BAB 12
"Diminta mundur oleh keadaan, dipaksa kuat oleh perasaan."
***
Galau! Benar-benar membaut keduanya dirasuki rasa ragu. Perbedaan yang sangat tinggi sepertinya sulit untuk diruntuhkan. Tan dan Vi sama-sama menyadari hal itu. Di hari yang sama, Tan dan Vi melakukan live streaming, tetapi membawa kabar yang kurang mengenakan bagi fans mereka. Bertarung dengan pikiran, hati, situasi, dan kondisi itu tidaklah enak. Mereka sedang mengalami hal itu. Tan membaca komentar-komentar di beranda live-nya.
"Kenapa kamu sekarang tidak lagi live bersama Vi?"
"Sebenarnya apa hubunganmu dengan Vi?"
"Kenapa kamu membuat Vi bersedih?"
"Kamu tidak sungguh-sungguh dengan Vi. Sebaiknya kamu lepaskan dia."
"Jauhi Vi karena kalian tidak cocok."
"Kamu sudah bersama Mo. Kenapa kamu masih dekat dengan Vi? Vi tidak cocok denganmu. Dia gendut dan tidak cantik."
"Kapan kamu akan datang ke Indonesia menemui Vi?"
"Jika kamu sungguh-sungguh mencintai Vi, harusnya kamu menemuinya."
Malam ini dia live dengan suasana kurang semangat, bahkan membaca beberapa komentar dari orang-orang semakin menyakiti hatinya. Sebab beberapa hari setelah Vi memblokir Instagram-nya, Tan melihat Vi belakangan ini sering live bareng seorang pria, dia bukan Firman. Jika itu Firman, Tan sudah mengenalinya. Namun, kali ini orang yang berbeda. Walaupun Vi sering live PK dengan banyak pria, tetapi Tan hafal orang-orang yang membuat konten bareng Vi dan yang berteman dengannya.
"Guys, aku akan menjelaskan kepada kalian semua. Jika Vi orang Vietnam, ini akan lebih mudah. Tapi Vi tinggal di luar negeri, jadi sangat sulit. Aku dan dia sering saling mengirim pesan, tapi karena jarak geografis terlalu jauh dan perbedaan bahasa, itu menjadi penghalang besar bagi kami. Saat ini kami masih dalam taraf sahabat, belahan jiwa, dan belum bisa dikatakan sebagai kekasih. Aku sering mengatakan ini setiap melakukan siaran langsung dan ditonton lima puluh hingga tujuh puluh pemirsa. Aku sangat sengsara." Tan memasang wajah sedih, tetapi diiringi candaan sehingga tidak terlihat kesedihan aslinya. Justru hal itu membuat penonton tertawa dan terhibur.
"Beberapa hari tanpa live bersama Vi, aku sangat merindukannya. Makan, minum, dan istirahat, semuanya terlihat normal. Tapi sangat sulit aku lakukan. Bagi yang bertanya kapan aku akan datang menemui Vi ke Indonesia. Aku tidak bisa menjawabnya saat ini. Karena aku tidak memiliki uang banyak untuk datang ke Indonesia. Hal itu memerlukan biaya besar."
Setelah Tan banyak menjelaskan, seperti biasa, dia bernyanyi untuk menghibur penonton live-nya. Saat-saat seperti ini Tan harus profesional, dia menghibur banyak orang padahal dirinya sendiri sebenarnya juga butuh hiburan. Hanya satu orang yang bisa membuat hati Tan nyaman dan bahagia, yaitu Vi.
***
Apakah Vi cemburu? Melihat VT yang berseliweran di berandanya. Video itu menunjukan Tan sedang makan malam bersama teman-teman dan Mo duduk di sebalah Tan. Kenapa hatinya seperti ada yang mencubit? Ah, Vi benar-benar bingung dengan perasaannya! Malam ini dia sedang live bersama teman sesama tiktokers dari Jawa Timur. Orang itu sedang menghadapi masalah dan isu masa lalu yang sengaja dibongkar orang tidak bertanggung jawab. Vi hanya ingin menghibur dan membangkitkan semangat orang itu.
"Mas Adi!" seru Vi melengking dengan efek suara seperti anak kecil.
"Apa?" sahut tiktokers yang belakangan sering live bersama Vi.
Sama-sama dari Jawa Timur, Vi dan Adi lebih sering dan nyaman mengobrol dengan bahasa daerah. Saat ini Adi dalam situasi banyak tekanan. Vi hadir menghiburnya, dia tidak pernah memilih-milih teman. Jika dia bisa diajak berteman dengan tulus, Vi dengan tangan terbuka akan menerimanya. Vi tipe orang yang selektif dalam memilih teman dekat dan yang bisa dia percaya.
"Dolan omahku to, Mas. Engko tak masake pecel." (Main ke rumahku dong, Mas. Nanti aku masakin pecel.)
"Moh. Pecel tok, kene yo ono." (Enggak mau. Cuma pecel, sini juga ada.)
