7

J tidak mengerti situasinya sekarang. Andai ia tidak diberikan perintah untuk melindungi gadis ini untuk beberapa hari, mungkin ia akan menolak suruhannya.

"Hmmm~! Walau memalukan ini memang ada daya tariknya. Aku pilih yang mana ya~"

Luna saat ini sedang memilih bikini yang cocok untuknya. Ia merengut begitu melihat bikini yang untuk wanita berdada besar. Ia tahu dadanya masih dalam masa pertumbuhan, jadi ia akan memilih bikini yang sepadan.

J mulai sakit kepala. Di toko pakaian untuk wanita, sedangkan ia juga dipaksa masuk ke dalam oleh Luna. Sedangkan Luna tidak merasa malu sama sekali.

"Cepatlah pilih dan pulang," ucap J frustasi.

"Hihi~ sebentar yah~" balas Luna seraya mengedipkan sebelah matanya dengan nakal.

1 jam kemudian ...

Keadaan J sekarang seakan telah kehilangan semua jiwa dan raga. Seperti warna yang berubah menjadi abu-abu. Sedangkan Luna sekarang terlihat cerah dan bersinar. Ia memeluk hasil belanjaannya.

"Aku merasa aman kalau kau berada di sampingku saat di kota. Hihihi!" tawa Luna kembali. "Terima kasih sudah menemaniku. Sebagai bayarannya, aku akan traktirmu makan."

"Sudahlah. Traktirnya nanti saja. Aku mau pulang," ucap J dengan nada lemas.

"Eh? Kenapa? Kau tidak apa-apa? Kau kelihatan sakit," tanya Luna khawatir memperhatikan J.

"Kalau sudah selesai, aku antar kau kembali ke markas," ucap J tak menjawab pertanyaan Luna.

"Eh?" Luna sedikit terkejut. Apa ia sudah melakukan kesalahan? Ia tak berani bertanya apapun dan hanya menjawab ucapan J dengan senyum. "Oke, antar aku pulang, ya. Sekali lagi terima kasih."

Mungkin J tidak mau direpotkan olehnya. Apa ia terlalu menyebalkan? Luna mencari kesalahan yang ia lakukan. Dan itu bertimbul menjadi rasa penyesalan. Ia terlalu sok akrab dengan J.

Apa mungkin ia menyerah saja untuk berteman?

***

Soma menunggu kedatangan Luna. Ia ingin mengajak Luna bertarung di union area. Kalau ia mengajak Bai atau Seth, yang ada ia dibekukan oleh Bai dan dicakar oleh Seth. Ia tak ingin merasakan yang seperti itu. Kalau bersama Luna, ia bisa mengasah bermainnya lebih leluasa. Meski serangan Luna cukup mengerikan kalau ia bilang, tapi masih bisa diatasi.

"Ah, itu Luna! Luna~" ucap Soma mendatangi Luna yang baru saja datang dari luar. Ia langsung memeluk Luna. "Aku mencarimu. Dari mana saja? Woah, kau berbelanja? Tumben sekali."

Wajah Luna memerah. "I-itu ... Untuk pergi ke pantai besok," jawab Luna. Ia kembali murung.

Soma menatapnya. "Hm? Tapi kau kelihatan lesu. Apa terjadi sesuatu? Ceritakan saja pada Soma~"

Luna tersenyum tipis. "Terima kasih. Tapi aku mau siapkan ini dulu untuk dibawa besok."

"Tidak apa-apa. Aku akan membantumu berkemas. Aku sudah menyiapkan barang-barangku, jadi santai saja," ucap Soma seraya mengelus pucuk kepala Luna.

Luna merasa nyaman. Ah, untuk sekarang Somalah yang mengerti dirinya yang memerlukan perhatian seperti ini.

Sampai di kamar Luna, ia segera mengambil barang yang diperlukan untuk dibawa besok dan memasukkannya secara rapi ke dalam ransel. Soma juga ikut membantu sembari mengingatkan apa lagi yang perlu dibawa.

"Soma, apa aku bisa bahagia?" tanya Luna sambil berbaring di samping Soma.

"Um! Tentu saja bisa. Semua orang bisa bahagia, kok. Jangan pesimis begitu~" jawab Soma cepat. Ia tak tahu apa masalah Luna, tapi ia akan selalu mendukungnya. "Buktinya, aku bisa bahagia dengan hanya berteman dengan Luna yang manis."

