2. Dia Putri
-
-
"Sekian pelajaran Geografi kali ini. Jangan lupa kerjakan PR nya dan kita ketemu lagi minggu depan. Selamat siang."
"Siang, Bu."
Djuan merapikan bukunya dan merangsekan semua itu ke dalam laci. Namun, alisnya menyatu ketika ada sesuatu yang mengganjal di sana.
"Kantin Dju," ajak Wayan. "Gue traktir."
"Sebentar," ujar Djuan seraya membongkar isi laci. Kedua alisnya menyatu ketika kotak plastik berwarna hijau muda keluar dari sana.
"Wih... bawa bekel lo?"
Djuan menggeleng bingung. Segera, dia membuka kotak makan itu dengan rasa penasaran.
"Cookies? Lagak-lagaknya ada yang baru dapet hadiah dari fans berat nih," goda Wayan makin menjadi-jadi.
"Ngaco," gumam Djuan berdecak sebal seraya melempar kotak itu ke dada Wayan. "Buat lo."
"Serius?"
"Iya. Yuk, makan!" ajak Djuan lantas mengalungkan lengannya ke leher Wayan. Sekali dorong tubuh Wayan langsung bergeser ke depan kelas. "Perut gue lebih butuh nasi ketimbang cookies."
"Enak loh ini," kata Wayan dengan mulut penuh. "Lo serius enggak mau?"
Djuan menggeleng. Walaupun diam-diam dia penasaran dengan pemilik kotak makan itu. Sebab selama dua tahun bersekolah di sini, baru kali ini ada yang mengirimi dia hadiah secara sembunyi-sembunyi seperti ini.
"Kenapa lihatin mulu? Enggak ikhlas cookies dari pemuja rahasia lo ini gue makan?" cibir Wayan menyejajari langkah Djuan di koridor sekolah. "Gue suapin sini."
"Enggak. Buat lo aja. Gue cuma lagi mikir, jangan-jangan ada yang salah masukin ke laci gue lagi," gumam Djuan.
"Bener juga. Dua tahun sekolah kayaknya cuma kita berdua yang enggak laku dibanding yang lain."
"Lo aja kali," ledek Djuan puas.
"Iya deh... Siswa berprestasi SMA Harapan Bakti yang gantengnya di luar nalar. Tapi kenapa sih lo enggak pernah mau pacaran? Padahal kan banyak cewek yang mau sama lo?"
"Gue cuma mau fokus belajar."
Gelak tawa Wayan menggema di seisi lorong sekolah. Djuan buru-buru mendorong bahu temannya itu dengan wajah keki. "Elo? Fokus belajar? Bokis banget."
"Ck, enggak percaya dia. Udah diem enggak usah ketawa sekarang buruan kita ke kantin. Perut gue udah lapar," gerutu Djuan menghentikan tawa Wayan. "Lagian kalau gue cuekin, dia juga cuma bertahan beberapa hari doang kayak yang udah-udah."
"Bener juga sih," gumam Wayan sembari lanjut mengunyah cookies.
Namun, di luar dugaan hadiah-hadiah kecil itu terus ada keesokan harinya, lusa, dua minggu, sampai tiga bulan kemudian. Isi hadiahnya juga beragam, mulai dari cookies, cokelat, pie susu, dan camilan lainnya. Seperti hari ini, Djuan kembali menemukan sekotak nastar keju di dalam laci. Berhubung tidak ada yang ingin menampung kue itu, Djuan terpaksa membawanya pulang.
Di meja makan, Djuan memutar, membalik, dan mengocok kotak itu penasaran. Dia berharap ada sedikit petunjuk dari si Pengirim, tetapi nihil. Hanya ada barisan nastar keju yang hancur karena ulahnya. Djuan menyerah dan meletakan kotak itu ke permukaan meja.
"Kue dari siapa tuh?"
"Mama udah balik? Kok aku enggak denger?" seru Djuan kaget kala menemukan Mila sudah berdiri dengan kantung besar berisi barang belanjaan.
"Gimana mau denger, dari tadi kamu serius banget ngelihatin kotak itu. Dari siapa sih?" goda Mila seakan dapat membaca gelagat aneh anaknya.
"Bukan dari siapa-siapa. Buat Mama aja," kata Djuan mengangsurkan kotak itu kepada ibunya.
"Dari cewek ya?" goda Mila mengerling iseng. "Siapa? Teman sekelas kamu?"
"Enggak tahu. Orang iseng kali. Itu apa? Mama abis belanja?" tanya Djuan seraya membantu Mila mengeluarkan barang-barang dari kantung belanja.
