14. Adorned With Love

Everyone wants him

That was my crime

The wrong place at the right time

And i break down, then he's pullin' me in

In a world of boys, he's a gentleman

Taylor Swift—"Slut!"

***

Mereka tidak langsung pulang, melainkan mampir ke playground dewasa, atas ajakan Gema. Katanya untuk merayakan hari pertama jadian. Meski hubungan mereka sebatas pura-pura, tapi sepertinya Gema tak berpikir demikian. Adira tak kuasa menolak, terlebih karena diam-diam dia juga menikmati kencan ini. Bukan di rumah, di mana ada Raden yang menjadi kambing hitam supaya Adira bisa leluasa menatap Gema, melainkan di tempat bermain, yang hanya ada mereka berdua dan orang-orang tak dikenal.

Jujur saja, Adira jarang ke tempat seperti ini. Biasanya, dia akan berburu makanan atau menonton film bersama Maharani. Namun, terhitung sudah dua kali Gema mengajaknya ke tempat bermain—sesuatu yang baru bagi Adira, dan pastinya menyenangkan karena bersama orang yang disuka.

"Adira! Take my ball or you'll get hit!" Gema sudah mengambil ancang-ancang, membawa bola karet untuk dilemparkan ke arah Adira. Di atas trampolin yang bergerak memantul, mereka memutuskan untuk bermain bola menghindar, setelah bersaing siapa yang melompat lebih tinggi. Adira tentu sudah mengetahui pemenangnya. Dengan tinggi badan yang cukup timpang, bagaimana bisa Adira menyaingi Gema yang setinggi galah dengan tubuh mungilnya?

"Jangan keras-keras lemparnya!" Berbeda dengan Gema yang menyeringai, Adira memasang ekspresi siaga, berharap bola tersebut berhasil ditangkap atau dihindari. Untuk kali ini, dia enggan untuk mengalah. Selain demi es krim yang mereka pertaruhkan, Adira juga tak ingin melihat ekspresi jumawa di wajah Gema yang sangat menyebalkan di matanya.

"Nggak bakal, asalkan lo bisa tangkap." Gema tertawa sejenak, sebelum melempar bola. Adira mencoba menghindar sambil berteriak. Helaan napas lega meluncur dari bibirnya saat bola tersebut tergeletak tak jauh dari tempatnya berdiri. Mengambil bola, dia langsung melemparnya ke arah Gema, tanpa aba-aba. 

Barangkali sudah memperkirakan pergerakan Adira, Gema berpindah dengan gesit. Seolah-olah sengaja, laki-laki itu melompat tinggi, membuat tubuh Adira yang belum siap, ikut bergerak dan terjatuh. Gema tertawa puas, sementara Adira cemberut, mengutuk perbuatan laki-laki di hadapannya.

"Gema! Kamu rese banget, sih." Kesal, Adira menangkap bola plastik berukuran cukup besar yang tiba-tiba jatuh ke arahnya lalu menyerang Gema, yang tepat mengenai tubuh laki-laki itu. Kini, giliran Adira yang tertawa.

"You are vengeful!" Meski begitu, Gema tak terlihat tersinggung dengan tindakan Adira. Gema justru melompat menuju Adira dan mengulurkan tangan.

Namun, alih-alih menerima, Adira merebahkan dirinya sambil merentangkan tangan, menatap langit-langit atap. "Capek, Gem. Istirahat dulu. Dari tadi kita udah main, loh." 

Gema tersenyum tipis. Berjongkok di sebelah Adira, dia mengetuk dahi gadis itu pelan. "Jangan lupa. You have lost to me. Jadi, lo harus traktir gue es krim." 

"Kamu curang! Sengaja lompat supaya aku kalah." 

"Am i? No. Lo kalah karena lo ditakdirkan untuk kalah. Nggak usah ngelak." Gema terkekeh kecil. 

"But, i also want es krim." Adira menepuk perutnya yang rata. Membayangkan es krim vanilla meleleh di dalam mulut, membuatnya menelan ludah. Ini semua gara-gara dirinya sendiri yang mencetuskan es krim sebagai hadiah bagi pemenang. Kalau tahu begini jadinya, lebih baik dia memilih makanan yang lain. Sup kodok misalnya.

