34. Visible Cracks
And I hope I never lose you, hope it never ends
I'd never walk Cornelia Street again
That's the kind of heartbreak time could never mend
I'd never walk Cornelia Street again
Taylor Swift—Cornelia Street
***
Kepala Gema mendadak pusing saat mengetahui kalau Zora sedang menunggunya di luar backstage. Entah apa lagi urusan gadis itu dengan Gema. Padahal, setelah pergi dari kediaman Zora, dia sudah memutuskan untuk tidak mengadakan pertemuan lebih lanjut. Dia juga sudah menekankan melalui kata-kata kalau mereka harus menjauh. Dia hanya tidak mau ada kesalahpahaman, terlebih Adira ada di lokasi yang sama. Tidak menutup kemungkinan kalau sewaktu-waktu Adira akan mencari dan melihatnya sedang bersama Zora.
“Udah, samperin aja dulu. Makanya, kalau memang pengin closure, jangan kasih harapan lebih. Salah lo sendiri, jadi lo harus selesaiin apa yang udah lo mulai.” Radyta memberi saran. Kebimbangan tampak jelas di wajah laki-laki itu, barangkali sebenarnya dia ingin mengabaikan keberadaan Zora, tapi tak tega membiarkannya terus menunggu.
“Kalau Adira cari gue, bilang kalau gue lagi ketemu teman lama.” Berniat memberi pesan, Gema justru membingungkan teman-temannya.
“Ya kali Adira berani cari lo ke backstage. Gue ngerasa makin lama otak lo makin nggak berfungsi, Gem. Lagi pula, kenapa lo ketakutan gini? Takut dianggap selingkuh?” Rakyan bertanya-tanya, dengan senyum terkulum. Sepertinya, Adira sudah mengubah jalan pikiran Gema. Membuatnya menjadi laki-laki yang menjaga batasan terhadap gadis lain. Sebab, setahunya Gema yang nyaris tergila-gila pada Zora tak akan mudah melepas gadis itu demi hawa yang baru dikenalnya.
Gema mengibaskan tangan. “Otak gue masih berfungsi dengan baik. Sangat baik malah. Gue cuma nggak suka ada pertengkaran dengan Adira perkara sesuatu yang sepele. Gue udah nggak melihat Zora dengan cara yang sama lagi.”
Kemudian, Gema berderap pergi, menemui Zora yang entah karena alasan apa, nekat menemuinya. Sayup-sayup, sebelum keluar backstage, Gema masih mendengar salah satu temannya—kemungkinan Janu—berteriak, “Awas cinta lagi, Gem! Baik-baik lo bawa hati.”
Janu dan keisengannya benar-benar ingin Gema bungkam. Namun, keinginan tersebut segera teredam saat menemukan Zora berdiri memunggunginya, mungkin menatap lalu-lalang panitia maupun penyanyi lain. Dari belakang, entah hanya perasaan Gema atau memang benar adanya, tubuh Zora tampak ringkih, seperti kehilangan berat badan secara signifikan. Putusnya hubungan dan perceraian orang tua agaknya menjadi penyebab menumpuknya beban di kepala disertai pola makan yang berantakan.
“Kenapa lagi?”
Mendengar suara yang sangat dikenalnya, Zora seketika berbalik. Senyum tipis terukir meski tak sampai ke mata, menyambut Gema. “Hai, Gem.”
“Kayaknya baru kemarin gue bilang kalau kita udah nggak bisa ketemu. Lo juga mau cuti dan pergi ke Jogja, kan?” Gema cukup lelah dengan sikap Zora yang keras kepala. Meski sudah didorong berkali-kali, gadis itu tetap berusaha untuk mendekatinya.
“Memang. Tapi, sebelum gue pergi, I just want to meet you. Karena setelah ini, gue nggak tahu apakah kita masih bisa ketemu dengan kekacauan persahabatan kita, atau justru kita semakin asing.” Zora menarik napas dalam-dalam, seolah-olah perkataannya sangat memberatkan hati. “Like you, I also want to move. Gue nggak pengin stay di masa lalu yang nggak bisa diperbaiki lagi. Mungkin omongan gue dari kemarin muter-muter, dan cuma bikin lo semakin nggak nyaman. But honestly, it's also hard for me to leave all these memories.”
