BAB 10

"Love language Tan for Vi."

***

Love language itu bahasa cinta atau cara menyampaikan dan menyalurkan rasa sayang. Walaupun secara geografis Tan dan Vi berjauhan, tetapi Tan maupun Vi sama-sama merasakan kehadiran. Kalau menurut Gary Chapman ada lima hal dalam love langguage; physical touch (sentuhan fisik), words of affirmation (kata-kata penegasan), quality time (waktu yang berkualitas), giving gifts (memberi hadiah), dan acts of service (pelayanan). Tan sadar diri, untuk saat ini dia tidak bisa memenuhi lima hal dari love language itu. Namun, Tan selalu berusaha meyakinkan Vi jika dia akan selalu ada untuknya. Tidak pacaran, tetapi seperti sudah saling memiliki. Rasa cemas, khawatir, dan cemburu ada di perasaan Tan maupun Vi.

Sejak pertemuan Tan dan Vu beberapa waktu lalu di Saigon, pertemanan mereka semakin dekat. Setiap Vu pergi ke Hanoi, dia akan menginap di apartemen Tan, tidur satu kamar dengannya. Seperti malam ini, mereka banyak bertukar cerita.

"Jadi, kamu dulu sama Mo saling mencintai?" tanya Vu setelah mendengar cerita Tan. "Dan sekarang kamu mencintai Vi? Tapi kamu belum jujur tentang kehidupanmu yang sebenarnya kepada Vi?"

Tan mengangguk. "Aku takut kalau dia tahu akan menjauhiku."

"Sampai kapan kamu akan menyembunyikan?"

"Aku akan mengatakannya secara langsung agar tidak menjadi salah paham."

"Kapan?"

"Entahlah. Apakah aku bisa menemuinya atau tidak. Aku tidak memiliki uang sebanyak itu untuk pergi ke Indonesia." Wajah Tan terlihat sangat sedih.

"Sisihkan uangmu untuk menemuinya jika memang kamu niat ingin bertemu dengannya." Vu menepuk pundak Tan tiga kali, seperti menyalurkan semangat.

"Targetku masih banyak."

"Bisa, Tan! Jangan khawatir. Kalau sudah sungguh-sungguh ada niat, pasti bisa." Vu terus mendorong keyakinan Tan.

"Kamu mau ngenal Vi?"

Bentuk kepercayaan Tan kepada Vu, dia ingin Vu juga mengenal gadis yang sudah meluluh lantahkan hatinya yang selama ini terasa sepi meski pernah mencintai Mo. Meragukan! Apakah yang Tan rasakan kepada Mo selama ini benar-benar cinta atau sekadar kagum saja? Entahlah! Yang pasti mereka dulu pernah saling tertarik. Tapi sekarang rasa itu sudah sirnah dalam hati Tan, tak tersisa.

Sejenak berpikir. "Aku tidak pandai berbahasa Inggris apalagi bahasa Indonesia."

"Sama, aku juga. Biasanya kami berkomuniksi dengan google translate."

"Oke, boleh deh. Memangnya dia belum tidur jam segini?"

"Dia punya masalah susah tidur. Kadang aku harus menemaninya sampai dia benar-benar tertidur."

"Sejauh itukah hubungan kalian?" Vu sedikit terkejut mendengar kejujuran Tan.

Tan hanya tersenyum, lalu membuat panggilan kepada Vi. Tak butuh waktu lama akhirnya Vi menerima panggilannya. Wajah Vi berbeda dari biasanya.

"Wyh?" tanya Tan dengan wajah panik.

"No," jawab Vi bersuar serak, seperti menahan sesuatu.

"Bị ốm?" (Sakit?)

Vi menggeleng lemah. Tan buru-buru mengambil ponsel satunya, lalu mengetik sesuatu.

"Ada apa denganmu? Kenapa menangis?"

Tampak jelas di layar kaca Vi wajah khawatir Tan. Namun, apa boleh buat, Tan tak dapat menghapus air matanya. Dia sedih setiap melihat gadis imut itu mengeluarkan air mata.

"Perutku sakit. Asam lambungku kambuh." Vi membalas dengan bantun google translate.

Tan jadi semakin panik, tetapi dia juga kebingungan, ingin bertindak, sayang jarak memisahkan. Vu yang melihat Tan menunduk sedih langsung merangkulnya. Berharap dengan begitu dia bisa mengurangi rasa sedih Tan. Vi melihat Vu seperti sedang menenangkan Tan. Bahu Tan terlihat bergetar, dia menangis.

