3
"Cih. Apa mereka terlalu polos?" Luna bersuara dengan nada kesalnya sambil mengambil langkah yang lebar. Ia ingin menenangkan dirinya di markas sementara mereka, tepatnya di kamarnya. Hanya itu satu cara untuk mendinginkan pikirannya.
Luna tidak mengerti kenapa sekarang ia kembali marah mengenai UNION yang sekarang tengah bekerja sama dengannya. Andai ia tidak terpilih sebagai anak yang spesial memiliki kekuatan phase power.
"Kau tidak salah mengatakan itu."
Luna terkejut. Suara siapa itu? Luna berhenti berjalan dan sedikit berbalik ke belakang. Ia mengerutkan dahinya kemudian menatap ke arah lain.
Pria tinggi dari Black Lambs itu tidak terlalu jauh darinya. Berdiri sambil meregangkan sebelah tangannya yang sepertinya kaku atau merasa pegal lagi.
"Apa maksudmu?" tanya Luna. "Bukankah kau adalah J?"
"Wah, apa kau membaca profilku juga?" J balas bertanya. "Aku juga membenci UNION."
"Eh?" Luna sedikit terkejut. Tak menduga ada orang yang juga membenci UNION dan sedang dalam keadaan bekerja sama dengan UNION. Apa ini kebetulan? "Setelah aku mengetahui itu, memangnya kenapa?"
"Berarti kita senasib," jawab J yang kembali membuat Luna terkejut. "Tapi, aku tidak bisa melakukan apa-apa. Meski ini membuahkan hasil, tapi sebenarnya cukup membuat rasa sakit di masa lalu."
Luna terdiam. Ternyata J juga pernah menjadi percobaan oleh UNION. Selain para tim Wolfdog, orang ini juga pernah mengalaminya. Bahkan mungkin Luna berpikir percobaan itu lebih sakit ketimbang saat ia diuji coba.
"Ngomong-ngomong," J kembali bersuara. "Tamengmu cukup kuat. Sebelumnya terima kasih sudah melindungiku waktu di gangnam."
Luna tersentak dan mengalihkan pandangan. Ia malu kalau dipuji. Tapi ada yang membuatnya keberatan. "Ini bukan tameng. Namanya Aegis."
"Hm, kau punya selera nama yang aneh."
"Apa kau bilang?!"
J tertawa. "Aku harus kembali ke markas. Bukankah kau juga? Semua masih berdiskusi."
Luna memasang wajah cemberut bercampur kesal. "Suasana hatiku lagi jelek. Lagian tanpa aku, kalian bisa berdiskusi dengan tenang. Aku akan selalu setuju dengan keputusan kalian."
"Hmm~ kau mau menenangkan dirimu? Bukannya kau sudah tenang sekarang?" ujar J memancing Luna.
"Ha-hah?! Apa maksudmu? Memangnya kau bisa membaca pikiranku?" pekik Luna panas. Ia menghela napas.
Ya, sebenarnya ia merasa tenang setelah J mengatakan kalau orang ini membenci UNION juga. Memang tidak jelas perasaannya sekarang, tapi itu benar-benar berhasil membuatnya tenang.
Sial, padahal dia seumuran dengan guru, tapi aku merasa aneh, batin Luna dan seketika merinding dengan segala khayalannya.
"Hei kau," panggil Luna kepada J yang masih berdiri di sana. Ia terlihat malu-malu. "Tempat ini masih asing bagiku. Bisakah kau mengantarku keluar dari sini? Aku ingin pergi ke kota."
"Untuk apa pergi ke kota?" tanya J penasaran.
"Tidak usah banyak bertanya dan terima saja. Kau akan segera tahu nanti." Luna akhirnya tersenyum untuk J.
***
Hemmm .... Entah kenapa, kalau dilihat-lihat gadis kecil ini imut juga, batin J sembari berjalan menelusuri jalanan kota.
Yah, andai J juga lebih muda, mungkin ia bisa mengencani gadis seperti Luna. Tapi sayang Tuhan selalu membiarkannya tidak memiliki pasangan sampai sekarang. Ia pasrah karena umurnya sudah dewasa.
