Kimchi Fried Rice
Kamus (unfaedah) Jepang:
* Shachou : Direktur
- CLUELESS –
"Jam 12 akan ada makan siang dengan pemegang saham yang akan berlanjut ke rapat umum pemegang saham. Sore nanti adalah peresmian butik milik Tetsuya-sama, selanjutnya kau bebas—" Shuzo menghentikan pembacaan daily report ketika sang lawan bicara menghela nafas berat. Laki-laki bersurau merah itu tidak mendengarkan laporannya. Tenggelam dan sibuk oleh pikirannya sendiri. Dan entah mengapa adik kelas yang merupakan direktur Shuzo saat ini terlihat sangat kelelahan. Apa tengah terjadi sesuatu di rumah?
"Shachou,"
"Na, Shuzo."
"Hai',"
Ah, rupanya sang direktur masih mendengarkan dirinya. Hanya saja mungkin kalimat laporan yang barusan tengah ia bacakan hanya numpang lewat alias masuk kuping kanan keluar kuping kiri.
"Apa... hubunganmu dengan istrimu baik-baik saja?"
"He?" Shuzo mengernyit bingung. Tumben sekali direkturnya menanyakan privacy karyawannya seperti ini. Biasanya Direkturnya tidak pernah peduli dengan kehidupan para karyawannya. Hanya yang berkaitan dengan perusahaan dan pekerjaan yang selalu ia pedulikan. Persetan dengan segala kehidupan karyawannya di luar kantor. Selama mereka memberikan kinerja yang baik dan patuh dengan peraturan yang ada, sudah cukup.
"A-ah... yaa kira-kira begitu, Shachou." Shuzo menggaruk tengkuknya. Rasanya kikuk sekali. Walaupun Shuzo adalah sekretaris pribadi Akashi dan hubungan mereka juga terbilang cukup dekat, tetap saja mendapatkan Akashi bertanya seperti itu adalah hal yang sangat jarang di dapati.
"Apa Shogo pernah bertindak aneh?"
"Y-ya?"
"Maksudku, apa Shogo pernah membangunkanmu jam dua pagi hanya ingin dibelikan sesuatu? Atau tiba-tiba sangat manja dan tidak mau pergi dari sisimu sebentar? Atau seperti memintamu untuk melakukan hal yang tidak pernah kau lakukan?"
Shuzo menutup daily report yang masih terbuka ditangannya. Sepertinya memang sedang ada yang tidak beres dengan Akashi dan istrinya di rumah. "Apa ada sesuatu yang aneh dengan Tetsuya?" Saat-saat seperti ini, shuzo akan memposisikan dirinya sebagai teman Akashi. Meninggalkan segala formalitas antara sekretaris dan atasan.
Dan untuk kesekian kali helaan nafas berat lolos dari bibir Akashi. Bahu dan kepalanya menyender di kursi kerja yang didesain sedemikian rupa sehingga sang pemilik bisa menggunakannya dengan nyaman.
"Entahlah. Belakangan Tetsuya seperti sedikit berbeda."
"Berbeda?"
Akashi mengangguk lesu. Tangan kanannya memijat keningnya yang mulai terasa berat. Ini kali pertama ia merasakan perubahan sifat Tetsuya yang seperti sekarang ini. "Bagaimana menggambarkannya ya, mood-nya seperti cepat berubah-ubah hanya dalam beberapa menit saja. Belum lagi belakangan Tetsuya seperti meminta hal-hal yang di luar dugaanku."
"Mungkin karena belakangan Tetsuya sibuk dengan persiapan peresmian butiknya. Mengingat, hari ini adalah hari yang sudah ditunggu-tunggu Tetsuya selama nyaris tiga perempat hidupnya bukan? Memiliki butik sendiri dengan hasil jerih payah sendiri."
Akashi mengangguk mengerti. Yang dijelaskan Shuzo terdengar masuk akal olehnya. Butik tersebut memang sangat penting untuk Tetsuya. Sebagai bukti tercapainya cita-cita yang sejak kecil selalu ia idam-idamkan. Menjadi seorang desainer dan membangun butiknya sendiri dari uang yang selalu Tetsuya sisihkan.
