33. A Sinking Gaze

'Cause I don't like a gold rush, gold rush

I don't like anticipating my face in a red flush

I don't like that anyone would die to feel your touch

Everybody wants you

Taylor Swift—Gold Rush

***

Aku lihat kamu. 

Lambaian tangan Gema yang berdiri di sisi panggung, seolah-olah menegaskan kalau memang dirinya menemukan sang kekasih di antara para penonton. Penampilan khasnya yang dilihat Gema nyaris setiap hari—kacamata minus berbentuk bulat dengan gagang abu-abu, pakaian sederhana berwarna kalem dan rambut yang lebih sering diikat tinggi-tinggi karena teriknya matahari Jakarta, dengan anak-anak rambut menempel di sekitar pelipis, serta senyum manis yang menampilkan gigi kelinci—membuat Gema tak akan pernah salah dalam mengenali Adira. 

Kamu deg-degan?

A

dira menyambut lambaian Gema setelah mengetik balasan untuk laki-laki itu. Sesekali, dia melirik ke kiri-kanan, memperhatikan orang-orang yang tampak sibuk dengan urusan masing-masing. Festival dimulai lima belas menit lagi, tapi para penonton sudah berkumpul, sama-sama antusias menyambut penyanyi kesukaan, tak terkecuali Adira yang bersemangat untuk menyaksikan pertunjukan Dwell Band. 

Enggak juga. Mungkin sedikit gugup karena this is my first time manggung di acara besar dan ditonton sama pacar sendiri. How ‘bout you? Deg-degan?

Senyum Adira terukir semakin lebar. Gema benar-benar perayu ulung. Entah itu melalui tindakan maupun sekadar kata-kata, Adira seringkali dibuat tak berdaya. Ini memang bukan kali pertama dia menonton aksi panggung Gema, tapi mengingat hubungan mereka yang semakin intens, menciptakan euforia baru di dada Adira. Meletup-letup, seperti kembang api yang memancarkan berbagai macam bentuk keindahannya. 

Deg-degan juga

K

ening Gema berkerut samar. 

Kenapa? Takut acaranya nggak lancar? 

Bukan. Bisa dibilang, demam panggung. Aneh, ya? Padahal bukan aku yang bakal tampil. Tapi, aku ikut ngerasa nggak nyaman.

G

ema tak bisa menahan diri untuk tidak tertawa saat membaca pesan Adira. Kejujuran gadis itu benar-benar menghiburnya yang sempat berjibaku dengan kerumitan isi kepala dan nyaris mengacaukan semua rencana yang sudah tersusun lama. Bagaimana dia bisa mengabaikan perasaan yang muncul karena Adira? Bahkan, meski teman-temannya sangsi, Gema tetap pada keputusannya untuk mempertahankan hubungan mereka.

Berarti hati kita saling bertaut, Ra. Aku yang tampil, tapi kamu yang deg-degan. Tenang aja, pacarmu ini pastiin nggak bakal bikin kamu malu karena udah menyandang status sebagai pacar Gema. 

Adira mengernyit dalam. Semakin hari, kepercayaan diri Gema semakin meningkat. Namun, alih-alih risih, Adira justru merasa kalau dialah yang akan membuat Gema malu karena berpacaran dengan seseorang yang biasa-biasa saja. Tak menonjol, dan selalu ingin bersembunyi dari dunia. 

I am always proud of you, Ra. Kamu tahu itu, kan?

Seakan-akan paham dengan apa yang sedang Adira pikirkan, Gema kembali mengirim sebuah pesan yang tanpa sadar membentuk senyum malu-malu di sudut-sudut bibir Adira. Mendongak, meliarkan tatapan hingga bersirobok dengan kelereng kelam Gema, dia membiarkan kontak mata terjalin dalam kebisuan selama beberapa waktu sebelum seorang laki-laki yang kemungkinan merupakan panitia, berbisik kepada kekasihnya. Mereka terlibat percakapan singkat, lalu laki-laki itu pergi begitu saja. Selanjutnya, Gema kembali berkutat dengan ponselnya, yang ternyata sedang mengirim pesan kepada Adira, lantaran benda persegi panjang dalam genggamannya tersebut, bergetar. 

Sebentar lagi acaranya mulai. I will contact you again. Have fun, Sayang! 

Ah, hati Adira menghangat begitu mudahnya. Tanpa membalas pesan Gema, dia memperhatikan kepergian Gema ke belakang panggung, menyusul laki-laki tadi. 

