1 | Tiga Orang Rusuh
Bayu, Tirta dan Bumi. Ketiganya adalah sahabat sejak dari kecil. Ketika baru lahir, usia mereka nyaris sama, hanya terpaut beberapa waktu saja. Bayu sebagai yang tertua lahir lebih dulu sehari sebelum Tirta, sedangkan Bumi lahirnya pada waktu sore setelah Tirta lahir pada pagi harinya. Ketiganya lahir di rumah sakit yang sama. Berada di ruangan yang sama, bahkan kampung mereka juga sama. Tapi jujur, tak pernah bapak ibu mereka berencana untuk membuat mereka secara bersamaan pula.
Ketiganya selain akrab sejak dari kecil, juga sekolah pun masuk di sekolah yang sama. SD satu kelas, SMP juga satu kelas, SMA satu kelas juga. Pokoknya ketiganya sudah akrab seperti saudara meskipun dari rahim yang berbeda, juga dari titit yang berbeda.
Hari itu jam pelajaran sedang kosong. Guru-guru sedang ada rapat. Sebenarnya banyak yang murid-murid ingin segera saja pulang daripada harus nunggu bel pulang. Hanya saja biasanya para guru ngasih jebakan di jam pelajaran terakhir. Biar dikira nggak ada pelajaran sampai jam pelajaran terakhir, eh ternyata ada absensi. Kan kampret. Murid-murid yang terlanjur pulang duluan dianggap bolos. Bisa berabe urusannya.
Bayu akan menghabiskan jam kosong ini ke kantin atau di halaman belakang sekolahan. Nongkrong di sana sampai gurunya datang atau yang paling parah adalah merokok. Tentu saja merokok itu dilarang untuk para pelajar. Tapi dia bandel. Biasanya juga dia berbagi rokok dengan Tirta.
Berbeda dengan Bayu dan Tirta, Bumi mungkin bisa dibilang anak yang paling baik. Dia menghabiskan waktu jam pelajaran kosong di perpustakaan. Mencari buku-buku bacaan untuk menikmati orgasme otaknya yang terkadang sukar ditangkap oleh kedua sahabatnya. Memang Bumi sedikit berbeda dari kedua temannya. Dia terlihat lebih rajin, meskipun dapat ranking 10 ke atas saja tidak pernah.
Kali ini Tirta pergi sendirian. Tumben-tumbenan aja sih Bayu tidak nampak batang hidungnya apa sudah nongkrong duluan di belakang sekolah? Dia dengan percaya diri pergi keluar kelas menuju ke titik spot paling strategis di sekolahnya itu.
Tetapi ada pemandangan yang tidak biasa. Pemandangan yang tidak biasa adalah Bumi tampak sedang melihat tiang bendera. Ngapain bocah itu lihat bendera macam melankolis saja.
"Kowe lapo sob? (kamu sedang apa)" tanya Tirta kepada Bumi.
"Nggak apa-apa, cuma ingin melihat bendera merah putih kita berkibar," jawab Bumi.
Tirta ngakak. "Ngapain? Emangnya awakmu sedang kesambet?"
"Nggak coy. Ini beneran. Setelah beberapa waktu lalu aku lihat para atlit kita berjuang untuk mengharumkan nama bangsa dari Asian Games, trus Asian Para Games akhirnya aku paham kalau apa yang selama ini aku lakukan nggak ada gunanya," ujar Bumi.
"Buset, kesambet tenan ini bocah. Sadar Bum, sadar!" Tirta lalu menggoyang-goyangkan bahu Bumi.
Bumi menepis tangan Tirta. "Ta, coba deloken bendera itu!"
Tirta menghela napas, akhirnya menurut saja kepada Bumi. Dia pun mendongak melihat bendera merah putih.
"Bayangkan, kita tiap hari senin melihatnya berkibar. Kita dengan mudah mengibarkan bendera ini. Coba kita lihat bapak-bapak pejuang yang memperjuangkan dengan darah dan nyawa hanya agar bendera merah putih berkibar. Seharusnya kita mengucapkan terima kasih kepada mereka. Kita harusnya banyak bersyukur!"