Sebenarnya bukan hal yang sulit bahkan terkesan sangat mudah untuk diwujudkan oleh Akashi. Jangankan meminta butik, jika istrinya meminta dibelikan seratus pulau juga pasti akan Akashi kabulkan. Tapi Tetsuya tidak mau. Dengan lembut si mungil kesayangannya menolak menerima bantuan yang ingin Akashi berikan. Bagi Tetsuya, ini perihal cita-citanya. Jadi tidak ada sangkut pautnya dengan Akashi. Dan meskipun ada kaitannya, Tetsuya tetap menolak. Ia ingin merasakan bagaimana proses mengejar mimpinya. Sehingga ketika ia sudah sampai pada titik menggapai mimpinya, ia dapat menghargai segala usahanya. Jadi, jika suatu saat ia jenuh akan bidang yang ia geluti, ia akan mengingat-ngingat bagaimana dirinya dulu saat susah payah berusaha hingga bisa sampai mencapai titik tersebut.
Mendengar hal itu membuat Akashi memilih menyerah. Menyerah untuk ikut campur urusan mimpi Tetsuya. Memang sudah tidak diragukan lagi, Tetsuya selalu tau bagaimana membuat Akashi semakin mencintainya lebih dalam.
Tapi tetap saja, entah mengapa sebagian dari diri Akashi seperti ragu akan pendapat Shuzo yang memang realistis. Perubahan sifat Tetsuya belakangan ini seperti bukan sedang stress atau mengkhawatirkan sesuatu. Perubahan sifat Tetsuya juga sudah mulai terlihat dua minggu sebelum tanggal peresmian butiknya ditentukan. Sejak dua minggu yang lalu little bunny kesayangannya sangat cepat mood swing dan terkadang sedikit menyulut emosi serta sangat menguji kesabarannya. Tidak hanya perubahan mood yang cepat, Tetsuya belakangan juga suka meminta hal-hal yang diluar dugaan Akashi. Tak jarang si mungil sering membangunkan Akashi pagi-pagi buta hanya untuk dibelikan sesuatu.
Seperti tadi pagi misalnya. Tetsuya lagi-lagi membangunkannya jam empat pagi hanya untuk minta dibuatkan kimchi fried rice. Yang membuat Akashi tidak habis pikir adalah, pertama mereka tinggal di Kyoto yang mana tidak selalu ada kimchi seperti di negara asalnya. Tapi untungnya masih ada sawi putih di dapur mereka dan beberapa bumbu masak khas korea yang tersisa. Mengingat Tetsuya suka melakukan eksperimen untuk menguji skill memasaknya. Entah masakan eastern atau western. Jadi bumbu masak yang tersedia dapat dibilang sangat lengkap.
Kemudian yang kedua adalah, bagaimana bisa istrinya meminta dirinya untuk memasak? Sedangkan langit serta bumi tau sejak lahir seorang Akashi Seijuurou tidak pernah menyentuh alat-alat dapur sama sekali. Ia sudah terbiasa dengan koki profesional selama hidup dan tentunya juga sang istri, karena Tetsuya yang selalu menyiapkan makanan untuknya. Dan kali ini, sang istri malah memintanya untuk memasak dan tidak memperbolehkan Akashi untuk menelpon koki pribadi keluarganya. Jadi secara tidak langsung, Tetsuya meminta Akashi memasak kimchi fried rice dengan kedua tangannya sendiri. Mulai dari membuat kimchi sampai benar-benar menjadi kimchi fried rice, semua harus murni dari tangan Akashi.
Ketiga, ketika susah payah membuat kimchi fried rice—and thanks god, akibat skill memasaknya yang sangat handal, ia hampir saja meledakkan dapur beserta rumah dan penghuninya—sampai makanan tersebut siap disajikan kepada sang ratu, respon yang didapatkan Akashi diluar dugaannya. Musnah sudah segala ekspektasinya mengenai respon istrinya ketika ia berhasil membuatkan kimchi fried rice. Angan-angan bisa dikecup manja oleh sang istri—syukur-syukur Tetsuya memberikan jatah untuknya—hanya tinggal sebagai angan-angan belaka. Karena yang sebenarnya terjadi adalah Tetsuya mengatakan bahwa ia sudah kenyang. Padahal jelas-jelas ia belum menyentuh sama sekali kimchi fried rice buatan Akashi.