"Then, you should buy it too." 

"Aku beliin kamu es krim, terus kamu beliin aku es krim. Gimana?" tanya Adira, mencoba mengajukan penawaran.

"Sama juga bohong namanya. Mending beli sendiri kalau gitu." Gema menggeleng, heran dengan jalan pemikiran Adira. Entah kenapa, dia merasa kalau Adira menjadi lebih berani dibandingkan sebelumnya. Bisa jadi hal ini terjadi karena status mereka yang sudah bukan sekadar teman lagi, ditambah dia yang menekankan kalau hubungan mereka tidak hanya sebuah perjanjian.

Menyadari perubahan itu, Gema sama sekali tidak keberatan. Adira yang dikenalnya selama beberapa waktu ke belakang tampak masih segan dengannya—mungkin menghargai Gema sebagai kakak dari muridnya—tapi semenjak kesepakatan yang terjalin, sedikit demi sedikit Adira mulai terbuka. Menunjukkan beberapa ekspresi yang sebelumnya tak pernah diperlihatkan.

"Gaji dari ngajar Raden, belum cair, Gem." Adira beralasan, lengkap dengan ekspresi memelas, seperti Clowy saat meminta makan.

Gema mendengkus geli, hingga hidungnya berkerut. Apakah hanya dia yang merasa kalau Adira tampak menggemaskan?

Mulut Gema terbuka, hendak mengucapkan sesuatu, tapi tertunda saat matanya menangkap sesuatu. Seketika, tangannya terangkat, menutupi kepala Adira sebelum sebuah bola karet mendarat, mengenai punggung tangan Gema lalu terpental ke arah lain.

"Maaf, Mas. Saya nggak sengaja." Seorang gadis buru-buru meminta maaf sambil meringis, menyadari kesalahannya yang hampir membuat kepala seseorang terkena bola.

"Iya, nggak apa-apa. Lain kali hati-hati. Untung pacar saya nggak kena." Gema memberinya senyuman tipis.

Pacar saya.

Adira melirik Gema yang masih memegangi kepalanya. Gema baru saja mengakuinya sebagai pacar di depan orang lain. Bukan masalah besar, karena memang begitu adanya, tapi tetap saja. Adira tak bisa menahan degupan di jantung, serta senyum yang terkulum. Dia masih belum percaya kalau mereka sudah berpacaran, di saat dia tak yakin kalau perasaannya terbalaskan.

"Ra, pergi dari sini, ya? Udah puas mainnya, kan? Kita cari makan." Gema lebih dulu bangkit, lalu membantu Adira untuk berdiri, sebelum gadis itu sepenuhnya tersadar dari lamunan.

And, as if struck by love magic, Adira follows in the footsteps of Gema, her boyfriend.

***

"Makan es krimnya sebelum cair."

Berbeda dari ucapan sebelumnya, Gema lah yang membelikan Adira es krim, dengan dalih kasihan kepada Adira yang belum mendapatkan gaji. Walaupun faktanya bukan begitu. Dari awal, Gema memang tidak berniat untuk ditraktir oleh Adira. Dia hanya sekadar bermain-main, sekaligus pendekatan untuk mengenal Adira lebih dalam.

"Kalau nanti aku dapat gaji, aku janji bakal traktir kamu, Gem." Adira mengangkat tangannya, berjanji dengan penuh semangat.

"Iya. Lo bisa traktir gue kapan-kapan." Gema mengambil posisi di sebelah Adira. Hari sudah sore, dan mereka masih berada di parkiran mall. Kebetulan, mobil Gema terparkir di rooftop, yang memudahkannya untuk menatap sunset seperti sekarang. Sambil menduduki kap mobil, Gema bisa melihat pantulan sang surya yang kembali ke peraduan di dalam kelereng indah Adira. Kemungkinan besar, gadis itu tak menyadari kalau sedang diperhatikan oleh Gema, karena terlalu sibuk dengan es krim vanilla yang diidam-idamkan.

