8. Anthem
HALOO, APA KABAR? MAAF LAMA UPDATE:(
GIMANA PUASA HARI INI? SEMOGA LANCAR YAA.
BTW JANGAN LUPA VOTE DULU YAA. DAN BACANYA DUA KALI!
KENAPA 2 KALI? JADI YANG PERTAMA BUAT FOKUS BACA, YG KEDUA BUAT KASIH KOMENTAR YG BANYAK YAA. KALO BISA RATUSAN WKWK. BIAR AKU SEMANGAT JUGA NULIS INI^•^
SELAMAT BACA~
***
What's Anthem?
÷÷÷
Saat punggung Kai sudah dibebani oleh berat badan Ryan, tinggal Catra yang berjalan duluan untuk melihat situasi terlebih dahulu untuk mereka lalui. Sementara Kai yang membawa tubuh terkulai Ryan satu langkah di belakangnya, harus menunggu sampai Catra memastikan bahwa situasi sudah benar-benar aman.
"Buru, njir. Berat, nih!" desak Kai pada Catra.
"Aman-aman!" seru Catra.
Namun kemudian ketika kepala Catra menoleh ke depan, ketika itu juga keberadaan seseorang yang tiba-tiba sudah berdiri tegap di hadapannya menghalangi jalan, membuatnya dan Kai tertegun tidak mampu lagi berkata-kata. Ditambah tudung jaket di kepala orang itu membuat Catra dan Kai menjadi tidak bisa melihat wajahnya. Lalu perawakannya yang lebih pendek dari mereka, juga membuat mereka tidak bisa menerka-nerka.
Sehingga walau kelu, mulut Catra terbuka dengan sendirinya bertanya, "Lo siapa?"
Seseorang itu membuka tudungnya. Lalu kali berikutnya Catra dan Kai ternganga, tidak menyangka dengan keberadaan seseorang yang dilihatnya. Nala.
"Jadi lo? Pantes pendek!" ceplos Kai, tidak mengherankan.
"Sialan!" decih Nala.
"Kenapa lo bisa ada di sini?" Catra bertanya, menyelidik.
"Curiga gue. Ngerasa ada yang aneh sama asrama ini. Makanya mau cari tahu. Lo berdua ngapain?" tanyanya balik.
"Ya, sama kayak lo. Cari tahu tentang asrama ini," terang Catra. "Kita dapet panggilan misterius."
"Panggilan misterius?" Seketika alis Nala tertaut.
"Ceritanya panjang," timpal Catra sekenanya, sambil sesekali kepalanya celingak-celinguk ke kanan dan ke kiri, mengawasi.
"Terus gimana? Udah nemu sesuatu?" tanya Nala lagi.
Catra menggeleng. "Lo liat aja, tuh, beban di punggungnya si Kai."
"Itu Ryan kenapa?" tanya Nala, sedikit kaget.
"Nggak tahu, tiba-tiba kita temuin udah pingsan." Catra menjawab.
"Ngebacotnya bisa ntar aja nggak? Masalahnya punggung gue udah keram, nih." Protesan Kai yang tiba-tiba menyeruak, kontan menginterupsi Catra dan Nala yang hampir-hampir melupakan keberadaannya yang sedang disusahkan oleh berat badan Ryan saat itu.
Catra melirik sekilas, lalu sempat tertawa melihat ekspresi Kai. "Ayo, ayo, balik kamar. Eh, tapi bentar." Belum-belum Kai mengambil langkah, seketika Catra menahan lagi.
"Apalagi?!" emosi Kai.
"Apa lo bisa bawa si Ryan manjat-manjat jendela? Dan nggak mungkin juga kan kita balik lewat pintu?" tanya Catra, realistis.
"Ah, si bangsat satu ini belum apa-apa udah nyusahin aja!" keluh Kai pada Ryan yang jelas tidak akan mendengarnya.
Sampai kemudian Nala ikut menyela, "Emangnya mesin detect kamar kalian belum disetting silent?"
"Hah? Emangnya bisa?" Jika biasanya Ryan yang selalu menunjukkan raut bodohnya, kali ini malah Kai yang menggantikan.
Nala memutar bola matanya. "Bisa, lah. Gue aja diajarin sama Rangga."
"Yaudah, kalau gitu lo ikut kita dulu. Setting-in sekarang." Entah ini perintah atau permintaan tolong, seperti biasa Catra hanya mengatakan apa yang ingin ia katakan.
"Nggak bisa. Kalau mau setting harus dari dalam. Nggak bisa dari luar. Kalau mau kalian tunggu di kamar gue dulu seenggaknya sampe si Ryan sadar. Gimana?"
