17. Switch Sharply
Honey, life is just a classroom
'Cause baby, I could build a castle
Out of all the bricks they threw at me
And every day is like a battle
Taylor Swift—New Romantics
***
Sebelumnya, berkencan di Pet Shop tidak pernah terpikirkan oleh Adira. Alih-alih tumpukan buku bersama aroma yang khas, keramaian orang-orang di tengah kilau pasar malam, suasana temaram dengan layar lebar di hadapan, atau suara dentuman alat musik yang mengiringi penyanyi, Adira justru mendapati berbagai merek makanan beserta kebutuhan-kebutuhan—dari perlengkapan mandi hingga aksesoris—untuk hewan peliharaan yang terjejer rapi di rak display.
Adira cukup takjub dengan betapa niatnya si pemilik merawat hewan peliharaannya, yang dia yakini kalau harganya tidaklah murah. Namun, yang lebih membuat Adira takjub adalah; bagaimana Gema begitu serius saat melihat-lihat makanan khusus kucing. Laki-laki beralis tebal itu sibuk membolak-balik kemasan Kitten Food, entah untuk memeriksa ingredient atau memastikan kalau makanan tersebut sesuai dengan umur Clowy—12 bulan.
Sambil menunggu Gema menyelesaikan urusannya, mata Adira meliar ke sekeliling, sementara tangannya gatal untuk memegang beberapa aksesoris lucu yang pasti akan sangat manis kalau dipakai Clowy.
"Gem," panggil Adira.
"Hm?" Gema menyahut tanpa menoleh, masih asyik mencari makanan untuk Clowy tersayang.
"Kamu nggak mau ke sana?" Adira menarik lengan baju Gema pelan, membuat atensi laki-laki itu beralih kepadanya.
"Lo mau ke sana?" Gema balik bertanya, menatap rak display berisi aksesoris yang ditunjuk Adira menggunakan telunjuk. Anggukan pelan dari sang pacar menciptakan senyum manis di sudut bibirnya. "Sebentar, ya? Gue masih cari cemilan Clowy. Nanti kita ke sana."
Adira mengangguk, menunggu Gema dengan sabar. Sebenarnya, dia bisa saja meninggalkan Gema untuk sekadar melihat-lihat. Toh, dia juga tidak akan tiba-tiba kabur atau mencuri sesuatu. Hanya saja, saat suara lembut Gema membelai rungunya, saraf di dalam otak Adira mengirim sinyal untuk menurut. Katakan dia lemah, tapi siapa yang tidak meleleh diperlakukan demikian?
"Gue udah dapat makanannya. Jadi mau ke sana?" Gema memperlihatkan kemasan besar cemilan kering, cat stick, dan beberapa kaleng Kitten Food dari daging salmon yang diletakkan di dalam keranjang belanja.
"Nggak keberatan, kan?" Karena mungkin saja Gema hanya ingin membeli makanan Clowy, lalu pulang. Kesibukan laki-laki itu tidak bisa diprediksi. Ada saja yang dikerjakan Gema yang tak Adira mengerti.
Alis Gema terangkat. "Keberatan kenapa? Nggak ada yang salah, kok. Lagi pula, gue juga baru sadar kalau Clowy itu perempuan, dan mungkin kalau dibeliin aksesoris, bakal lucu. Selama ini, gue sama Raden ngurus Clowy. Kami nggak ngerti begituan. Jadi, kehadiran lo membantu banget."
Kehadiran lo membantu banget.
Mungkin itu hanyalah ungkapan spontan yang terlontar dari bibir Gema, tapi berhasil menimbulkan kehangatan di hati Adira. Matahari seolah-olah menyinari akar pohon di perut Adira yang merambat ke dada. Secara tidak langsung, Gema mengatakan kalau dia membutuhkan Adira, bukan?
Ah, hati mungilnya benar-benar murahan.
"Oke." Mencoba defensif, nyatanya Adira justru tampak linglung, menyebabkan kakinya tidak sengaja tersandung kaki lainnya. Bahkan, dia hampir memutar tubuh ke arah yang berlawanan, andai Gema tidak segera menyadarkan dengan kerutan bingung tercetak jelas di kening.
"Are you okay, Ra? Lo kelihatan nggak fokus." Kekhawatiran Gema terbayang melalui tatapannya yang terhubung dengan manik Adira. Dan, seperti biasa, dia begitu menyukai setiap bentuk ekspresi Gema yang ditujukan kepadanya—salah satu alasan kenapa buku catatan harian di kamarnya penuh. Tentu saja karena memuat tentang raut ekspresif Gema.
"Nggak apa-apa. Tadi, agak pusing sedikit. Kayaknya aku lupa minum penambah darah." Adira tersenyum tipis, tak sepenuhnya berbohong mengenai absennya meminum obat penambah darah. Namun, sikap Gema justru membuat degup jantung Adira semakin tak terkendali.
"Pulang dari sini, jangan lupa minum. Kalau perlu, gue ingetin." Gema mendorong pelan punggung Adira supaya jalan lebih dulu. "Ayo! Gue di belakang lo."