Bersamaan dengan itu, acara pun dibuka oleh penampilan salah satu penyanyi yang Adira tahu beberapa lagunya. Sambil mengangkat tangan—mengikuti instruksi dari sang penyanyi—bibir Adira terbuka, turut bernyanyi. Dia bersenang-senang, meski hanya sendirian. Maharani dan kesibukan sangat sulit untuk dipisahkan. Setelah dua lagu berakhir, diiringi tepuk tangan meriah dari penonton, penyanyi selanjutnya datang. Terus begitu, sampai akhirnya pertunjukan yang Adira nantikan, tiba. Dwell Band menaiki panggung, membuat sorak-sorai semakin riuh. Reputasi yang melambung tinggi dengan wajah mumpuni menjadi alasan banyak puja-puji mengarah kepada mereka. Penggemar yang rata-rata merupakan kaum hawa terus berteriak histeris, memanggil nama para anggota Dwell Band. 

Adira hanya diam, mengamati gerak-gerik Gema yang menggantung mic di penyangga. Kaus hitam polos dan celana denim yang membalut tubuh Gema, memberikan kesan santai pada penampilannya. 

“Hai everybody! Are you waiting for us? Still excited? We apologize for not being able to greet you again until now.” Dengan senyum lebar hingga ke mata, Gema menatap para penonton yang terus berteriak, lalu berhenti pada wajah cantik yang selalu mengganggu pikirannya. 

“We have a new single, yang di mana liriknya ditulis khusus oleh orang spesial gue. For your information, dia ada di sini, hari ini, bersama kita.” Sorakan semakin riuh. Mereka menoleh ke sana-sini, mencari sosok yang dimaksud Gema. “Kami memang belum merilis single tersebut secara resmi, tapi gue bakal menyanyikannya perdana di acara ini.” 

Bola mata Adira melebar sempurna, terlebih saat Gema mengedipkan sebelah mata ke arahnya, seolah-olah sengaja membuat Adira malu. Dan, memang berhasil. Dengan tas selempang yang tersampir di bahu, Adira menutupi sebagian wajahnya. Meski belum mengetahui lagu yang dimaksud Gema, tapi dia cukup yakin kalau lagu tersebut berkaitan dengan pembicaraan mereka di dekat dapur tempo lalu. 

“Don't look for her, guys. She is shy. Tapi, ya. Sesuai praduga kalian, she is my girlfriend. Hubungan kami baru dimulai, dan gue pengin dia tahu kalau dia bukan pengganti siapa pun. Dia adalah dia. Salah satu perempuan selain mama yang bikin gue pengin mengisi hari-hari bareng dia. So, I hope you are more confident, okay? You are beautiful just the way you are, Sayang.” 

Sepanjang kalimat yang dilontarkan Gema, Adira tak mampu untuk sekadar mencibir Gema karena mengatakan omong kosong di hadapan banyak manusia. Tubuh Adira mematung seperti batu, sementara tatapannya terus tertuju pada Gema yang mulai bersiap-siap untuk bernyanyi. Bagaimana dia bisa marah, kalau otaknya justru melakukan sebaliknya, ingin naik ke panggung lalu memeluk tubuh Gema erat-erat. Laki-laki itu … kenapa bisa bersikap seromantis ini? Perasaan tak nyaman yang menghinggapi benak Adira, lambat-laun menguap, digantikan haru yang merambat ke mata, hendak dicurahkan dalam bentuk tangisan bahagia. 

Your beautiful holy eyes look at me questioningly

Like you want to express your confusion

But, you just stay silent, waiting for me to explain everything

Gema terpejam, menikmati makna dari lirik yang dia nyanyikan. Kemudian, kelopak itu terbuka, mengunci pandangan pada Adira yang masih bergeming. 

So, how to start?

Oh, my love

If you knew that i really adore you

Your name is always on my mind

Never once did you leave my memory

Hubungan mereka mungkin belum lama, dengan perkenalan yang berlangsung singkat. Namun, Gema merasa Adira sudah menginvasi nyaris seluruh pikirannya dan menggeser nama Zora di hati. 

I still remember the taste of your lips even though our kiss is over

Like drugs, everything in you is really addictive

Mungkin sejak ciuman pertama mereka, perhatian Gema sudah tercuri. Karena alih-alih marah, Gema justru penasaran akan sosok gadis yang berani menciumnya di saat mabuk. Hanya saja, dia masih denial. Meski, tanpa disadari, dia mulai mencari tahu mengenai seorang Adira Isla. 

