makan beserta botol minum. “Ya ampun anak Mamah, senang sekali ya bermain dengan Taehyung?”
Aku mendengkus malu mendengarnya, ya malu saja mengakui bermain dengan Taehyung itu menyenangkan habis dia aneh.
“Sudah ah, Mamah. Aku main dulu, yaa.”
“Iya, hati-hati. Jangan masuk hutan terlalu dalam, ikuti Taehyung jangan jalan sendiri-sendiri.”
“Siap, Mamah.”
Mamah merapihkan jaket dan ransel yang sudah kugendong, Mamah juga mengecup kening dan kedua pipiku.
“Dadah, Mamah.”
Aku berlari kehalaman rumah dengan riang sambil melompat-lompat melambaikan tangan pada Mamah. Rambutku terkibas oleh angin ikut gembira karena akan berpetualang di hutan.
…
Sekarang aku bersyukur karena Nenek mengajak aku dan Mamah untuk menenangkan diri ke desa, setidaknya aku bisa melakukan apa yang membuat diriku bahagia dan berdamai dengan kepergian Ayah.
Aku melihat Taehyung yang tengah sibuk dengan beberapa anak yang terlihat lebih kecil darinya, tengah bertengkar berebut ayunan lebih tepatnya. Mereka tarik menarik berebut siapa yang duluan bermain ayunan. Aku melenguh melihat kelakuan Taehyung, sungguh dia memang bocah tidak waras.
Aku berjalan menuju taman memutuskan untuk menonton pertengkaran Taehyung dengan dua bocah lainnya.
Hingga akhirnya Taehyung dan salah satu anak tersebut terjatuh, terlihat Taehyung yang mulai berkaca-kaca sambil memegangi bokongnya yang mencium tanah.
“Huwaaaaa.” Aku berlari kearah dua bocah lainnya, tangisan tersebut bukan berasal dari Taehyung tapi berasal dari satu anak lainnya. Aku menatap nyalang kearah Taehyung memintanya untuk tidak bertindak kekanak-kanakan.
Tidak habis piker, Taehyung yang berebut ayunan dan hampir menangis karena jatuh ini adalah orang yang sama dengan Taehyung yang mengajariku kemarin. Aku menjitak gemas kepala Taehyung, karena dia masih terlihat ngambek dan berkaca-kaca pada dua bocah itu.
“Kakak, lihat di jahat sama kami, masya dia cidak mau mengalah.” Bocah laki-laki tersebut mengadu padaku sambil menarik-narik ujung bajuku.
Aku mengelus lembut kepala kedua anak tersebut, aku berjongkok mensejajarkan tubuhku dengan anak yang masih menangis karena terjatuh.
“Sudah ya, jangan nangis lagi, lihat kakak punya permen cokelat untuk kalian jadi jangan nangis lagi, ya.” Aku memberikan dua buah permen coklat berbentuk ayam untuk mereka, mereka menerima permen tersebut sambil menghapus air matanya.
“Nah, sekarang ayo kita pukuli kakak nakal itu, ya.”
“IYA!!” Teriak kedua bocah tersebut kegirangan.
Taehyung berjingkat kaget mendengarnya, ia berusaha untuk kabur namun gagal dan berakhir kami pukuli dengan gemas.
…
“Ah, pantatku masih sakit tau, pukulan kalian menyakitiku, huh.” Taehyung mengadu sambil tetap mengelus pantatnya.
“Kamu kan lebih dewasa dari mereka, harusnya kan kamu yang mengalah.”
“Tapi kan aku sedang memakainya, lagi pula aku yang menemukannya duluan.”
“Terus juga mereka kan berdua, masa mau main ayunan. Ayunannya kan cuman satu mereka kan bisa ma- ”
“Sudah-sudah.” Aku memotong ucapannya Taehyung, kalau dibiarkan bisa-bisa dia berbicara makin tak karuan.