Begitu langkahnya berhenti pada tempat aksesoris khusus hewan peliharaan, Adira berdecak kagum. Tak pernah dia melihat aksesoris selengkap dan selucu itu. Mulai dari harness hingga kacamata gaya. Betapa necisnya Clowy kalau memakainya nanti. Seperti karakter kucing di film Barbie: A Fashion Fairytale yang Adira sering tonton.
"Ra, bagus nggak?" tanya Gema setelah meletakkan keranjangnya di bawah kaki, dan menunjuk kacamata pink fanta berbentuk strawberry.
"Buat Clowy? Bagus aja, sih. Tapi bukannya terlalu mencolok?"
"Yang bilang buat Clowy, siapa? Coba lo pakai, Ra." Gema menyodorkan kacamata tersebut kepada Adira, yang dibalas dengan kerutan samar di dahi.
"Kenapa aku yang pakai? Kan, nggak muat. Kacamatanya kecil." Adira menolak. Selain karena dia tidak ingin mempermalukan dirinya sendiri di depan Gema, dia takut kacamata tersebut akan patah kalau dipakainya.
"Kepala lo kecil juga. Nih, kayak gue." Gema mengambil kacamata biru metalik berbentuk kotak. Namun, saat dikenakannya, ternyata tidak muat. Alhasil, Gema hanya menahannya di hidung. "Kepala gue kegedean kayaknya."
Sementara Adira hanya mengulum bibir, menahan tawa. Tak bisa dibayangkan sebelumnya kalau Gema yang kece, memakai kacamata mini yang lebih cocok digunakan oleh Clowy. "Udah aku bilang juga."
"Nggak apa-apa. Ayo, pakai Ra! Biar serasi."
"Serasi apanya." Adira mendumel, meski senyum malu-malu terbit dengan kurang ajarnya. Kenapa laki-laki itu selalu mengucapkan kata-kata yang membuatnya salah tingkah begini?
Begitu Adira memakai kacamata—setelah melepas kacamata minusnya—Gema seketika tersenyum lebar. "Kalau lo bersaing sama Clowy tentang siapa yang lebih lucu, Clowy bakal jadi juara dua."
"Gem! Jangan bercanda, deh." Bisa-bisanya Adira disamakan dengan kucing. Lagi pula, alih-alih lucu seperti kata Gema, bukankah penampilannya kini tampak aneh? Rasanya, Adira ingin mengeluarkan ponsel dari saku celana untuk memeriksanya.
Namun, sebelum hal itu terjadi, Gema sudah merogoh ponselnya lebih dulu, membuka menu kamera lalu mengarahkannya kepada mereka berdua. "Ra, sini deketan. I want to take a picture."
"Ih, ngapain? Nggak mau." Adira menggeleng.
"Kapan lagi kita punya kesempatan foto begini? Lagi pula, dari awal pacaran, kita belum pernah foto berdua. Just, look at the camera, smile and cheers!" Gema menarik lengan Adira supaya lebih dekat dengannya. "Sorry, Ra, if I do this."
Adira pikir, Gema meminta maaf karena mengajaknya untuk berfoto, tapi ternyata tidak. Gema tiba-tiba merangkul bahunya! Tanpa sempat merespons tindakan Gema, tubuh mungil Adira sudah terperangkap ke dalam rengkuhan hangat Gema, membuatnya dapat menghirup aroma parfum laki-laki itu samar-samar.
"Cheers!" Foto berhasil diabadikan. Dengan pose Adira sedang melirik Gema yang menghadap kamera sambil tersenyum. Kacamata unik yang bertengger di hidung mereka berdua menambah kesan lucu di foto tersebut.
"Gem, aku belum siap!" Adira yang melihat hasil foto, langsung memprotes.
"Nggak apa-apa, udah bagus." Gema tentu tidak akan menyia-nyiakan foto sebagus itu hanya untuk mengulangnya kembali. Maka, dengan cepat, menu berpindah ke Instagram, hendak memasang story'.
"Akun Instagram lo apa, Ra? Biar gue follow," ucap Gema sambil mengutak-atik ponselnya.
Walaupun cemberut, Adira tetap memberitahukan akun Instagramnya—first account—kepada Gema, yang direspons anggukan sekilas. Tentu dia tak akan memberikan second account yang digunakan untuk stalking, bisa-bisa ketahuan kalau Adira sudah follow Gema dari dulu. Tak lama kemudian, ponselnya bergetar, pertanda ada notifikasi. Hanya akun Instagram Gema yang mulai mengikuti dan menandainya. Namun, saat mengeceknya, betapa terkejutnya Adira membaca caption yang dibubuhkan pada story' Gema.
My gf is so cute. Isn't she?
"Gema!"
He called her 'girlfriend'. Isn't Gema crazy?
***
Haiyooo!! Back againnn nih di hari Senin. Hope u like it, ya!
Sampai jumpaaaaa!
Bali, 29 April 2024
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top