"Dari kantor. Kebetulan Mama abis belanja bulanan buat kantor, terus dikasih bonus sama distributornya. Jadi, lumayan bisa buat stok kita sebulan ke depan," cerita Mila dengan mata terus mengamati sosok Djuan seakan menyimpan sesuatu.
"Mama kenapa ngelihatin aku kayak gitu?" decak Djuan yang tengah merapikan makanan instan di dalam rak.
Mila mendekat dan mengusap punggung Djuan. "Kamu enggak apa-apa loh main sebentar, punya pacar atau mungkin jatuh cinta. Apa yang salah dekat sama cewek? Yang salah itu kalau kamu buat cewek itu sakit hati. Mama enggak mau anak Mama kayak gitu. Karena cewek kebanyakan selalu tulus soal perasaan. Kamu ngerti?"
"Siap, Ma. Lagian buat sekarang aku cuma mau fokus sekolah, Ma. Seperti Mama bilang... lulus, kuliah, dan kerja," jawab Djuan lalu menghindari Mila dengan berkutat pada sarden kalengan di dalam plastik. "Aku juga udah berencana mau ikut PMDK dan cari beasiswa biar Mama enggak usah mikirin uang kuliah aku. Jadi kayaknya aku belum kepikiran buat pacaran."
Mila mengangguk. "Ya udah terserah kamu... apapun pilihan kamu. Mama pasti dukung."
"Aku tahu," jawab Djuan tersenyum lebar.
***
Pagi-pagi sekali Djuan sudah bersembunyi di balik pintu ruang kelas. Rasa penasaran yang membuatnya seperti ini. Akan tetapi, sudah lima belas menit berlalu tidak ada hal yang mencurigakan. Siswa-siswi SMA Harapan Bakti bahkan sudah mulai berdatangan. Djuan kecewa.
Sampai seorang siswi yang berjalan mengendap di lorong sekolah, mencuri perhatian Djuan. Masih di persembunyiannya, Djuan melihat siswi berambut panjang itu memasuki kelas lantas berhenti di salah satu bangku.
Bangku Djuan.
Kali ini plastik bulat berwarna merah jambu yang keluar dari tas siswi itu. Kemudian dengan cekatan dia menyelipkan plastik itu ke laci Djuan.
"Jadi kamu yang kasih saya kue selama ini?"
Perempuan berambut panjang itu tersentak lalu diam membeku. Wajahnya langsung panik dan pias. Apalagi ketika Djuan merogoh laci meja dan mengeluarkan plastik kue dari sana dengan wajah kesal. Perlahan perempuan itu berbalik sembari mengulas senyum masam ke arah Djuan.
Dia Putri.
"Mulai sekarang enggak usah kasih kue lagi ke saya," kata Djuan mengembalikan kue itu ke tangan Putri. "Saya enggak suka."
Senyum di bibir Putri menghilang, lebih-lebih ketika Djuan malah pergi meninggalkan dia. Sebelum semakin jauh, Putri segera berlari mengejar Djuan.
"Kak Djuan. Sebentar. Aku mau ngomong."
Djuan tetap diam. Sesekali dia menutupi wajahnya kala beberapa orang siswa menjadikan mereka sebagai tontonan gratis.
"Kak Djuan! Putri minta maaf. Kak," teriak Putri lagi tidak tahu malu. Sampai dia seketika menghentikan langkahnya di tengah-tengah lorong sekolah. "Kak Djuan! Putri Suka smaa KAK DJUAN!"
JDER!
Seakan ada petir di siang bolong, Djuan merasakan dadanya mencelos. Bukan karena terharu, melainkan malu akan tatapan seluruh siswa yang kini mengarah kepadanya. Tidak sedikit yang bahkan sudah berbisik-bisik dan menatap mereka geli.
"Aku suka-suka-suka-suka Kak Djuan. Kak Djuan bisa denger dulu enggak sih. Aku—"
"Berisik!" geram Djuan menarik tangan Putri menjauhi lorong kelas.
"Lepasin. Ih... main tarik-tarik emang aku barang?"
"Kamu mau saya denger kamu, kan? Jadi mending sekarang kamu diam dan ikut saya," potong Djuan masih berusaha menarik Putri menjauh.
"Siapa bilang? Aku maunya Kakak jadi pacar aku."
"Kamu lagi ngelawak?!"
"Aku bukan pelawak. Yah... walaupun aku emang lucu sih. Pokoknya aku bakal teriak lagi kalau Kakak enggak terima aku jadi pacar Kakak," ancam Putri menepis tangan Djuan.
"Oke terserah kamu."
"Jadi Putri diterima?"