You are so naughty, Love

But, that's what makes me love you

Stay by my side

Don't lie to your feelings

Let's spend a beautiful night with a sweet kisses and me

G

ema berharap, mulai hari ini Adira menjadi semakin terbuka kepadanya. Keresahan yang menghantui, bisa dibagi bersamanya. Karena tanpa bisa dicegah, perasaan Gema semakin tumbuh di setiap harinya. 

He loves Adira Isla, a girl whose feelings are like an open book.

***

Janu langsung merangkul pundak Gema begitu mereka turun dari panggung. Senyum penuh arti terlukis di bibir, dengan alis bergerak naik-turun, menggoda. Mungkin bukan hanya dia, melainkan kelima temannya juga, terkejut dengan tindakan Gema beberapa saat lalu. Bagaimana tidak, tanpa diduga-duga, Gema membeberkan fakta mengenai hubungannya dengan Adira di festival besar, padahal sebelumnya dia terus menampik perasaannya yang diam-diam sudah bertaut pada gadis itu. 

Bahkan, Hara terus melayangkan ekspresi mengejek karena berhasil membuat Gema ketar-ketir setelah pernyataannya terkait kecocokan Adira dengan laki-laki yang bersamanya di mall. 

“Kayaknya omongan lo tadi keluar dari briefing, deh. Kenapa? Takut Adira diembat beneran sama layouter-nya? Siapa namanya itu?” Janu menggoda Gema yang sudah menatapnya sinis. 

“Enggak juga. Gue bicara begitu karena lirik lagu baru kita ada campur tangan Adira. Gue mengapresiasi karyanya, sekaligus pengin menegaskan kalau dia nggak perlu cemburu sama Zora.” Gema melepas rangkulan Janu, lalu duduk di sofa backstage yang sudah disiapkan untuk mereka. 

“Yakin? Kalau memang pengin confirm, kan, bisa lewat chat atau ketemu langsung. Nggak perlu koar-koar di depan penonton. Mereka juga pasti bingung dan penasaran sama perempuan yang lo maksud girlfriend.” Rakyan menambahi. Dia duduk di sebelah Gema seraya mengambil camilan yang sudah setengah terbuka—sebelum tampil, dia memang sedang memakan camilan. 

Gema merebahkan punggung di sandaran sofa lalu memejamkan mata. Ini salah satu konsekuensi yang harus dihadapinya saat memutuskan untuk mempublish hubungannya. Namun, teman-temannya sungguh cerewet, seolah-olah yang dilakukannya berpotensi menyebabkan perpindahan rotasi bumi. 

“Sekalian gue pengin kasih tau ke orang-orang yang udah hate Adira, kalau gue beneran suka sama dia, bukan karena Adira pengin dongkrak ketenaran sama gue.” Gema masih ingat bagaimana kata-kata penuh kebencian dilayangkan kepada Adira yang tidak tahu apa-apa. Dia kesal, tapi tak bisa berbuat apa pun. 

“Tapi, perasaan lo kayaknya nggak sedalam itu, deh. Zora yang katanya udah nggak lo peduliin aja, masih mencuri perhatian lo sampe-sampe lo nekat temenin dia,” tutur Panca.

Gema membuka sedikit matanya. “Gue lakuin itu atas dasar manusiawi. Gue nggak mau jadi manusia jahat yang pura-pura nggak tau apa yang dia alami. But when it comes to feelings, I never play around.” 

Keenam temannya saling melirik, memberi isyarat melalui ekor mata sebelum Tarangga yang berdiri sambil menenggelamkan tangan di saku celana, berucap, “Ya, gue cuma berharap lo nggak nyakitin Adira atas dasar manusiawi lo ke Zora.” 

Mendengar keraguan di nada bicara Tarangga, Gema hanya menggeleng. “Gue nggak ada kepikiran untuk nyakitin Adira.” 

Lying a little doesn't hurt anything, right? 

***

Ya ampunnn bentar lagi tahun baru nihhh. Apa nih resolusi di tahun 2025? Kalau aku, novel baru sihhh mwuehehehehe. And, fyi ajaaa, sebentar lagi couple kitahhh ini akan say goodbye sama kalian, setelah setahun lebih on going wkwk.

Jadii, siap untuk perpisahan dengan mereka dan menyambut couple baru?!

Sampai jumpa!

Bali, 29 Desember 2024

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top