"Kau sudah puas?" J menoleh melihat Luna yang berjalan di sampingnya.
Luna memakan es krim rasa stroberinya dengan senang. Sudah lama ia tidak makan es krim setelah disiksa latihan fisik di markasnya. Lalu ia melahap gumpalan permen kapas di tangan satunya.
"Hihi! Aku tidak menyangka kalau aku bisa memeras seorang pria dewasa," ujar Luna sambil mengedipkan sebelah matanya. "Tapi, kenapa kau tidak membeli cemilan juga?"
Fwahh!! Hati ini serasa ingin keluar. Suara tawa yang nakal dan kedipan mata yang ia lihat membuat J merasakan apa arti dari berdebar-debar. Tapi dari luar J tetap memasang wajah biasa.
"Rupanya wujud aslimu begini, ya," balas J sambil membenarkan letak kacamatanya. "Tidak. Diriku yang sudah seperti ini tidak bisa lagi makan makanan seperti itu."
"Hm?" Luna memperhatikan J. Pria yang tinggi, sudah dewasa sekali, dan memakai kacamata. "Ngomong-ngomong, kenapa kau memakai kacamata aneh itu?"
J terdiam, mencerna pertanyaan Luna. Kemudian ia merasa kacamata kerennya ini dihina. "Jangan salah berkata. Kacamata ini sangat berguna bagiku."
Luna menatap datar. "Hah? Memangnya apa fungsinya selain dipakai dimata?"
Perempatan muncul di dahi J. Mungkin ia harus memberitahu Luna apa fungsi kacamata kuning yang dipakainya ini.
"Kau mau tahu?" tanya J kepada Luna. Ia menghentikan langkahnya membelakangi sebuah pohon kota yang berwarna cokelat.
Luna masih memperhatikan sambil menghabiskan es krimnya. Tersisa permen kapas, ia melahapnya kembali. Kepalanya mendongak agak ke atas karena ia jauh lebih pendek, sedangkan J begitu tinggi.
J menghela napas. "Apa boleh buat. Kau terpaksa harus melihat ini."
Tangannya segera melepas kacamata yang dipakainya. Luna menyaksikannya tanpa mengalihkan pandangan. Ia pun melihat pemandangan J yang tidak memakai kacamata.
Seharusnya Luna terkejut melihat J yang kelihatan lebih tampan kalau tidak memakai kacamata meski sudah dewasa. Namun Luna masih memasang wajah yang biasa saja.
"Ternyata kau ini sok keren," ujar Luna kemudian melanjutkan langkahnya mendahului J.
"Hei, seharusnya kau menghormati orang yang lebih tua darimu dan membuatnya senang," protes J.
"Iya iya, kau keren. Waktunya kembali ke markas. Hari sudah sore."
J merasa jengkel sekaligus tercampakkan. Ia pikir Luna akan terpesona. Merasa kesal ingin mengomel, ia kembali memasang kacamatanya dan segera menyusul.
Di saat Luna berjalan lebih dulu dibanding J, disitu Luna berusaha keras untuk tidak membuat ekspresinya berubah. Sambil memakan permen kapasnya, gadis itu tampak merona.
Mata yang tegas, tajam, namun hangat. Berbahaya kalau kacamata itu dilepas. Lebih bagus ketimbang melihat dari foto profilnya, batin Luna. Ia kemudian terkejut sendiri dengan pikirannya dan segera mengalihkannya dengan cepat.
Tapi ... Luna melirik J yang berjalan di sampingnya. Kemudian ia tersenyum sendiri.
Dia memang keren.
***
Keesokkan harinya, tim Black Lambs kembali untuk menjalankan misi penting bersama tim Wildhunter. Mereka akan pergi ke gangnam Evac bersama-sama.
"Paman, tumben sekali Paman tidak telat," oceh Yuri menghampiri J yang sedang berbaring di sembarang tempat. "Paman kena angin apa?"
"Mungkin Paman sedang merasa senang dengan sesuatu," tebak Seha tidak terlalu peduli sambil memainkan game psp-nya.