Tirta manggut-manggut. "Iya juga sih. Kau benar."
"Nah, makanya. Yuk, hormat kepada bendera kita, sebentar saja!" ajak Bumi.
Tirta sekali lagi manggut-manggut. Dia berpikir tak ada salahnya sih si Bumi. Biarpun mungkin dia kesambet, tetapi kesambetnya baik. Daripada kesambet makhluk-makhluk aneh, mendingan kesambet yang bener aja.
Akhirnya Tirta dan Bumi mengangkat tangannya untuk hormat kepada sang merah putih. Biar pun terik, biarpun hari itu cukup panas, tapi melihat dua orang menghormat bendera rasanya membuat haru siapapun.
Tak disangka tak dinyana, datanglah Bayu. Dia melintas dari lorong kelas hendak pergi ke belakang sekolah. Melihat dua sahabatnya hormat bendera ia pun mendekat. Dia memperhatikan tiang bendera di mana ada bendera merah putih sedang berkibar, kemudian tatapannya beralih kepada Tirta dan Bumi.
"Kalian ngapain?" tanya Bayu.
"Sedang menghargai jasa para pahlawan, sob," jawab Bumi.
Bayu sangat percaya kepada Bumi. Lagipula setiap PR dan ulangan selalu dibantu olehnya. Ia pun lalu mengambil posisi di sebelah Bumi. Dia juga ikut hormat. Biarpun dia juga bingung kenapa melakukan hal itu.
Setelah beberapa detik Tirta dan Bayu hormat, keduanya menurunkan tangan. Tetapi ada suara yang tiba-tiba membuat mereka berdua terkejut.
"Ngapain diturunkan? Tetap hormat!" terdengar suara berat di belakang mereka. Tirta dan Bayu menoleh ke belakang.
"Astaga, Pak Amin?!" seru Bayu terkejut.
"Hormat lagi!" suruh guru berkumis tebal seperti Gatotkaca itu.
Tirta dan Bayu merasa heran. Kenapa guru itu menyuruhnya.
"Lho, pak ada apa?" tanya Tirta. "Kami mau kembali ke kelas."
"Nanti kalau hukumannya sudah selesai. Ini juga belum sampai lima menit," ujar Pak Amin membuat Tirta dan Bayu bingung.
"Aku sedang dihukum sob. Gara-gara ketahuan Pak Amin pas mau ke perpustakaan tadi. Tahu dong beliau kalau wali kelas kita sedang rapat. Trus dihukum untuk hormat bendera sampai jam pelajaran ganti," cerita Bumi.
"Ebuset! Jadi kowe dihukum? Matane asu!" Tirta jedokin kepala Bumi.
"Lho, pak. Yang dihukum Bumi, koq saya dihukum juga?" tanya Bayu.
"Iya, pak. Saya malah ingin menghargai jasa para pahlawan pak. Bersyukur karena bendera merah putih bisa berkibar seperti sekarang," jelas Tirta.
"Menghargai jasa para pahlawan buathukmu kuwi (jidat kau)," sanggah Pak Amin. "Menghargai jasa para pahlawan ya kalian belajar dengan baik. Nggak jalan-jalan ketika jam pelajaran berlangsung. Biar pun jam pelajaran kosong, kalian tetap di kelas bukan keluyuran seenak udelnya!"
"Waduh pak, panas pak!" keluh Tirta.
"Hormat!" bentak Pak Amin.
"Iya pak, hormat!" sahut Bayu dan Tirta. Keduanya lalu ikut hormat.
"Bapak tadi barusan dari toilet, makanya nggak mengawasi Bumi. Balik-balik kalian sudah ikutan hormat. Ya sudah, kalian ikut. Sekarang bapak bisa mengawasi kalian."
"Buset Bum, matane suwek. Awakmu ngapusi aku (kamu bohongi aku)!" umpat Tirta.
"Lha, kita kan kemana-mana selalu bersama-sama. Ya hukuman juga dong. Kan kita setia kawan," ujar Bumi.
"Setia kawan dengkolmu amblegh (setia kawan lututmu runtuh)!"
* * *
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top