"Aku tidak apa-apa. Jangan khawatir." Vi menjadi tidak tega melihat Tan yang sangat khawatir padanya.

Tan mendongak, kedua matanya merah. "Kamu harus pergi ke dokter."

Vi menggeleng. "Ini sudah larut malam."

"Tidak peduli. Kamu harus segera diobati."

"Aku akan minum obat lalu tidur."

"Jangan keras kepala."

"Jangan menangis."

"Viiiiiii," gumam Tan menatap wajah Vi yang semakin pucat.

Tanpa berpamitan, Vi menutup video call mereka. Tan cepat-cepat meneleponnya kembali, tetapi Vi tidak menjawab. Suasana hati Tan kalut, dia menutup wajahnya dengan bantal dan menangis, meratapi ketidakberdayaannya untuk membantu Vi.

Vu memberikannya waktu, dia keluar dari kamar Tan dan pergi ke ruang tengah, tempat biasa berkumpul. Di sofa ada Quyen sendiri sedang memangku laptop. Vu duduk di sebelah Quyen. Beberapa menit Vu dan Quyen saling diam, sebab Vu tidak ingin mengganggunya yang sedang serius. Setelah Quyen menutup laptop dan meregangkan tubuhnya sedikit menggeliat, dia baru menyapa Vu dengan senyuman tipis.

"Mengapa kamu belum tidur?" tanya Quyen meletakkan laptopnya di meja.

"Belum ngantuk. Kamu kenapa di sini sendiri?"

"Ngerjain tugas kuliah."

"Oh, kamu masih kuliah?"

Quyen mengangguk. Obrolan mereka mengalir begitu saja. Banyak hal yang mereka bicarakan. Vu dan Quyen bertukar cerita tentang kehidupan mereka. Bahkan mereka keluar berdua untuk mencari makan karena Vu lapar. Keduanya merasa nyaman.

***

Kehadiran Vu sedikit demi sedikit mengubah penampilan Tan jauh lebih rapi dan semakin terlihat tampan. Biasanya Tan selalu menggunakan pakaian serba hitam, membuat dia tampak dekil. Berkat nasihat Vu yang ternyata adalah super model internasional, sekarang rata-rata pakaian Tan menjadi serba putih dan bewarna cerah. Sebab Tan memiliki kulit sedikit gelap dan tato penuh di lengannya, itu agar membuatnya tampak segar. Vu juga mengajak Tan perawatan wajah, yang awalnya kusam kini menjadi glowing. Tan tampak lebih muda dari penampilannya yang dulu.

Vu saat ini sedang tidak terlalu aktif di dunia permodelan, dia ingin fokus dalam bidang kreator. Mengenal Tan menjadi salah satu berkah baginya, sebab dia dapat belajar dari Tan dan saling mendukung dalam mencari pengikut di sosial media. Vu yang pandai mengambil foto dan video juga sering membantu Tan membuat konten dan mengeditkannya. Beberapa kali bahkan Vu diajak Tan mendampinginya bekerja. Semakin hari keduanya menjadi dekat dan saling percaya. Hal tersebut membuat Tuyen cemburu dan iri. Apalagi karier Tan semakin nanjak, banyak yang mencintai Tan.

"Aku yang sejak dulu menemaninya. Tapi sekarang Anh Tan sepertinya lebih percaya Anh Vu ketimbang aku. Dia juga lupa dengan janjinya. Katanya akan memberiku uang untuk membeli ponsel baru," gumam Tuyen saat dia sedang bermain Mobile Legends dengan suasana hati panas dan didengar Phoung yang sedang membersihkan wajah.

Phoung menghentikan aktivitasnya, dia menoleh kepada Tuyen. "Loh, bukankah kemarin Anh Tan bilang untuk membeli ponsel barumu memakai uang hasil dari YouTube? Bukankah selama ini royalti Anh Tan masuk ke rekening kamu? Justru yang aku tahu, kamu memberikan uang ke Anh Tan terlalu sedikit dari hasil YouTube dia."

"Kamu jangan ikut campur! Diam saja! Yang penting kamu bisa membeli apa pun yang kamu inginkan!" bentak Tuyen sekejab membuat Phoung tutup mulut.

Tuyen menghentikan permainannya. Dia beranjak dari tempat duduk, lalu berdiri di depan Phoung. Sorot amarah memenuhi kedua mata Tuyen. Hatinya sudah tertutup dendam dan iri. Dia mengambil ponselnya lalu membuat akun Instagram fake.

Tan sekarang sibuk, dia di sini bersenang-senang dengan Mo. Kamu itu pengganggu dan hanya dimanfaatkan Tan untuk ketenarannya. Lebih baik kamu jahui Tan sekarang sebelum menyesal.