"Yo wes, jalukmu opo?" (Ya sudah, mintamu apa?)
"Belehke pitek, yo?" (Potongin ayam, ya?)
"Nopo ra jaluk wedus sisan." (Kenapa enggak sekalian minta kambing?)
"Yo rapopo to nek gelem." (Ya enggak apa-apa kalau kamu mau.)
"Eh, Mas, reti ra?" (Eh, Mas, tahu enggak?)
"Opo meneh?" (Apa lagi?)
"Ra sido wes." (Enggak jadi ah.)
"Halah, marai kepo terus cah iki, nek ngomong ra sido. Opo to, Dek?" (Halah, bikin kepo terus anak ini, kalau mau bicara enggak jadi. Apa sih, Dek?)
"Ciyeeeee kang kepo." Vi meledek Adi lalu disusul tawanya yang keras.
"Opo to, Dek? Ndang cerito opo tak parani nek Mediun saiki?" (Apa sih, Dek? Cepat cerita apa aku samperin ke Madiun sekarang?)
Tawa Vi semakin pecah. Sejauh ini, selama dia mendapat patner live, hanya bersama Adi-lah, dia bisa leluasa bercerita di depan maupun belakang layar sebagai sosok adik yang membutuhkan perhatian kakak. Usia Vi dan Adi selisih tujuh tahun, Adi sudah menganggap Vi sebagai adiknya. Tidak ada perasaan lebih dari itu. Adi merasa kagum dengan kegigihan Vi dan perjuangannya hingga mencapai titik yang dia inginkan, membahagiakan ibunya dan mengangkat derajat keluarga.
"Heh, Dek, piye ceritomu karo wong Vietnam kae? Lanjut opo bubaran?" (Heh, Dek, gimana cerita kamu sama orang Vietnam itu? Lanjut atau bubar?)
"Heh!" sentak Vi sambil melotot dan senyam-senyum. "Ojo buka kartu to." (Jangan buka kartu dong.)
Adi tertawa puas, dia suka menggoda Vi. "Iki loh akeh seng podo takon. Netizen podo kepo." (Ini loh banyak yang tanya. Netizen pada kepo.)
"Buat teman-teman, aku kan sudah menjelaskan dan sering bilang ke kalian. Aku sama Tan itu cuma teman dan patner buat seru-seruan aja. Jangan mengharap lebih. Kami itu banyak perbedaan. Iya enggak, Mas?" Vi meminta pendapat Adi.
"Tapi kalau menurutku sih, misalkan sama-sama cinta kenapa enggak? Apa pun bisa terjadi, kan?"
Vi tertawa keras untuk menghibur hatinya sendiri. "Jangan memprovokasi, Mas. Musthil untuk aku sama Tan bersatu. Perbedaannya sangat tinggi. Apalagi kita juga jauh, Vietnam-Indonesia loh. Beda agama, bahasa, budaya, kebisaan, wes pokoe banyaklah! Susah, susah, susah!" Vi menepuk jidatnya.
Teriris sebenarnya hati Vi jika mengingat hal itu. Apakah mungkin semua perbedaan di antara mereka dapat terhapuskan?
"Kalau Tuhan mentakdirkan gimana?" sahut Adi sambil tersenyum menggoda.
"Udah beda lagi ceritanya kalau itu, Mas. Tuhan yang mengatur hidup kita, kalau takdir begitu, ya kita jalani aja, kan?"
Di dalam mobil, saat perjalanan pulang bekerja, Tan menyimak live Vi bersama Adi. Walaupun dia tidak tahu bahasanya, tetapi entah mengapa Tan merasa damai melihat Vi tersenyum, bercanda, dan Tan terhibur dengan kelucuan Vi.
"Gadis ini lugu dan polos," celetuk Tan didengar oleh Tuyen dan Vu. Hari ini mereka berdua yang menemani Tan bekerja.
Selama ini Tan banyak merepotkan Vu. Tan wira-wiri bekerja didampingi Vu dan mengendarai mobilnya. Ada niat dalam hati Tan ingin membeli mobil untuk transportasi bekerja. Saat ini Tan memang membutuhkan kendaraan. Sebab sekarang pekerjaannya dalam sehari bisa pindah-pindah tempat. Namun, Tan juga ingin membeli rumah.
"Ya," sahut Tuyen singkat, dalam hatinya ada perasaan dongkol dan tidak suka setiap Tan memuji Vi. Otak Tuyen sudah dicuci Mo. Dia dihasut dan dipanas-panasi Mo untuk membenci Tan.
"Apakah dia belum bisa kamu hubungi?" tanya Vu sambil fokus menyetir.
Tan menggeleng lemah. "Sepertinya kali ini dia benar-benar serius marah padaku. Tapi aku tidak tahu alasan dia bersikap seperti itu. Biasanya dia hangat, perhatian, dan seperti tidak ada masalah apa pun di antara kami. Aku kadang merasa ada yang janggal."