Jari-jari saling terjalin, serta bibir kering yang seringkali digigit hingga menimbulkan luka. Gema memperhatikan tindak-tanduk Zora yang tak seperti biasa. Penampilan menawan dan nyaris sempurna langsung menghilang, digantikan kesedihan yang memeluk tubuhnya. Helaan napas meluncur kasar, cukup kaget dengan perubahan tersebut.
“Ya, gue memang capek sama omongan lo yang seakan-akan nggak mau melepas gue. Tapi, Zo. If you want to take a move, hal pertama yang harus lo lakuin adalah perbaiki diri lo. You're such a mess. Zora yang gue kenal bukan Zora yang gue lihat saat ini,” ucap Gema, penuh prihatin. Mau bagaimanapun, dia merindukan sosok Zora yang memiliki kepercayaan diri tinggi, selalu beramah-tamah dan disukai banyak orang.
“Gue memang sangat berantakan.” Zora tertawa sumbang, yang membuat tetesan cairan sebening kristal jatuh dari kelopak matanya. “Gue udah nggak punya siapa-siapa, Gem. Lo pergi, gue putus, orang tua gue cerai. Nggak ada yang lebih menyebalkan dari ini. I'm the troublemaker. Jakarta udah nggak bisa gue pandang sebagai rumah lagi.”
“Lo masih punya keluarga yang lain. Nggak ada yang akan menolak lo. Gue memang menjauhi lo, tapi bukan berarti gue benci sama lo—mungkin pernah, tapi setelah gue pikir-pikir lagi, lo nggak sepenuhnya salah.” Kalau Zora tidak menolaknya, mungkin dia tidak akan pernah mengenal Adira. Dia tidak akan merasakan bagaimana serunya menjalin hubungan yang saling memberi balasan.
Zora menipiskan bibir sambil mengusap air mata. “Gue udah hubungi Oma, dan beliau bilang bakal selalu menyambut kedatangan gue. Gem, keputusan gue ini tepat, kan? Oma sayang sama gue dan nggak mau gue sakit, tapi gue yang mendatangkan penyakit untuk diri gue sendiri.”
Gema menggeleng. Dia maju selangkah, lalu menepuk bahu Zora pelan. “Lo cuma salah langkah aja, Zo. Semua orang berhak untuk bahagia. Dan, gue harap kebahagiaan bakal datang secepatnya ke lo.”
“Ah, lo ternyata masih baik sama gue. Always. Gema yang tanpa cacat meski nyatanya banyak kesakitan di hati. Gue senang pernah mengenal lo.” Zora membuang napas berat, melegakan kesesakan yang menghimpit dada. Sesungguhnya, dia masih ingin berada di kota yang sama dengan Gema. Sulit meninggalkan banyak kenangan di tempat yang sudah merawatnya selama ini. Namun, lebih sulit lagi kalau dia tetap terkurung di lubang kegelapan yang seakan-akan ingin menenggelamkannya hingga ke dasar jurang.
“Setiap manusia punya masalahnya masing-masing, Zo.”
“Dan lo berhasil keluar dari itu. Gue agak iri sama lo.” Zora mengedikkan bahu. “Jadi, sebagai salam perpisahan, can I shake your hand? Untuk terakhir kali?”
Gema terdiam cukup lama saat Zora mengulurkan tangan. Dia bergerak, yang Zora sambut dengan senyuman, sebelum menarik tubuh gadis itu ke dalam rengkuhan hangat, mengelus punggungnya untuk memberi semangat.
“Semoga kesakitan lo memudar, ya.”
Even though the anger is still there for Zora, he hopes that Zora will find her happiness.
***
Gema tak mengabarinya lagi setelah tampil. Berulang kali, Adira mengecek ponsel untuk menanyakan keberadaan laki-laki itu, tapi tak kunjung mendapat balasan. Bukan apa-apa, dia hanya ingin memberitahu kalau dirinya hendak pulang, tidak bisa menunggu Gema lebih lama karena salah satu sepupunya bertandang ke rumah, sedangkan Adira sama sekali tak memiliki kontak teman-teman Gema.
Gema
Aku dapat kabar dari Bunda kalau sepupuku datang ke rumah
Aku pulang duluan, ya? Maaf nggak bisa bareng kamu
Gem, kamu di mana? Masih sibuk, ya?
