FRIENDS #1

"Karena rahasia adalah bagian dari dirimu. Sejauh apapun kamu berusaha menguburnya, ia akan tetap bersamamu."

SMA Abdi Bangsa, Bandung.

2018.

Suara langkah yang bertumpang tindih menyambut indera pendengaran Samuel. Anak laki-laki itu berjalan dengan kemeja kotak biru dan celana abu-abu yang berbeda dengan siswa lain di sekelilingnya. Matanya yang sedikit kecil menatap lurus jalanan di depannya, tak peduli beberapa anak perempuan mencoba mencuri-curi pandang ke arahnya.

Samuel Anggada Putra, terpaksa melakukan proses pindah sekolah di tahun terakhirnya karena mengikuti kepindahan pekerjaan orang tuanya di Bandung. Bagi teman-temannya di sekolah sebelumnya, berita ini cukup mengejutkan dan membuat mereka sedih, tetapi bagi Samuel, ini adalah cara Tuhan untuk membantunya mengobati luka dari masa lalunya.

Ia terus berjalan di sebuah koridor panjang yang terbuka, dimana sisi lainnya adalah lapangan utama sekolah dan dua ring basket tampak terlihat di masing-masing ujungnya, sampai akhirnya ia sampai di sebuah ruangan bertuliskan XII Sains 1. Kelas yang dikatakan Mami sebagai kelas barunya. Samuel kemudian menghentikan langkah dan menghela napas panjang. Anak laki-laki yang di hari pertamanya menarik perhatian semua orang itu mencoba menenangkan dirinya dengan berbisik dari hati, semua akan baik-baik saja, sebelum akhirnya mencoba melangkah masuk ke dalam kelas.

Namun tiba-tiba, anak perempuan dengan seragam putih dengan rok merah kotak-kotak muncul dari dalam dan mengejutkannya. Mereka saling terkesiap di ambang pintu karena dua hal. Satu, mereka sama sekali tidak menduga ada orang lain di ambang pintu. Dua, Samuel terkesima dengan wajah cantik anak perempuan itu, pun berlaku hal yang sama bagi perempuan, Samuel terlihat tampan di matanya.

"Eh, sori. Mau cari siapa?" tanya anak perempuan itu dengan sopan.

Mengingat bahwa Samuel merupakan orang asing dan tampak akan masuk ke dalam kelas, wajar bagi anak perempuan dengan rambut hitam panjang yang menjuntai ke punggungnya itu untuk bertanya. Samuel pun tersadar dari lamunannya dan memerhatikan anak perempuan itu sekali lagi, dari ujung kepala sampai ujung kaki dan ia menemukan papan nama bertuliskan Andara Nadira yang dipasang di dada kiri pada seragam anak perempuan itu.

Jadi, namanya Andara?

"Anu, saya anak baru di sini," ucap Samuel berterus terang. "Kalau nggak salah, ini kelasnya."

Perempuan bernama Andara itu menggumam pendek, kemudian mengamati wajah Samuel dengan saksama sebelum akhirnya kedua sudut bibir merah muda milik perempuan itu terangkat dan ia menjentikkan jarinya di udara dengan penuh percaya diri. "Samuel, ya? Pindahan dari SMA Nusantara, 'kan?"

"Eh, kok tahu?"

Andara lagi-lagi tersenyum, sembari menurunkan tangannya dari udara. "Bu Ami udah cerita sama gue kemarin."

Anak laki-laki dengan rambutnya yang di tata rapih pagi ini tampak tersipu dengan rona pipi yang kemerahan. Ia tersenyum malu-malu saat Andara menatapnya dengan antusias. "Oh, gitu ya."

"Oh ya, gue Andara." Anak perempuan itu mengulurkan tangannya dengan sopan. "Kebetulan, gue ketua kelas di sini. Jadi, kalau ada apa-apa, lo bisa tanya sama gue."

Sekali lagi Andara tersenyum dan waktu di sekeliling Samuel terasa berhenti. Surai panjang milik perempuan itu terhempas oleh angin dan menari-menari dengan lembut, membuat perempuan itu harus menyibak rambut sesekali dan menyelipkan rambut panjangnya ke belakang telinga karena wajahnya yang tertiup angin. Samuel lantas ikut menyunggingkan senyumnya tanpa sadar sehingga membuat Andara merasa lega.