"Hoi, berhentilah memanggilku paman. Panggil aku Kakak! Sekali lagi Kakak! Kenapa kalian ini?" J merasa kupingnya sudah gatal karena dipanggil paman terus.
"Woah! Jangan marah pagi-pagi. Nanti tambah tua," balas Yuri langsung menjaga jarak dari J.
Soal panggilan, ia terpikirkan oleh Luna yang kemarin memanggilnya apa. Ia tidak ingat, tapi seingatnya Luna hanya memanggilnya dengan sebutan 'kau' saja.
"Itu mereka," Seulbi melihat tim Wildhunter datang. Namun ada yang kurang. Di mana gadis bersurai orange itu?
"A-apa kalian ada melihat Luna?" tanya Soma kepada tim Black Lambs.
"Tidak. Memangnya ada apa?" jawab Misteltein sekaligus menanyakan keadaan.
"Ini gawat. Kami mencarinya ke seluruh markas ini, tapi dia tidak ada di sini. Kami tidak tahu di mana dia sekarang," jawab Bai yang membuat mereka semua terkejut.
J langsung bangun. Luna menghilang? Apa yang sudah terjadi? Padahal baru kemarin mereka bertemu dan saling berbincang.
"Apa kalian sudah memeriksa CCTV?" tanya J memastikan.
"CCTV? Benar juga. Kami belum memeriksanya. Kalau begitu kita harus melihat CCTV kemarin malam sekarang juga," ujar Wolfgang langsung melangkah lebih dulu untuk pergi ke ruangan CCTV.
Semua merasa khawatir. Apalagi J. Ia tidak tenang. Tak pernah ia merasa sekhawatir ini sebelumnya. Mereka harus mencari tahu kenapa Luna bisa menghilang.
Sampainya di ruangan CCTV, mereka segera menyuruh pengelola di sana memutar ulang kejadian kemarin malam. Mereka segera mencari dan mencari.
"Ah, itu Luna!" Yuri menunjuk rekaman Luna yang berjalan ke arah pintu kamarnya.
Awalnya terlihat normal saja, tapi begitu Luna ingin membuka pintu, seseorang berbaju hitam dengan topeng menyekapnya dari belakang. Kemudian membawa Luna paksa keluar dari markas. Kejadian itu terjadi kemarin pada jam 1 malam.
Semua menjadi panik. Luna diculik!
"Siapa dia? Kenapa dia bisa masuk ke markas UNION? Apa penjagaan di sini sangat payah?" Wolfgang mulai marah. Muridnya diculik. Tentu saja ia marah.
Seulbi mengamati penculik itu. Ia menzoomnya. "Tidak salah lagi. Dia adalah anggota teroris yang kita bicarakan kemarin."
"A-apa?" Yuri terkejut, begitu juga yang lain.
"Untuk apa dia menculik Luna? Apa mereka ingin membuat jebakan untuk kita?" tanya Bai tidak mengerti.
"Sepertinya begitu. Tapi tetap saja kita harus ke sana. Lagian tujuan kita adalah membasmi mereka. Dan sekarang misi kita bertambah satu," jawab Seulbi. "Mari kita berangkat sekarang."
"Oh iya, ke mana paman?" tanya Yuri menyadari tidak ada J di dekat mereka.
"Paman sudah jalan lebih dulu begitu mendengar ini. Kalian banyak bicara, jadi paman jalan duluan," jawab Seha santai sembari masih memainkan video game di psp-nya, yang langsung membuat Seulbi ingin memarahinya.
"Seha! Berhenti bermain game atau aku—"
"Iya iya bawel! Aku simpan!"
Di sisi lain, J memang sudah berangkat lebih dulu. Dengan kekuatannya, ia melalui tebing kota dengan hanya melompatinya saja. Ke gangnam Evac tidak terlalu jauh. Ia harus cepat sampai ke sana.
J berharap Luna baik-baik saja sekarang. Meski perasaannya sangat khawatir, ia berusaha tetap tenang. Saat sudah bertemu dengan orang yang menculik Luna, ia akan menghabisinya dengan tangannya sendiri.
Bersambung
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top