"Kau ini berlebihan. Aku tidak semanis yang kau katakan. Bahkan mungkin dia tak pernah melirikku," ucap Luna pelan dikalimat akhir.

"Hm? Siapa yang tidak pernah melirikmu? Itu tidak benar," balas Soma tak setuju.

"Kenapa kau berkata seperti itu?" tanya Luna. "Jelas-jelas dia kelihatan tidak suka berada di dekatku. Aku tidak semenyenangkan yang kau pikirkan."

"Itu tidak benar. Kau itu manis, cantik, dan menyenangkan. Luna, kita tidak tahu apa yang sebenarnya orang rasakan terhadap kita. Tapi, cobalah untuk positif. Kecuali kalau orang itu benar-benar mengatakan padamu kalau kau membuatnya tidak nyaman. Lagipula, tidak mungkin ada yang mengatakan dirimu tidak menyenangkan atau jelek. Cantik dan manis seperti ini, kalau berani ada yang bilang jelek padamu, aku akan menghajarnya."

Luna tertawa kecil. "Terima kasih, Soma. Sekarang aku sudah lebih baik setelah cerita sedikit padamu. Ini tidak nyaman bagiku. Mungkin aku melakukan kesalahan padanya. Apa yang harus aku lakukan?"

"Kesalahan? Kalau kau berkata begitu, mungkin kau harus menarik perhatian dia," jawab Soma.

"Menarik perhatian?"

"Iya. Kalau sudah terpancing, pasti akan mendapat obrolan baru dan waktu memberikan kita keakraban kembali."

Luna berpikir. Bagaimana cara menarik perhatian J? Bahkan J tampaknya tidak terlalu melihat dirinya. "Apa aku bisa?"

"Tentu saja bisa!" seru Soma bangun dari posisi berbaringnya. "Semangat, Luna! Kalau kau berusaha, pasti dia akan menyadari betapa manisnya dirimu!"

Luna sekali lagi merona, namun kemudian tertawa.

"Hahaha! Benar. Aku tidak boleh menyerah. Aku harus coba menarik perhatiannya."

"Nah begitu! Semoga berhasil, Luna!"

Luna tersenyum senang. Ia tidak sabar hari esok. Di mana mereka akan bersenang-senang bersama di pantai. Ia tidak pernah ke pantai sebelumnya. Semoga bikini yang ia beli akan cocok untuknya pakai.

***

Hari yang cerah. Pas sekali untuk pergi berlibur. Terutama untuk para agent union yang telah berkumpul. Dua kelompok yang seperti sudah menjadi satu kelompok sekolah.

Seulbi yang tampak memakai baju putih dengan motif bunga sakura dan topi lebar di kepalanya sedang mengamati semua yang telah datang. Sepertinya sudah lengkap semua.

"Baiklah, karena memakai pesawat UNION akan menarik perhatian, maka kita akan menaiki bus biasa saja. Meski memakan waktu 1 jam, kuharap kalian bisa menikmati waktu luang ini dengan baik," ujar Seulbi kepada semua teman-temannya.

"Komandan, apa aku boleh pulang?" tanya Seha sambil berjongkok memainkan psp-nya.

"Kau mau aku buang game-mu?" tanya Seulbi balik.

"Seulbi Seulbi! Apa kita boleh makan cemilan di dalam bus?" tanya Yuri.

"Tentu saja boleh, asalkan ada sisa untuk di pantai," jawab Seulbi.

Semua tampak ceria saling berbagi pertanyaan dan jawaban. Tapi hanya Luna yang tidak bersuara, karena ia sudah benar-benar siap pergi. Mungkin andai saja ia percaya diri untuk mengobrol dengan J di depan mereka, pasti menyenangkan. Tapi, Luna malu.

"Kenapa hanya kau yang diam?" tanya J tiba-tiba sudah ada di samping Luna.

"E-eh?! Tidak. Hanya saja, aku tidak ada pertanyaan," jawab Luna terkejut. Ia berusaha untuk tetap tenang meski jantungnya masih berdegup kencang. J mengajaknya bicara!

J tersenyum. "Sepertinya kita sama," balas J yang membuat Luna menoleh ke arahnya. "Lagi pula aku sudah terlalu tua untuk bersemangat seperti itu."

"Itu tidak benar!" ujar Luna tiba-tiba. "Tidak peduli berapa usiamu, semua boleh untuk bersemangat dengan cara apapun. Asalkan itu baik. Dan juga, kau tidak setua itu. Kau masih terlihat muda saja. Masih tampan."

