26. Evidence Based

In the good in the world, you once believed in me

And I felt you and I held you for a while

Bet I could still melt your world

Argumentative, antithetical dream girl

Taylor Swift—Hits Different

***

Dikarenakan mama lembur, dan bibi sedang izin untuk menemani anaknya yang sakit, Gema tinggal berdua saja dengan Raden di rumah. Hari libur yang cukup membosankan sebenarnya. Tak ada kegiatan, hanya bermalas-malasan sambil bermain game atau mengganti saluran televisi. Latihan bersama Dwell Band juga ditiadakan—beberapa di antara mereka ada kesibukan yang tidak bisa diabaikan.

Dengan punggung yang diberi ganjalan bantal untuk mengurangi nyeri, Gema merebahkan tubuh di atas sofa, sementara kakinya berada di kepala sofa—posisi yang cukup aneh tapi nyaman bagi Gema. Ponselnya sedang mengisi daya, hingga Gema tak punya pilihan selain menonton kartun kesukaan Raden; Puss in Boots: The Last Wish. Lagi pula, tak ada bedanya kalau baterai ponselnya penuh, karena seseorang yang sangat ingin dia hubungi masih tenggelam dalam kesibukan. Jadi, apa yang bisa Gema lakukan?

Omong-omong, kenapa Raden lama sekali? Bukankah adiknya itu sedang ke pintu utama untuk mencari tahu siapa yang bertamu di hari libur ini? Dia juga sempat mendengar suara orang bercakap-cakap di depan sana. Gema sudah siap untuk menghampiri Raden andai saja dia tidak mendengar suara langkah kaki yang mendekat.

"Tuh, Bang Gema lagi nggak ada kerjaan. Gangguin aja."

Alis Gema bertaut. Sebenarnya, dengan siapa gerangan Raden sedang berbicara sampai-sampai menyeret namanya? Penasaran, Gema bangkit dari posisi tidurnya yang tentram, lalu menoleh. Alis bertautan berganti menjadi keterkejutan saat melihat sosok yang berjalan di sebelah Raden dengan Clowy berada di pelukan.

"Loh, Adira? Kamu..." Gema berdeham sebentar lalu melanjutkan, "datang di waktu yang tepat."Dia melukis senyuman manis. Meski tampak kebingungan dengan kedatangan Adira yang tiba-tiba, tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, tak dipungkiri kalau Gema cukup bersyukur. Beberapa saat lalu dia memikirkan Adira, dan gadis itu sudah muncul di hadapan. Mungkinkah ini yang disebut takdir? Akhir pekannya yang terasa suram, menjadi lebih berwarna.

Mendapat senyuman semanis madu dari Gema, Adira seketika salah tingkah. Laki-laki itu seolah-olah sangat menantikan kehadirannya, seperti menemukan harta karun. "Aku mau ngajar les Raden, kok. Nggak enak karena udah lama izin." Hanya jawaban itu yang terlintas di kepala Adira, yang justru menciptakan tanda tanya di wajah Gema dan Raden.

"Kenapa jadi aku? Ini akhir pekan, Miss. We don't have any schedule. Do not lie. Kalau memang mau ketemu Bang Gema, itu bukan suatu kejahatan yang harus disembunyiin." Raden mengambil alih Clowy dari pelukan Adira. "Aku nggak paham sama dunia orang dewasa. Full of lies. If you really miss my brother, just tell him. Susah banget kayaknya."

Adira nyaris tersedak ludahnya sendiri begitu mendengar sindiran Raden yang tepat mengenai ulu hatinya. Tak peduli sudah berapa lama dia mengenal Raden, nyatanya ucapan anak laki-laki yang sebentar lagi tingginya menyamai Adira itu masih sulit untuk diterima oleh telinganya.

"Buddy, your words are rude. Abang selalu bilang untuk perbaiki tata bahasa kamu karena nggak semua orang bakal maklum. Cepet minta maaf sama Miss!" Gema menegur Raden yang langsung memalingkan muka. Helaan napas meluncur dari bibir Raden sebelum berkata, "I'm sorry, Miss."

"Nggak apa-apa, Raden. Mungkin Miss yang belum terbiasa sama omongan pedes kamu." Adira yang merasa tidak enak, mengalihkan tatap pada Gema. "Aku yang salah, Gem. Seperti kata Raden, aku ke sini memang mau ketemu kamu. Tapi ... aku malu."