Tak seperti matahari yang tenggelam, senyum Gema justru terbit dengan indah. Diam-diam, dia mendekatkan kaleng kopi yang dingin di dekat Adira, lalu memanggil gadis itu, "Ra."

Begitu Adira menoleh, pipinya langsung menerima rasa dingin yang mengejutkan. Spontan, mata Adira melotot. "Gema! Iseng banget, sih. Ya ampun."

Senyum Gema semakin mengembang. Belum pernah dia merasa sesenang ini. Ah, sepertinya menjahili Adira merupakan sesuatu yang menyenangkan dan akan menjadi kebiasaan.

"Is this your first time dating, Ra?" tanya Gema sambil membuka tutup kaleng kopi, lalu mendekatkannya ke mulut. Saat cairan kafein itu melewati tenggorokan Gema, rasa yang adiktif memenuhi dirinya.

Adira mengangguk tanpa berpikir panjang. "Iya. Ini pertama kali aku pacaran. Kenapa?"

"So, I'm your first man?"

"Eh?" Adira memiringkan kepala, menatap Gema.

"Kenapa nggak pacaran? Belum pernah ada yang nyatain cinta ke lo atau lo yang terlalu menutup diri? Kalau gue tebak, jawabannya yang kedua. Bener, kan?" Mata Gema menyipit, mencari persetujuan di kedalaman manik Adira yang sangat mudah ditebak.

Mata adalah salah satu organ yang tidak bisa berbohong, dan Adira tentunya tak punya bakat untuk itu.

"Bukan gitu, kok! Sok tahu banget." Cepat-cepat, Adira mengalihkan pandanganya dari Gema, fokus pada es krimnya yang hampir habis. Kalau dipikir-pikir, dia juga tidak tahu kenapa dirinya enggan untuk menjalin hubungan di masa sekolah. Padahal, sebelum menyukai Gema, dia juga pernah beberapa kali menyukai seseorang. Namun, hanya dengan Gema, dia bisa melakukan hal bodoh yang tak pernah terlintas di kepala.

"Terus apa?" Gema masih penasaran dengan jawaban Adira.

"Karena enggak pengin aja. Lagi pula, aku sibuk sekolah. Jadi, nggak ada waktu untuk mikirin hal-hal kayak gitu." Adira menjawab asal, sesuai dengan yang ada di otaknya saat itu.

Gema mengangguk, meski tampak belum puas dengan jawaban Adira.

"Kalau kamu gimana? Ini bukan pertama kalinya kamu pacaran, kan?" tanya Adira balik.

"Bukan. I've dated a few times before."

Jawaban yang diberikan oleh Gema tak mengejutkan Adira, walaupun perasaannya cukup tergores. Kenyataan kalau Gema pernah memperlakukan gadis lain sebaik ini membuat hatinya tidak nyaman.

Kebaikan Gema ke Zora adalah salah satu contoh, Ra! Seharusnya kamu nggak buta sama fakta itu.

"Tapi, nggak peduli sama apa yang terjadi di masa lalu, kita sekarang ada di masa depan. Jadi, gue nggak mau ambil pusing." Gema kembali menyegarkan tenggorokannya dengan kopi yang masih terisi di kaleng.

"So, what does that mean?"

Gema menghela napas. Dengan senyuman semanis madu, dia mengusap pangkal hidung Adira menggunakan punggung jarinya. "What that means is, now we're dating. So, just focus on our relationship. Understand, Ra?"

Adira didn't know what was wrong. But, her heart felt tingly with the butterflies flying around.

***

Annyeong! I'm backkkkkkk

Sesuai sama janji aku tadi, jadi hari ini aku up Mas Gema dan Mbak Adira, ya! Mudah-mudahan kalian suka sama adegan manis tipis-tipis ini wkwkwk

Oiyaaaa. Aku mau ngucapin selamat hari ibu untuk semua ibu hebat di seluruh dunia. Dan, buat calon ibu, selamat hari ibu jugaaa ❤️

Soooooo, sampai jumpa lagi!

Btw, Jan lupa follow Instagram aku @Syikalina

Kali aja dapet update an wkwk

Bali, 22 Desember 2023

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top