Djuan kehabisan kata-kata, apalagi kala dia melihat guru piket mulai tertarik melihat kerumunan para siswa di sana. Akhirnya, dengan amat terpaksa Djuan mengangguk. "Kalau ini bisa buat kamu diem dan ikut saya sebentar."
"Oke. Kalau gitu... ini," kata Putri mengulurkan tangan.
"Maksudnya?" jawab Djuan dengan tatapan bingung ke arah tangan Putri.
"Kan kita udah jadian, jadi digandeng dong tangannya," cicit Putri dengan mimik iseng. "Atau aku—"
"Terserah," gerutu Djuan pasrah seraya menggenggam tangan Putri dan membawanya pergi.
Selang beberapa lama, Djuan akhirnya menemukan sudut sepi di belakang sekolah. Sambil menahan kesal, Djuan bersidekap dengan tatapan kepada Putri. "Maksud kamu apa kasih saya kue setiap hari?"
"Ya karena aku mau jadi pacar Kak Djuan," jawab Putri tanpa ragu.
Rahang Djuan hampir jatuh lendengar alasan Putri. "Saya enggak mau pacaran. Lagian emang kenapa kamu mau saya jadi pacar kamu?"
"Emang kenapa? Kak Djuan ganteng, baik, pintar, dan juga sopan. Aku sering loh diam-diam lihat Kakak bantu guru bawain buku ke ruang guru. Aku juga tahu kalau Kakak juga bantu ngerjain tugas buat siswa lain buat dapat bayaran."
Djuan terkesiap kaget. "Kamu–tahu dari mana?"
"Enggak perlu raguin kemampuan Putri. Siapa sih yang enggak kenal Putri di sini."
Djuan terdiam dengan wajah menyimpan cemas.
"Jangan gugup gitu dong... Aku juga enggak mungkin kok tega buat bongkar rahasia Kakak. Apalagi Kakak kan pacar aku sekarang," terang Putri tersenyum lebar. Senyum termanis yang diam-diam mulai mencuri perhatian Djuan.
"Emang saya tadi bilang kalau kita jadian?" sahut Djuan mengalihkan pandangannya dari Putri.
Putri berkacak pinggang dan menggembungkan pipinya lucu. Kemudian tanpa permisi menarik tangan Djuan dan meletakan platik kue miliknya di sana. "Jangan banyak tanya. Pokoknya Kakak harus tanggung jawab. Tadi Kakak yang udah bilang iya. Jadi, kue ini Kakak simpan dan jangan lupa dimakan. Nanti malam aku telepon Kakak ya."
Kening Djuan mengerut. "Emang kamu punya—"
"Nomor ponsel Kakak? Aku udah punya. Tenang aja. Aku balik ke kelas ya. Bel masuk udah bunyi. Bye, Kak."
Djuan membisu. Tatapannya berpindah dari plastik merah jambu di tangan ke arah sosok Putri yang semakin menjauh. Diam-diam lengkungan masam tampak melihat gerak lincah Putri di sana.
***
Tidak ada yang berubah dengan Djuan setelah kejadian Mendadak Jadi Pacar dua hari yang lalu. Djuan bahkan dengan sengaja tidak menjawab pesan ataupun telepon Putri. Sehari-hari bahkan Djuan selalu menghindari berpapasan dengan Putri di sekolah. Namun, hari ini agaknya perjuangan Djuan harus berakhir sia-sia. Sebab usai bel pulang berbunyi, Djuan tanpa sengaja berhadapan dengan Putri di pintu gerbang. Awalnya, Djuan hendak menghindar, tetapi dia kalah gesit. Putri dengan sigap berdiri menghadang Djuan.
"Kakak mau ke mana?"
"Saya mau pulang minggir."
"Temenin aku hari ini, bisa?"
"Saya mau ngerjain tugas, mending kamu pulang," pinta Djuan sopan.
"Aku enggak mau pulang," gumam Putri yang suaranya mendadak sedih.
Bola mata Djuan bergerak perlahan mengamati Putri. Layu, sendu, dan mendung menggelayuti tubuh Putri. Seakan perempuan itu sudah kehilangan sesuatu yang berharga miliknya.
Putri menunduk. "Bisa temenin aku jalan-jalan? Aku enggak mau pulang. Please..."
"Oke," kata Djuan akhirnya.
***
TBC
Acuy's Note :
Yok-yok-yok yang mulai kesengsem dedek Djuan mana suaranya???
Atau kalian lebih demen sama Mamas Djuan? Wkwkwk
Sampai ketemu di part selanjutnya. Enaknya part 3 di post kapan yaaaaaa... hm....
https://youtu.be/SPIBYpgMbMg
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top