🎯
"Cepet masuk!" Desisan Nala yang cukup terdengar jelas di kamar mereka yang gelap, tidak ada penerangan lain selain dari empat lampu tidur yang menyala, membuat Hira terbangun dan perlahan membuka matanya.
Terlihat ada beberapa orang tinggi besar yang hanya tampak berbentuk siluet hitam oleh Hira.
"Tidurin aja dulu di kasur gue."
Bruk!
Kai langsung melempar tubuh Ryan ke tengah ranjang milik Nala. "Berat bener, anjing! Kebanyakan dosa, nih, orang!"
"Nyalain lampu bisa nggak, Nal?" pinta Catra.
"Oh, iya. Bentar."
Ctek.
Baru saja Nala hendak menuju saklar lampu, tiba-tiba kamarnya sudah terang benderang begitu saja. Didapati Hira yang ternyata sudah berdiri di dekat sana.
"Kalian ngapain pada di sini? Se-malem ini?" tanya Hira, yang sesaat ditatapnya Nala. "Kamu juga, Nal. Kenapa bawa mereka ke sini?"
"Hm. Gini, Ra..." Nala menggaruk kepala, bingung. Tidak tahu ingin bercerita mulai dari mana pada Hira. Ragu juga, apakah ia harus mengatakan yang sebenarnya bahwa dirinya baru saja menyelinap ke perpustakaan dan bertemu dengan tiga cowok itu secara tidak sengaja?
Namun belum sempat Nala menjelaskan, Hira justru mengalihkan pertanyaannya sendiri secara tidak sadar. "Itu Ryan kenapa?"
"Pingsan," singkat Catra.
"Sebentar, deh, kayaknya aku ada minyak kayu putih." Sejenak Hira mengambil sebotol minyak kayu putih miliknya. Lalu duduk di pinggir ranjang, setelah Catra memberinya celah untuk lewat dan duduk tepat di samping Ryan yang terbaring.
Namun baru saja Hira ingin mendekatkan botol minyak kayu putih yang terbuka itu di hidung Ryan, mata Ryan yang tiba-tiba terbuka sambil menguap, membuat Hira mematung seketika. Meski diam-diam Ryan juga membeku. Untuk pertama kalinya ia bertukar tatap dengan Hira sedekat ini, dan ini sangatlah tidak baik untuk fungsi kerja jantungnya. Bahkan rasanya dunia Ryan benar-benar teralihkan oleh tatapan mata bundar hitam milik Hira itu!
Hira lebih dulu bangkit dan berdiri bersebelahan dengan Catra, seraya menutup kembali botol minyak kayu putihnya. Sedangkan di sisi lain, Kai yang tidak terima melihat Ryan menguap tentu saja emosinya langsung mendidih.
"Si anjing! Jadi daritadi lo tidur, bukan pingsan?" sentak Kai, menunjuk wajah Ryan.
Dan dengan santainya, seperti tidak merasa berdosa Ryan malah menjawab, "Nggak. Tadi itu gue lagi baca, eh baru satu halaman udah ngantuk berat. Terus langsung ketiduran. Emang siapa yang bilang gue pingsan?"
"Kalau lo nggak pingsan, terus apa yang ambruk di perpus tadi?" heran Catra yang seketika membuat Kai dan Ryan sempat terhenti.
Sampai kemudian Nala menyahut, "Oh, yang suara benda jatuh? Itu gue. Nggak sengaja ngejatuhin buku tebel banget!"
"Jadi dari tadi lo enak-enakan tidur di punggung gue gitu?!" sentak Kai, yang beralih lagi pada Ryan, karena urusannya dengan anak itu masih belum selesai.
Sedangkan Ryan malah memaparkan cengiran terbaiknya. Membuat gigi Kai bergemeletuk. Tubuhnya sudah ia regangkan, bersiap untuk menghajar Ryan yang tidak tahu diri itu. Penderitaan yang dirasakan punggungnya selama mengangkat tubuh Ryan... Ah! Mengingatnya benar-benar membuat Kai ingin sekali mengubur Ryan hidup-hidup!
"Eh, bangsat, sini lo gue kasih pelajaran!" sentak Kai lagi, yang tanpa sadar berhasil membangunkan Safira, disusul Salsa.
Dengan emosi yang tidak tanggung-tanggung, Kai sudah menarik bagian leher baju Ryan. Namun belum sampai perang dunia terjadi, suara serak Safira berhasil memancing seluruh pasang mata yang terbuka saat itu untuk melihat ke arahnya.
"Ini ada apa, sih, berisik-berisik? Hoamm," tanya Safira sambil menguap.