Taehyung masih terdengar menggerutu sebal, bibirnya mengerucut maju menggemaskan. Aku terkekeh sendiri melihat sisi lain Taehyung seperti ini, dia seperti Yooa sangat kekanak-kanakan.
“Ini.” Aku menyodorkan permen coklat berbentuk kepala singa padanya, menurutku dia mirip anak singa, bandel dan menggemaskan.
“Hehehe, terimakasih.” Taehyung tersenyum gemas berbentuk persegi.
Aku kembali terkekeh karena kalau kuingat-ingat sudah berapa kali kata gemas-menggemaskan kugunakan hari ini, habisanya dia begitu.
“Taehyung-ah, sekarang kita mau kemana?”
“Ke hutan, kan.” Taehyung menjawabnya singkat, ia masih sibuk menggigiti permen coklat yang tadi kuberikan.
“Iya, aku tau tapi kan aku tidak tau jalannya.”
“Ayo ikuti aku.”
Taehyung menuntun jalanku, sebelah tangannya masih sibuk menggenggam batang permen coklat tersebut, dan tangan lainnya menarik lenganku. Entah sejak kapan aku sudah terbiasa dan tidak merasa terganggu lagi dipegang olehnya, padahal dulu mendengar suaranya saja aku sudah pusing tujuh keliling.
Pemandangan disambut dengan pepohonan pinus yang membuat suasana menjadi sejuk, langit terlihat bersinar mengintip dibalik dedaunan. Burung-burung terlihat saling bercicit di atas dahan. Indah sekali, harusnya aku membawa kamera polaroidku.
Semilir angin mengibas rambutku, hari ini cukup berangin membuat suasana hutan terasa lebih misterius.
Cukup lama kami berjalan menyisir hutan, mataku masih berdecak kagum melihat hijau pepohonan, mataku terasa seperti lahir kembali, jarang-jarang aku bisa melihat banyak pepohonan seperti ini di kota. Sebanyak apapun aku menghirup udara, rasanya seperti tak ada sedikitpun udara kotor yang biasanya membuatku batuk-batuk.
Cokelat di tangan Taehyung sudah habis dan berganti menjadi ocehan dia, padahal tadi suasanan sangat sunyi dan tenteram.
“Alexa, kamu tinggal di sini??”
“Tidak.”
“Lalu, kamu tinggal di mana?”
“Aku dari Seoul.”
“Oh, apa di Seoul juga ada lembu seperti kemarin?”
Mendengar kata lembu aku jadi sedikit kesal, tapi aku tetap saja menjawab pertanyaan-pertanyaan anehnya.
“Alexa, Alexa lihat.”
Setelah cukup jauh menyusuri hutan akhirnya kami sampai di ujung lainnya dari hutan tersebut, cahaya matahari menyambut kami. Terlihat di depan sana yang tak tertutupi pepohonan seperti sebelumnya.
Pantulan cahaya matahari tergambar pada air tenang di depan sana, “Wah, ada danau.”
Aku semakin terkagum melihat danau luas berwarna hijau jernih di depanku. Sisi dari tempatku berdiri dikelilingi oleh pepohonan buah persik yang menurutku akan sangat cocok digunakan untuk berpiknik.
Air danau terlihat beriak dengan tenang, sesekali muncul ikan-ikan kecil di permuakan ditambah lagi beberapa bunga lotus yang mencuat di atasnya.
Warna biru langit ditambah cerahnya matahari membias pada bayangan air danau, terlihat seperti sebuah lingkaran penuh yang indah. Seperti sebuah lukisan Van Gogh yang sangat indah, misterius, dan seperti tengah menarikku ke dalamnya.
Entah bagaimana menggambarkan perasaanku di hari yang berangin seperti ini, namun yang aku percaya sekarang gadis penyuka cokelat ini telah berdamai dengan dirinya. Suara sunyi hutan membuat refleksi tersendiri dan membuat dia mengetahui tentang cintanya.
Dan Kim Taehyung mengetahui hal tersebut.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top