Coffee Complex

Aku mengingat kejadian beberapa tahun yang lalu sembari menyesap kopi dalam genggamanku. Caffe latte, pakai gula, aku suka kopi manis, susu full cream. Tidak seperti Namjoon, dia suka kopi pahit.

Kami saling melengkapi.

Entah kenapa Namjoon memilih kopi pahit dari sekian banyak menu kopi yang ada di cafe.

Aku masih ingat rokok yang terhimpit diantara kedua jarinya, asap yang mengepul dari mulutnya dan secangkir kopi yang menemaninya terjaga semalaman penuh. Tipikal Namjoon.

Belum lagi kertas yang penuh dengan tulisan tangan, beberapa dirobek, dijadikan bola, ada juga yang tertumpuk berantakan di sisi mejanya.

Mesin ketiknya pun terus menyala menghasilkan bunyi tik tik tik saat dia menyalin tulisannya dengan sabar. Menarik kertas itu, pasang tinta pitanya, lalu mengetik lagi. Perfeksionis, tipikal Namjoon.

Bisa dibilang Namjoon itu gudang ide, ingin kuselami pikirannya, pasti seru.

Namjoon bilang kopi itu banyak rasa. Awalnya aku tak percaya. Menurutku kopi itu hanya pahit, ya kan? Kalau tidak dicampur susu ya rasanya sama saja, membosankan.

Kata Namjoon hidup itu seperti secangkir kopi, Pahit. Terkadang yang kita ingat pahitnya saja. Tahu kenapa? Karena sesuatu yang buruk lebih cepat menempel pada ingatan. Aku tidak bohong!

Kalau hidup kita sedang pahit, yang bisa kita lakukan hanya menangis dan meratapi nasib. Pahitnya hidup kadang buat lubang sebesar kepalan tangan pada hatimu, padahal hatimu lebih kecil dari itu.

Ambil makna dari pahitnya hidup, kata mereka. Ha ha.

Sudah kuperas berulang kali tetap pahit. Tak ada maknanya, aku tak menikmatinya.

Aku tidak tahu, mungkin saja ada orang yang menikmati kepahitan kopi seperti mereka menikmati kepahitan hidup. Memangnya ada yang suka dengan kepahitan hidup?

Ah aku terlalu banyak bergurau.

Kedua, rasa asam. Pernah merasakan asam pada kopi? Kalau kau pernah meminum americano pasti sudah tidak asing lagi dengan rasa asam pada kopi, atau coba sesekali pesan manual brew, kadang rasa asamnya lebih terasa. Kalau asam hidup rasanya menyesakkan, buat kita susah bernapas, kadang hanya bisa merintih karena putus asa, ya kan?

Tunggu sebentar, dari pahit jadi asam itu masih setengah perjalanan. Kita menyelam sedikit lagi ya? kita hampir sampai.

Rasa yang ada di dasar kopi adalah manis. Walaupun sedikit, resapan yang keluar pertama kali dari biji kopi adalah manis. Manisnya itu ada di dasar, sudah tertimbun dengan lapisan yang lain.

Mengerti maksudku?

Hidup ini sudah di atur secara manis, walaupun kau harus menyelami berbagai macam cobaan, batu karang, atau berdarah-darah sebelum sampai di dasar, namun percayalah, ada madu, ada manis  yang tak mengecewakan. Itu kata Namjoon juga sih, aku tak pintar mengolah kata.

Aku tidak membayangkan seandainya aku tidak pernah bertemu Namjoon. Aku pasti tidak akan sebahagia ini.

Namjoon banyak mengajariku tentang kopi, banyak juga tentang kehidupan. Sedikit banyak menuntunku berdamai dengan diri sendiri. Aku sering memanggilnya Glory feather.

Bertemu dengannya adalah suatu keajaiban yang aku terima. Dia itu seperti bulu, terbang, lembut, damai, walaupun penampilan luarnya kasar, berasap dan juga sedikit tegas. Namjoon itu segalanya. Lihatlah sudah berapa banyak karya yang dia hasilkan selama ini, lebih dari cukup untuk menghidupi kami.

Namjoon abadi.

Terdengar suara kecil Dahyun memanggilku, membuyarkan lamunan dan segala memori tentang Namjoon.

Tangan kecil Dahyun menarik rokku yang panjang hingga ke lantai, seraya menarik jari telunjukku agar aku menatapnya.

"Kata mama, nenek tidak boleh minum kopi, nanti jantung nenek sakit..."

Aku mengangkat tubuh kecilnya ke pangkuanku. "Nenek baru minum kopi sekali, minggu ini..." Aku terkekeh. Kopi memang selalu mengingatkanku tentang Namjoon.

Namjoon cinta kopi, aku cinta Namjoon, mungkin karena saking seringnya dia meminum kopi, pria itu jadi sama rumitnya dengan kopi. Namjoon, dia itu puisi yang dijadikan manusia, bagaimana ya menjelaskannya...Singkatnya, Namjoon itu hangat, buat rindu, nyaman, rumit, dan susah ditebak.

Susah sekali.

"Kenapa nenek suka kopi? Kopi kan pahit..." Si kecil Dahyun mulai cerewet berkata tanpa henti sembari mencium aroma kopi dari cangkir kecil berwarna merah di atas meja.

"Rasanya tidak hanya pahit, sayang," Aku tersenyum. Dahyun hanya merengut tidak mengerti. "Kapan-kapan aku ceritakan tentang kopi kalau kau mau..." Aku menciumi puncak kepalanya, gemas, wangi buah-buahan.

"Tidak, tidak mau. Aku mau cerita yang lain saja..." Dahyun merengek.

"Cerita apa?"

"Tentang kakek Namjoon, semua bilang dia orang yang luar biasa ya nek?" Dahyun menangkup wajahku dengan kedua tangan mungilnya.

"Ya, Dahyun. Kakekmu luar biasa..." Setitik air mata mengalir menuruni pipi keriputku, seandainya Namjoon bisa melihat Dahyun dan mata kelerengnya dia pasti tak akan lelah menceritakan dongeng-dongeng buatannya pada manusia kecil ini.

"Nenek jangan menangis ya, aku tidak bermaksud membuatmu sedih..." si kecil merengut, matanya malah berkaca-kaca. "Aku ingin sekali berkesempatan bertemu kakek Namjoon, suatu saat nanti kita akan bertemu dengannya lagi, ya kan nek?" Dahyun si polos malah membuat airmataku mengalir lebih deras.

"Iya Dahyun, kau benar," Aku mencubit pipinya.

"Nenek jangan menangis begitu, kata mama kakek sangat menyayangi nenek, pasti kakek ikut menangis melihat nenek seperti ini..." tangan kecilnya menghapus airmataku.

"Cucu nenek pintar sekali, kakek sudah tenang sekarang, dia pasti bangga punya cucu sepertimu"

--

AN; kalau yang lebih berpengetahuan tentang kopi boleh direvisi, aku dulu diajari seseorang.

Maaf buat cerita aneh lagi, saya gak tau ini cerita apaaa😭
Semoga tetap sehat dan bahagia semua!

Borrahae💜

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top