Dan terimakasih karena tubuh serta otaknya yang lelah karena selama beberapa hari digeluti oleh urusan perusahaan yang cukup hektik, membuat Akashi tanpa sadar sedikit menaikkan nada bicaranya dan tersulut emosi ketika istrinya merespon seperti itu. Kemudian berujung dengan sedikit cekcok antar mereka dan Tetsuya yang ngambek dan mengunci diri di studio miliknya. Sehingga membuat Akashi mau tak mau menyiapkan keperluaan kantornya sendiri. Mengancingi kemejanya sendiri, memakai dasi sendiri, dan segala hal yang biasa dilakukan Tetsuya padanya, ia lakukan seorang diri pagi tadi.
Tapi itu tidak berlangsung lama. Karena begitu kepala Akashi sudah dingin dan perasaan menyesal menguasainya, ia langsung mengetuk pintu studio milik istrinya. Dari tempatnya berdiri, Akashi bisa mendengar isak tangis istrinya. Membuatnya semakin bersalah. Harusnya ia tidak meninggikan nada bicaranya tadi. Dan harusnya dia lebih bersabar.
"Sayang, maafkan aku. Bisakah kau membuka pintunya?"
Daun pintu di depannya masih tertutup rapat. Meskipun sudah diketuk berkali-kali oleh Akashi. Beginilah jadinya kalo sang istri sudah mode ngambek. Keras kepalanya jadi berkali-kali lipat dan Akashi harus berusaha sangat sangat sangat keras untuk meluluhkannya.
"Aku minta maaf karena sudah meninggikan nada bicaraku, love. Aku sudah menyadari kesalahanku dan aku benar-benar menyesal. Please love, open the door."
Daun pintu tersebut masih tak mau terbuka. Tapi bukan Akashi Seijuurou namanya jika menyerah. Sebenarnya ia bisa saja mendobrak pintu sialan yang menghalangi dirinya dengan si mungilnya, tapi itu tidak mungkin dilakukan olehnya saat ini. Mengingat Tetsuya pasti sedang terduduk tepat dibelakang daun pintu. Jadi, jika Akashi mendobrak pintu ini sama saja dengan melukai Tetsuya. Like hell, he won't do it of course.
"Sayang, maafkan suamimu yang buruk ini ya? Aku benar-benar janji tidak akan mengulanginya lagi. Jadi maukah my little bunny membukakan pintu untukku?"
Pintu tersebut masih enggan terbuka. Memang ya, memiliki Tetsuya harus memiliki daya juang yang tak terbatas pula. Bahkan sampai sudah menikah seperti ini pun Akashi masih tetap berjuang. Luckily he loves challenges. Jadi, seberapa banyak Tetsuya ingin melihat ia berjuang untuk Tetsuya akan Akashi lakukan. Karena dengan begitu Tetsuya dapat mengetahui seberapa dalam dan besar cintanya pada Tetsuya dan sampai mati akan selalu sama.
Sepertinya besok aku akan membuang semua pintu agar Tetsuya tidak lagi-lagi mengunci diri seperti ini.
Akashi menghela nafas kecewa. Ia sudah kehabisan waktu dan sudah saatnya ia berangkat kerja. Mungkin Tetsuya memang butuh waktu sendiri.
"Baiklah kalau little bunny masih belum mau membukakan pintu ini untukku. Mungkin aku memang pantas mendapatkannya karena aku adalah suami yang buruk. Bisa-bisanya aku membuat Tetsuya-ku menangis seperti ini. Aku memang sudah gagal menjadi suami terbaik Tetsuya. Maaf karena sudah menjadi suami yang tidak berguna."
"Aku pergi ya, sayang. I love you. I love you so much that I don't want to lose you."
Satu.
Dua.
Tiga.
Brak.
"Sei-kun... Sei-kun jangan pergi. Maafkan aku. Maafkan aku karena sudah menjadi istri yang tidak berguna. Jangan pergi." Tetsuya berhambur ke pelukan suaminya. Air matanya mengalir deras membasahi pipinya.
See? Pada akhirnya pintu sialan tersebut terbuka karena usahanya. Ia terlalu mengenal si mungil kesayangannya. Termasuk bagaimana meruntuhkan segala kekeras kepalaan milik istrinya. Tetsuya bukan sosok yang dapat diluluhkan dengan kalimat-kalimat gombal, tapi justru sebaliknya. Seperti yang ia lakukan beberapa detik yang lalu. Dan lagi, tidak ada yang bisa mengalahkan Akashi, bahkan daun pintu sekali pun tidak akan pernah menang darinya.
Sepertinya keputusan untuk membobok habis seluruh pintu di apartemennya sudah bulat.
- CLUELESS –
- TBC -
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top