Tuyen melirik Tan yang duduk di depan, sebelah Vu. "Mungkin karena dia sudah punya kekasih di Indonesia." Sengaja Tuyen ingin mematahkan perasaan Tan untuk Vi.
"Ya, aku juga sering mendapat pesan dari orang Indonesia yang bilang kalau Vi sudah punya kekasih. Malah aku diminta menjahui Vi," jawab Tan sedih jika mengingat pesan-pesan yang dikirimkan oleh haters dari Indonesia itu. Tidak cuma satu, tetapi banyak orang yang berusaha mematahkan perasaan Tan untuk Vi. "Begitupun Vi. Banyak yang menekan dia untuk meninggalkanku," tambah Tan, lalu menarik napas dalam karena dadanya terasa sesak.
Live bersama Adi berakhir, Vi lanjut menyanyi dan menjawab komentar-komentar dari penonton live. Dia gadis yang pintar dan kreatif. Setiap live tidak pernah kehabisan bahan untuk menghibur.
"Heh, guys, aku punya puisi. Aku spontan ini bikinnya," kata Vi yang tiba-tiba mendapat ide.
Tak bisa menahan kerinduannya, Tan menunjukan dukungan dan kehadirnnya dengan mengirimkan Vi gift love. Sontak penonton live ramai berkomentar bahagia karena mereka berpikir hubungan Tan dan Vi baik-baik saja.
"Cảm ơn, Anh Tan," ucap Vi melepas efek suara anak kecil yang bisa dia pakai sebagai penyamaran suara aslinya.
Begitu saja sudah membuat Tan bahagia. Dia masih setia menyimak live Vi. Tak peduli Tuyen yang duduk di bangku belakang semakin iri dan hatinya memanas karena merasa gagal memisahkan Tan dan Vi.
"Anh Tan, for you," kata Vi semakin membuat Tan tegang dan benar-benar menyimak live-nya.
Tak perlu khawatir, meski Tan saat ini tidak paham yang dikatakan Vi, tetapi dia punya banyak orang di belakang layar yang membantunya men-traslate ucapan Vi saat live. Banyak penggemar mereka yang dari Indonesia dan Vietnam berteman dan saling bekerja sama untuk mengartikan satu sama lain. Penggemar dari dua pihak membuat VT dan mendadak menjadi penerjemah Tan dan Vi. Itu semakin memudahkan pemahaman keduanya. Apalagi sekarang Tan sudah memiliki moderator dari Indonesia, pun dengan Vi, dia juga memiliki moderator dari Vietnam. Kedua belah moderator juga berteman baik dan saling bertukar informasi. Namun, hebatnya moderator, mereka bekerja profesional tanpa ikut campur urusaan pribadi Vi dan Tan.
Diiringi musik syahdu, dengan suaranya yang lembut, Vi mulai mengarang puisi yang sengaja ditunjukan untuk Tan. "Tadi aku memandangmu dan sebaliknya, kau memandangku. Tapi, orang lain memandangmu dan kamu memandang orang lain. Dan di situlah apakah aku harus mundur? Atau mempertahankan? Jika hadirku untuk menyakiti, aku pergi. Jika hadirku membuatmu bahagia, aku akan selalu bersamamu. Tapi, aku tidak mengharap apa-apa. Aku cuma ingin satu, mengharap apa yang aku rasakan sama seperti yang kamu rasakan. Aku tidak tahu apa isi hati kamu dan untuk siapa hati kamu. Aku tidak tahu. Dan aku tidak harus tahu. Karena sesungguhnya, jika ... kamu terbaik untukku ... Tuhan memilih kamu untukku. Tapi ... jika Tuhan berkata tidak, sudahilah, karena Tuhan yang mengatur segalanya. Ikuti saja ...."
Selesai Vi membaca puisi, Tan mengirimkannya gift mawar sejumlah 99 yang sangat bermakna. Malam itu juga Tan meminta modertornya yang dari Indonesia mengartikan puisi Vi ke bahasa Vietnam. Sampai di apartemen, tanpa bicara apa pun kepada Vu dan Tuyen, langsung Tan masuk kamar dan mengunci diri.
"Kenapa dia?" tanya Quyen kepada Vu yang menghampirinya sedang makan malam bersama Dang dan Tuan.
"Mungkin kelelahan karena seharian ini pekerjaan dia banyak."
"Kamu mandi dulu di kamarku. Aku akan memasak untuk kamu makan malam." Quyen berdiri dari tempat duduknya dan bergegas mengolah lauk dan sayur untuk Vu.
Seringnya bertemu dan bersama, hubungaan Vu dan Quyen sangat dekat. Namun, mereka belum menegaskan status. Hanya perhatian lebih yang Vu dan Quyen tunjukan.
Ada musuh dalam selimut, itu sangat bahaya. Mengaku kawan ternyata lawan. Hati-hati kalau punya teman model begini, ya?
Teman-teman, terima kasih atas dukungannya yang sudah mengeklik bintang dan meninggalkan jejak.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top