Tuyen tersenyum miring setelah mengirim itu kepada Vi.

"Anh Tan bisa terkenal seperti sekarang karena kisahnya dengan Vi. Kalau cerita mereka berakhir, aku yakin penggemar akan meninggalkan Ant Tan. Dia akan kembali seperti dulu lagi," gumam Tuyen terdengar jelas di telinga Phoung.

"Jangan lakukan itu. Anh Tan selama ini sudah banyak membantu kita. Dia tidak pernah perhitungan memberi uang untuk makan dan kebutuhan kita di sini."

"Ingat, aku juga mengeluarkan uang untuk menyewa apartemen ini!" Suara Tuyen meninggi.

"Tapi itu untuk satu tahun. Itupun uang kamu sedikit, lebih banyak uang Anh Tan. Tapi apakah kita selama ini memikirkan bayar listrik, biaya makan, dan kebutuhan kita sehari-hari? Kebutuhan semua orang di sini sudah Anh Tan tanggung."

"Kenapa kamu membelanya? Apa kamu mulai menyukainya!" bentak Tuyen tepat di depan wajah Phoung.

Air mata menggenang di kedua mata Phoung. "Selama ini aku selalu mendampingi kamu. Tidak peduli dengan kondisi kamu seperti apa, aku tetap mendukungmu. Kenapa kamu meragukanku?" Suara Phoung bergetar.

Tak tega melihat sang kekasih menangis, Tuyen menyesalinya, dia lalu memeluk Phoung dan meminta maaf karena sudah membentaknya.

***

Menerima banyak DM masuk dengan pesan yang menyakitkan hati sudah biasa bagi Vi. Namun, entah mengapa pesan yang satu ini menggoyahkan hatinya. Vi justru semakin menguatkan benteng pertahanan hatinya yang belakangan sempat mengendur karena perhatian dan sikap hangat Tan.

"Sepertinya aku salah menganggap perhatian Tan selama ini. Aku tidak tahu apa yang sebenarnya dia lakukan di sana. Aku enggak boleh percaya begitu saja kepada siapa pun, termasuk Tan."

Vi kembali menutup rapat hatinya, padahal hampir dia membuka kesempatan untuk Tan masuk.

"Apalagi belakangan ini Tan tidak memberiku kabar. Buat apa aku mengharapkannya. Toh sangat mustahil kami bisa bertemu."

Galau! Vi benar-benar kalut. Tidak bisa dipungkiri bahwa Tan sebenarnya sudah mulai masuk ke dalam hatinya. Vi mulai tertarik dengan sikap dan kepribadian Tan. Namun, Vi sadar diri, banyak perbedaan di antara mereka. Bahkan Vi tidak terbayangkan akan bertemu Tan secara langsung.

"Daripada aku memikirkan hal tidak penting begini, mending aku live sambil jualan ajalah!"

Vi bergegas menyiapkan alat pendukung untuk live Tik Tok. Salah satu hal yang bisa mengalihkan pikiran negatif Vi dengan melakukan live. Dia akan berinteraksi bersama pengikutnya. Di tengah live, Vi banyak membaca komentar dari penggemar yang menanyakan tentang hubungannya denganTan.

"Gini ya, guys. Selama ini aku sih sama Tan cuma seru-seruan aja. Impossible untuk kami bersatu. Soalnya banyak perbedaan. Dari agama sudah jelas beda, jarak juga sangat jauh, enggak tahu bisa ketemu apa enggak. Pokoknya jangan berharap lebih deh sama aku dan Tan."

Vi menahan sakit di hatinya ketika mengatakan hal itu. Bibir dan hati seperti bertolak belakang. Hati ingin hal yang lebih, tetapi logika berjalan, Vi berpikir mustahil.

"Kita lihat kenyataan ajalah, guys. Indonesia dan Vietnam itu jauh. Untuk kita bertemu perlu biaya sangat besar. Jangan tanya yang aneh-aneh lagi, ya?"

Bibir tersenyum, tetapi hati menangis. Tersiksa dengan perasaan yang ada. Vi berusaha menyangkal perasaannya dan melihat kenyataan walaupun sangat menyakitkan. Untuk menghibur diri sendiri dan penonton live-nya, Vi akhirnya bernyanyi. Dia di fase yang serba salah, bergelut dengan pikirannya sendiri.

Jika kalian di posisi Vi bagaimana?

Terima kasih untuk dukungannya, teman-teman. Jangan bosan memberikan dukungan dan meninggalkan jejak, ya?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top