J terkejut mendengar ungkapan yang dilontarkan Luna. Muda? Benarkah itu?

Melihat reaksi J, Luna terkejut dan mengalihkan wajahnya yang bersemu.

"Po-pokoknya jangan mengeluh seperti orang tua yang sudah 80 tahunan. Kau masih muda. Tidak perlu khawatir. Masih ada yang memandangmu baik," ujar Luna menambahkan.

J terdiam sejenak, kemudian tersenyum. Ia mendaratkan tangannya di pucuk kepala Luna dan mengelusnya gemas.

"Meski kau masih kecil, ucapanmu boleh juga," ujar J senang. "Terima kasih."

"Hei, aku bukan anak kecil! Tinggiku saja yang masih begini. Umurku sudah 15 tahun," protes Luna kesal.

"Hahaha! Itulah yang sepertinya membuatmu kelihatan manis."

"Hah?!"

Luna mendadak menepis tangan J dari kepalanya. Seluruh wajahnya memerah bak tomat.

"Semuanya, busnya sudah datang. Silakan masuk. Jangan sampai ada barang yang tertinggal," ujar Seulbi kepada semua teman-temannya.

Mendengar itu, Luna langsung buru-buru mengikuti teman-temannya masuk ke dalam bus. Sedangkan J terlihat tetap berdiri di sana, kemudian ia masuk paling akhir.

Aku senang karena seorang gadis kecil? Keterlaluan, batin J tersenyun sendiri sambil duduk di kursi kosong yang sembarang.

"Eh? Kenapa kau duduk di sini? Ini untuk Soma."

J menoleh ke samping, di mana di sebelah kursinya ada kursi lagi yang dekat dengan jendela bus.

Tak sadar ternyata ia telah duduk di samping Luna.

"Ah, kalau begitu aku akan pin—"

"Paman! Tidak perlu pindah. Biar aku duduk dengan Misteltein saja," ujar Soma tiba-tiba menyela ucapan J. Kemudian ia melirik Luna dan memberikan kedipan sebelah mata. Lalu pergi duduk di samping Misteltein.

Luna yang melihat itu tidak bisa berkata apa-apa, karena J akhirnya tetap duduk di sampingnya.

AAAAAA!! Soma! Aku belum siap tahu! Kenapa kau sengaja begitu??? batin Luna meledak. Ia menghela napas.

Luna bingung. Sekarang bus sudah jalan. Suasana mereka hening. Bagaimana cara agar keheningan ini pecah secara alami?

"Ada apa? Kau mabuk?" tanya J kepada Luna.

Luna terkejut. Apa J memperhatikannya tadi? "Tidak. Hanya saja, aku bingung mau bicara apa kepadamu."

J tersenyum. "Santai saja. Perjalanan masih panjang. Kau bisa makan cemilan yang kau bawa atau mungkin tidur siang. Aku juga tidak ada pembahasan."

"A-ah, berarti kita punya pemikiran sama," ujar Luna canggung. "Mungkin aku makan cemilan saja. Kau mau cokelat?"

"Tidak usah. Aku menunggu minuman kelapa saja."

Luna mengambil sebatang cokelat dan memakannya. Minuman kelapa? Ia jarang minum itu. Ah, tidak, melainkan tidak pernah. Apa rasanya segar? Manis? Ia juga mau mencobanya nanti.

Perjalanan masih panjang. Keheningan yang tidak terlalu canggung. Yah lebih baik daripada sebelumnya. Tapi entah kenapa Luna jadi mengantuk.

"Hm?" J merasakan ada beban ringan di sampingnya. Ia kemudian tertegun ada Luna yang tertidur di sampingnya, bersandar secara tak sadar kepadanya.

J tersenyum. Ia membiarkan Luna tertidur. Sekali lagi, ia melihat wajah Luna yang terpejam tenang dan kelihatan lembut. Ia tak ingin mengganggu, namun tangan J gatal ingin menyentuh wajah halus Luna. Sedikit saja, karena takut membangunkan Luna.

Kulit yang putih dan halus. Penuh manis dan cantik. Bagaikan hal yang berharga dibanding apapun yang ada di dunia, J merasa sangat senang dengan hanya melakukan itu saja. Andai waktu bisa berhenti sebentar.

Bersambung

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top