Ada juga Salsa yang mengerjap-ngerjapkan matanya yang masih mengantuk, berair. "Iya, kenapa kamar kita rame gini?"
"Sssssttt!" Nala berdesis pada Salsa dan Safira dengan memosisikan jari telunjuknya di tengah bibir. "Pelan-pelan ngomongnya. Mereka cuma numpang sebentar doang, ntar balik lagi ke kamarnya," jelasnya, dipersingkat.
"Oohh." Salsa dan Safira memanggut paham.
Seketika Nala teringat akan sesuatu yang sempat tertunda untuk dibahas. "Oiya, Tra, tadi lo bilang kalian dapet panggilan misterius? Maksudnya apa?"
Sesaat Catra mengeluarkan ponsel jadul itu dari dalam saku celananya. "Kami dapet panggilan ke ponsel ini, dari anak Anathema angkatan 12."
"Kalian dapet dari mana ponsel ini?" Nala mengambilnya, diperhatikannya heran. "Setahu gue bukannya udah lama nggak produksi lagi yang tipe ini? Nokianya juga udah bangkrut."
"Nggak tahu, tiba-tiba aja ada di kolong tempat tidurnya Catra. Kalau nggak bunyi kita juga nggak bakalan tahu." Kini Kai yang menjawab.
"Itu kan Nokia tipe 1011. Bokap gue punya," tunjuk Safira pada ponsel tersebut.
Tiba-tiba Ryan terkekeh sendiri. "Serius bokap lo masih pake ponsel beginian?" tanyanya, sekaligus menertawakan.
"Yeeee, bukan buat dipake. Tapi buat koleksi. Bokap gue tuh suka koleksi benda-benda keluaran lama!" sewot Safira, kesal. "Makanya gue tahu banget ponsel ini tuh keluaran tahun 1992, pas kakak gue lahir."
Mengabaikan Safira dan Ryan, Hira menyela, "Terus angkatan 12 itu bilang apa?"
"Dia bilang, Anathema itu kelas terkutuk," ucap Catra.
"Dan dia bilang juga kalau kita harus sadari kemampuan kita, maka Anathema akan berubah," sambung Kai.
"Kelas terkutuk maksudnya apa? Gue nggak ngerti," bingung Salsa.
"Sama, gue juga nggak ngerti," imbuh Safira. "Kemampuan gimana maksudnya? Kemampuan macam apa yang kita punya?"
"Nah, itu yang lagi kita cari tahu!" Kai menandas, lalu kemudian bertanya pada Nala. "Gimana? Lo nemuin apa tadi di perpus?"
Nala menggeleng pasrah. "Belum sempet nemu apa-apa gue. Kalian gimana?"
Kai memberi respon serupa dengan Nala. Sementara Ryan hanya menggaruk kepala, bingung tidak ada apapun yang bisa ia ingat. Sedangkan Catra, cowok itu tampak diam sejak tadi. Seperti sedang ada sesuatu yang menyita pikirannya. Membuat Nala, Kai, dan Ryan, tampak menatapnya dengan raut yang sama.
"Lo gimana, Tra?" tanya Kai, kemudian.
Dengan raut serius seolah ada seribu pikiran yang hinggap di kepalanya, Catra menjawab, "Gue nemuin ada yang janggal di buku sejarah pertama Clugams."
"Ada apa?" Salsa penasaran.
"Ini aneh," tutur Catra. "di buku itu tercantum semua kelas yang ada di Clugams, kecuali Anathema."
Seketika Hira mengernyit. "Maksud lo, kelas kita nggak ada dalam buku sejarah pertama Clugams?"
"Iya," jawab Catra seraya mengangkat pandangannya. "Tapi justru tercantum kelas lain yang namanya mirip sama nama kelas kita, tapi sekarang kelas itu nggak ada bentuk wujudnya."
"Mirip gimana?" tanya Ryan.
"Anthem. Nama kelas itu," tutur Catra. "Sedangkan nama kelas kita, Anathema."
"Anthem, Anathema. Anthem, Anathema" Kai mengulang sambil berpikir. "Iya, mirip. Bahkan pelafalannya juga mirip."
"Apa mungkin dua hal itu memiliki keterkaitan satu sama lain?" sambar Hira.
"Apa mungkin kelas Anathema dulunya adalah kelas Anthem?" sahut Nala.
Sejenak Catra kembali tenggelam dalam pikirannya. "Kalau memang itu benar, alasan apa yang berada di baliknya? Apa yang menyebabkan perubahan nama Anthem menjadi Anathema?"
Be Continued...
FOLLOW IG ITSCINDYVIR BUAT SPOILER UPDATE YAA
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top