Kalau aku pulang duluan, apa kamu bakal cari?
Gem, aku pulang pakai ojek online
Adira mendesah pelan. Dia sudah menyingkir dari kerumunan penonton yang terasa menyesakkan. Dia memang kurang menyukai keramaian, dan menarik diri merupakan pilihan tepat. Andai Maharani berada di sini, Adira pasti tenang karena gadis itu akan membuatnya nyaman.
Gem, tolong baca pesan ini dan telepon aku kalau udah nggak sibuk lagi, ya
Adira kembali mengetik pesan untuk Gema, sebelum memasukkan ponsel ke tas selempang. Mungkin saja Gema memang sedang sibuk di belakang panggung. Sebenarnya, Adira ingin menghubungi Gema melalui telepon, tapi dia takut mengganggu. Toh, kalau sudah senggang, Gema akan membaca pesannya.
Afirmasi positif yang disematkan oleh Adira menjadi alasannya untuk segera pergi dari tempat festival. Siapa tahu juga, secara tidak sengaja, dia bertemu dengan salah satu teman Gema, walaupun hal itu akan mengingatkannya pada pengakuan memalukan Gema di atas panggung tadi. Adira sendiri tak mengerti kenapa Gema bersikeras mengungkapkan hubungan mereka. Tak dipungkiri, ada percik bahagia hingga menyebabkan kupu-kupu di perutnya mengepakkan sayap, tapi tetap saja ada rasa mual lantaran terus memikirkan resiko yang akan terjadi.
Adira yang menginginkan kehidupan damai, nyatanya tak akan lagi menjalani hari-harinya dalam ketenangan. Dia yakin kalau orang-orang akan semakin banyak mencari tahu tentangnya.
Gema hampir bikin aku jantungan!
Adira berjalan semakin menjauh, sambil menyapu pandangan ke sekeliling, berharap menemukan jejak Gema. Namun, yang ditemuinya malah sepasang insan yang sedang berpelukan di dekat backstage. Kalau saja mata berbingkai kacanya tidak memfokuskan titik, mungkin Adira tak akan terlalu sadar dengan pasangan itu karena tubuh mereka agak tertutupi panggung. Spontan, Adira mencebik iri. Bisa-bisanya, kedua orang itu bermesraan di tengah-tengah acara. Ditangkap oleh indra penglihatannya lagi.
Menggeleng pelan, Adira hendak berlalu meninggalkan pemandangan tersebut. Hanya saja, belum ada satu langkah, tubuh Adira seakan-akan dipaku saat pasangan itu melepas pelukan, menampilkan wajah keduanya yang saling menatap dalam. Tidak, tidak. Masalahnya bukan di situ, tapi kenyataan kalau mereka adalah Zora dan Gema sangat menyentak Adira.
Iya, Adira tak mungkin salah lihat. Demi Tuhan, dia sangat mengenali mereka. Dia sangat tahu persis ciri-ciri Gema yang baru saja menerbangkannya hingga ke angkasa. Apa yang mereka lakukan? Apa alasan mereka berpelukan mesra begitu? Apakah keduanya berhubungan diam-diam di belakangnya? Apakah kalimat Gema hanya untuk mengelabuinya?
Langkah Adira seperti terseret ke belakang. Dadanya sakit, dengan napas tertahan. Sebenarnya … apa? Inikah faktor utama Gema tak juga membalas pesannya? Oh, tentu saja. Zora merupakan orang terpenting di hidup Gema, yang selalu didahulukan.
Adira tertawa paksa. Seharusnya, dari awal dia tahu diri akan posisinya di hidup Gema. Tak berarti apa-apa. Hanya sebatas manusia yang mendapat kebaikan dari Gema Sandyakala.
Adira, is no one to Gema.
***
Aku double update, nih! Hehehehe, biasa lagi kejar tayang. Konflik mulai muncul nih. Kira-kira, hubungan Gema dan Adira bakal tahan lama atau kandas nih? Ending mereka bakal berakhir bahagia atau enggak?
Tetep ikutin cerita mereka, ya! Sampai jumpa sayang-sayang akuuu ❤️
Bali, 29 Desember 2024
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top