Cepat-cepat Adira menunduk, tak ingin melihat respons yang akan diberikan Gema karena tingkah anehnya. Sementara itu, di antara dua manusia yang sedang kasmaran, ada Raden yang menatap mereka dengan penuh kengerian—merinding di sekujur badan. Setahunya, Gema merupakan laki-laki paling logis yang Raden kenal dibandingkan teman-teman satu grupnya, tapi lihatlah sekarang. Bagaimana saudara Raden menyeringai lebar dengan bunga bermekaran mengelilingi di sekitar.

Lama-lama berada di sana, Raden bisa gila!

Sambil menggendong Clowy yang terus memberontak, barangkali mulai nyaman dalam pelukan Adira, Raden melenggang menuju kamar. Biarlah kedua pasangan yang sedang dimabuk asmara itu menyelesaikan kerinduan mereka.

"You know what, Ra? Aku berniat untuk hubungin kamu, tapi hape aku habis baterai. And, you're here. Is it destiny?" Gema mempertahankan senyumannya, memperhatikan tiap detail sisi wajah Adira yang manis. Pernahkah dia berkata kalau apa pun yang ada di diri Adira sangat menggemaskan?

"Lebay, ah! Kebetulan aja tadi aku lewat sini, jadi sekalian mampir. Aku juga mau periksa keadaan kamu pasca kejadian tempo lalu. Kalau ada apa-apa sama kamu, kan, itu karena salahku." Tak sepenuhnya jujur, tapi tak berbohong juga. Kedatangannya memang ditujukan untuk melihat keadaan Gema, maka dari itu dia membawa salep, jaga-jaga kalau misalnya Gema belum diobati.

"Badan aku masih terasa sakit, sih." Gema maju selangkah. "Kalau kamu pengin periksa, boleh banget," lanjutnya sambil mengurangi jarak, dua langkah lagi. Adira hanya mengamatinya dalam diam, sampai tiba-tiba tarikan pelan disertai kehangatan melingkupi tubuh, membuatnya terperangah.

"You are very busy. Aku bingung gimana caranya hubungi kamu. Takut ganggu dan bikin kamu gagal fokus." Gema semakin mengeratkan pelukannya dengan wajah tenggelam di bahu Adira, menghidu parfum kesayangan gadis itu yang beraroma manis. Baru sehari tak bersua, Gema sudah ingin berjumpa. Entah apa nama yang tepat dari perasaannya ini, dia mencoba menilik dan lebih mendalami karena menggelitik di hati.

"Thank you for coming," imbuh Gema sebelum mengangkat kepalanya sebentar. Warna kemerahan yang menyebar di pipi hingga ke telinga Adira merupakan pemandangan lucu yang pernah dilihatnya.

"Ngapain, sih, peluk-peluk? Nanti dilihat Raden. Malu!" Adira berusaha mendorong tubuh besar Gema. Tak tahukah laki-laki itu kalau sikap manjanya sukses membuat Adira tak bisa menahan diri untuk melompat-lompat kesenangan? Jangan sampai Gema mendengar degup jantungnya yang menggila. Berbahaya!

"Kalau lagi main sama Clowy, Raden suka nggak kenal waktu. Paling-paling dia bakal keluar kalau udah lapar." Gema melepas pelukan mereka, lalu melabuhkan tangannya di pipi bulat Adira sambil mengerutkan hidung. "Boleh cium, nggak?"

Adira langsung melotot dan spontan memukul lengan Gema. "Gema! Kamu hari ini kenapa aneh banget, sih? Kamu beneran sakit, deh, kayaknya."

Gema hanya senyum-senyum. Apa iya, hari ini dia terlihat aneh? Tapi kalau dipikir-pikir, Adira ada benarnya juga. Barangkali hal tersebut berhubungan dengan pengakuan Zora yang cukup mendadak. Terbukti dari bagaimana Gema kesulitan untuk sekadar memejamkan mata setelah mengantar gadis itu pulang ke rumahnya. Kepalanya terasa ramai. Tentang pertunjukan Dwell Band yang akan digelar dalam waktu dekat, perasannya kepada Adira, tangisan Zora yang menyesakkan dada, serta sang ayah yang entah sejak kapan mencoba menghubunginya—Gema berulang kali memblokir kontak ayahnya, tapi sebanyak itu juga dia kembali mendapat berbagai macam pesan maupun telepon.

Tentu Gema tak memberitahu mama, semata-mata karena tak ingin mamanya kepikiran hanya gara-gara pria yang sudah tega meninggalkan keluarga mereka. Sudah lelah sang mama bekerja untuk memenuhi kebutuhan mereka, Gema tak mungkin membiarkan wanita paling disayanginya itu berurusan dengan pria tak bertanggung jawab.