Kemudian, momen menyenangkan itu mendadak sirna dengan kehadiran anak laki-laki lain yang berjalan dengan cepat dan menyenggol Samuel. Membuat Samuel, Andara dan anak laki-laki dengan papa nama bertuliskan Braga Ramadhan di dada kirinya itu saling beradu pandang.

"Eh, sori. Nggak sengaja," ucap Braga, sembari mengangkat satu tangannya ke udara.

Namun dari intonasi suaranya yang santai, Braga tidak terdengar tulus meminta maaf pada Samuel. Sehingga saat anak laki-laki bertubuh jangkung itu hendak melewati pintu, masuk ke dalam kelasnya, Andara buru-buru menahan tangannya dan mendorongnya keluar.

Braga mengerutkan dahinya heran. "Ada apaan lagi, Dar?"

Andara pun memutar kedua bola matanya dengan malas dan bersedekap. "Minta maaf yang benar, dong," titahnya. "Dia ini bakal jadi teman sekelas kita tahu."

"Lah?" Braga melihat Andara, lalu ke Samuel bergantian. Kemudian ia menyodorkan tangannya pada Samuel, hendak berjabatan tangan. "Gue kira dia pacar lu, Dar. Sori, sori. By the way, gue Braga, ketua basket paling ganteng di sekolah."

"Samuel."

"Wajah lu oke, tinggi lu juga pas, kalau lu berminat dideketin cewek-cewek satu sekolah, ambil ekskul basket aja nanti, Sam," ucap Braga sekaligus berpromosi. "Buat dapat nilai tambahan, lu harus ikut satu ekskul di sini. Wajib banget, udah kaya sholat lima waktu."

"Emang lo pernah sholat ya, Ga?" pungkas Andara.

Braga dan Samuel sontak menoleh ke arah Andara. Braga dengan tatapan tak suka dan Samuel dengan ekspresi penasaran di wajahnya. "Emang kalau gue sholat, gue harus laporan ya sama lu, Dar?"

"Ditanya malah nanya balik, ngeselin lo." Dara kemudian menarik tangan Braga dan mendorongnya masuk ke dalam kelas. Enggan berlama-lama terlibat dalam perdebatan yang tidak berguna itu. "Lo nggak jadi masuk?"

"Eh, j---jadi," kata Samuel.

"Ada satu kursi kosong di belakang anak tadi. Lo bisa duduk di sebelah Fajar." Andara menunjuk ke arah bangku di sudut ruangan, agar Samuel mengetahui posisi yang dimaksud oleh perempuan itu. Dan Samuel tampak mengangguk mengerti di sana. "Oke, lo masuk duluan aja. Gue harus ke ruang guru dulu ngelaporin sesuatu."

"Laporin apa?"

Andara memicing matanya dan tersenyum jahil. "Ra-ha-sia," kemudian tertawa dan menepuk-nepuk bahu Samuel hingga anak laki-laki kebingungan sepenuhnya. "Yaudah, sampai jumpa di kelas ya. Semoga lo betah."

Betah? Kayaknya sih iya soalnya ada lo.

"Oh, oke. Makasih ya," ucapnya sebelum Andara benar-benar pergi meninggalkan Samuel di depan pintu kelas mereka.

Dan laki-laki yang sebelumnya tinggal di Jakarta itu pun melangkah masuk dan menghampiri kursi yang ditunjukkan Andara kepadanya. Lagi, semua pasang mata tertuju padanya. Terutama perempuan yang berada dalam kelas tersebut. Mereka tampak bersemangat karena menerima murid pindahan dengan visual yang mumpuni seperti Samuel. Sampai akhirnya Samuel duduk di sebelah Fajar yang sedang sibuk melakukan sesuatu dengan buku dan pena kesayangannya.

"Lu siapa?" tanya Fajar, merasa terusik.

"Hey, gue Samuel. Baru pindah hari ini," katanya memperkenalkan diri.

Braga yang duduk di depannya pun berbalik, sembari melipat kedua tangan di atas meja dan memandangi Samuel dengan tak suka, ia berkata, "Jangan coba-coba deketin Andara."

Samuel mengernyitkan keningnya tak mengerti. Lagipula, apa dasar Braga mengatakan hal yang begitu terdengar posesif kepada murid pindahan seperti Samuel. "Kenapa emangnya?"

"Karena dia penuh dengan rahasia. Gue berani taruhan, kalau lu bukan tipe cowok yang suka dengan rahasia. Iya, 'kan?"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top