"Iya, punggungku kayaknya masih sakit, Ra." Gema pura-pura mengaduh, yang berhasil menimbulkan kekhawatiran di manik indah Adira.

"Loh? Beneran masih sakit? Coba aku lihat dulu." Adira membawa Gema menuju sofa lalu mendudukkannya. "Udah sempat diobatin?"

Gema menggeleng pelan. "Mana sempat. Aku sibuk latihan. Penginnya, sih, minta tolong sama Bibi untuk diobati, tapi Bibi izin."

"Untung aku beli salep dulu sebelum ke sini." Adira merogoh tasnya, mengeluarkan sebuah salep yang digunakan untuk mengurangi nyeri. Namun, pergerakannya seketika terhenti saat menyadari sesuatu.

"Kenapa, Ra?" tanya Gema, heran. Bukannya gadis itu sangat semangat untuk mengobatinya? Kenapa justru berubah ragu-ragu?

"Kamu ... obatin sendiri aja, ya. Atau minta tolong sama Raden." Adira mundur, merangsek ke ujung sofa. Apa yang hampir saja dia lakukan? Kalau dia memilih untuk mengobati Gema, itu berarti mau tak mau dia harus mengoleskan salep langsung ke punggung Gema.

Tidak, tidak. Jangan mengambil tindakan gegabah, Adira!

"Kan, ada kamu." Gema terdiam sebentar, sebelum paham maksud Adira. Sontak, tawanya pecah memenuhi seisi ruang tamu.

"Nggak usah ketawa!"

"Ya ampun, Ra. Kamu itu polos banget, ya? Perasaan, waktu kita ciuman terakhir kali di rumah Maharani, kamu nyaman dan menikmati. Sekarang kenapa jadi malu-malu cuma perkara mau ngobatin aku?" Gema menyuarakan kegeliannya di sela-sela tawa.

"Justru karena aku masih punya malu, makanya aku nggak mau ngobatin kamu." Adira membela diri, membuat tawa Gema semakin kencang.

"Shut up, Gema!"

"God, I really want to kiss you, Adira!" Gema mengusap sudut matanya yang berair. Dengan sisa-sisa tawa, Gema mendekat lalu meletakkan tangannya di sisi tubuh Adira, mengurungnya. Seringai jahil terbit di bibir Gema. "Let me kiss you just once. Just for once."

"Nggak!" Adira menutup mulut, sementara tatapannya meliar, tak ingin terhanyut dalam telaga gelap Gema.

"Kecupan aja, deh." Gema memberi penawaran.

"Kamu kira lagi belanja di pasar? Bisa nawar-nawar gitu? Enggak, Gema."

"Sudut bibir kamu aja, boleh?"

Adira masih mempertahankan keputusannya. "No kissing of any kind."

Gema hanya bisa terkekeh melihat sikap antisipasi Adira. Dan, sebelum benar-benar menjauh, suara dari arah lantai dua, menggema ke seisi rumah.

"Oh, my eyes! Go to the room right now!"

Gema dan Adira langsung berpaling, dan menemukan Raden sedang berdiri di dekat tangga dengan tangan yang menutup mata Clowy. They forget that they are not the only ones in this house.

***

Haii, balik lagi sama akuuu. By the wayy, sejujurnya aku kangen banget interaksi sama kalian wkwkw, belakangan ini kayaknya aku selalu kasih note yang terburu-buru di setiap part. Sooo, i just wanna know nihh. Are you having a good day? Or bad?

Sehat-sehat kah kalian? Ada masalah? Beban pikiran? Aku harap apa pun itu, bisa terselesaikan dengan baik. Dann, aku sangat berharap cerita-cerita aku ini bisa menghibur kalian di sela-sela berbagai macam complicated yang sedang dialami.

Just let me know u ya guyissss. Kalau mau ada yang jawab, mah gapapa, kalau mau diskip note ku ini juga gapapaa, asalkan jangan silent readers ya! Setidaknya tinggalkan jejak, nih di siniii. Barangkali bisa membuat aku tambah semangat untuk update. And, fyi aja. Cerita ini mungkin masih cukup panjang, tamat sekitar 40 part (?) maybe, idk.

Sooo gitu aja deh. Daripada banyak-banyak, pegel jari wkwk

Sampai jumpa lagi, ya!

Bali, 22 Agustus 2024

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top