Pergi Memancing [2]
Jacques berulang tahun pada hari dimana dia pertama kali melihat rombongan pasukan protagon pulang dari Benteng Dursteed dan memenangkan perang atas Karibalum. Pada saat melihat betapa gagahnya para protagon dan betapa bangganya mereka, Jacques memutuskan bahwa dirinya akan menjadi seorang protagon paling hebat yang pernah ada.
Caesar menertawakan sejarah terjadinya hari ulang tahun bocah itu. Tawa yang sederhana namun jelas. Saat dia tertawa, lipatan-lipatan di sisi pipinya terlihat cukup dalam. Setelah tawanya berakhir, dia melanjutkan dengan minum sesuatu yang punya rasa dan aroma, kali ini teh.
"Kenapa? Aku sudah sendirian sejak pertama kali bisa mengingat sesuatu. Mana kuingat kapan aku lahir?"
"Tidak, tidak. Bukan! Bukan pada musim semi yang membosankan itu. Ulang tahunmu pada musim dingin. Satu setengah bulan sebelum tahun baru. Pada saat itu, dapur istana meledak, dan untuk makan, Raja harus berkeliling mengunjungi tempat-tempat makan di kota selama beberapa hari."
"Tidak penting sekali kejadian di hari ulangtahunku," keluh bocah itu dengan kecewa.
"Kau percaya?"
Bocah itu pun mengerti bahwa dirinya baru saja dibohongi. "Kau membohongiku lagi, Caesar?!"
Tawa Caesar kembali berderai. "Tapi aku serius. Kau lahir satu setengah bulan sebelum tahun baru. Pada saat itu, Detteroa dilanda badai salju yang deras. Tumpukan salju menggunung sampai menutupi pintu-pintu rumah. Tidak ada yang bisa keluar dari rumah bila tidak punya jendela di lantai dua. Tapi pada malam itu saat kamu lahir, salju-salju langsung mencair."
"Aku pahlawan, dong?" Jacques tersenyum lebar, bersiap untuk berbangga hati.
"Gara-gara semua salju itu mencair, Detteroa terendam banjir."
"Hahh??"
Hingga usianya enam belas tahun, Jacques selalu merayakan hari kelahirannya itu bersama Caesar. Mereka minum anggur sehangat api neraka, semanis dosa lalu tertawa bagai anjing jalanan tak bertuan. Bicara selalu menjadi lebih bebas setiap kali anggur ikut campur dalam percakapan. Tapi pada tahun dimana usianya menjadi tujuh belas, tidak ada lagi anggur.
"Kamu sudah dewasa sekarang." Mata Caesar yang gelap memantulkan cahaya obor di seberang jalan dan sebagian besar wajahnya tertutup bayangan dinding-dinding Dursteed yang kokoh.
"Tidak mungkin jadi bocah terus. Tapi, sepertinya kau tidak pernah menua, Caesar?"
"Kan sudah pernah kubilang, aku ini spesial."
"Tanpa penjelasan, sulit untuk mengingatnya dengan baik."
"Kamu belum siap untuk segala penjelasan." Kemudian Caesar menjelaskan, "masih terlalu hijau, belum apa-apa."
"Kau bercanda?! Bagaimana dengan griffon, lamia, anakonda, lizzardman, dan semua beast yang kubunuh itu?"
"Kau tidak melakukannya sendirian, Jacques." Caesar mengetuk-ngetuk dua jari tangannya kepada gagang katananya di pinggang.
"Baiklah. Kurasa, inilah saatnya, Jacques. Adieu?" dia mengulurkan tangan dan menunggu Jacques untuk menjabatnya.
"Tunggu dulu. Masih banyak yang harus kau jelaskan padaku. Kau tidak pernah menceritakan siapa kau sebenarnya, darimana kau berasal, dan kenapa kau datang untuk mengadopsiku hari itu."
"Pada saatnya nanti, kau akan tahu. Bila kau masih belum tahu juga, aku akan menjelaskannya. Janji," sekali lagi dia menawarkan tangannya, Jacques pun menyambutnya.
Mereka berpelukan sejenak, mengucapkan salam perpisahan yang singkat, kemudian saling berlalu.
"Oh, Jacques!" panggil Caesar seakan ada sesuatu yang tertinggal. Dia menunggu pemuda itu menoleh padanya lalu berkata, "jangan bawa Angelo di Benedito ke Hoffenburg."
Caesar mulai membuatnya kesal, nyaris membentak, Jacques bertanya dari jarak enam tombak, "kau ini benar-benar ... hei, jelaskanlah sedikit siapa orang itu? Tempat apa itu? Dan kenapa?!"
Caesar hanya menjawab pertanyaan terakhir, "karena kau akan mati bila itu terjadi."
Caesar segera berpaling dan meninggalkan markas para tentara bayaran, benteng Dursteed. Jacques Dupont menjadi Jake Lancer, dan tidak ada lagi si jangkung eksentrik bernama Caesar Dupont.
Umpan Jake digigit ikan. Jake menariknya. Umpan itu putus. Ikan itu kabur.
"Bukan hari keberuntungan Tuan Lancer hari ini, rupanya?" ledek Gabe sambil mengamankan ikan ketiganya.
"Aku sengaja melepaskan ikan itu kok. Kau kan sudah dapat tiga. Kalau aku serius, bisa-bisa populasi ikan di sana habis." Jake tersenyum angkuh.
"Kalau diingat-ingat lagi, Dullahan yang dihadapi Jane itu aneh juga ya? Bisa menyentuh tapi tidak bisa disentuh. Andai dia adalah peserta sebuah permainan, dia pasti yang paling pertama kena diskualifikasi." Gabe mempersiapkan umpan ketiganya.
"Harusnya Dullahan bukan hantu ..." pikir Jake. Dia mulai memutar ingatannya kembali, terakhir kali dia berhadapan dengan Dullahan adalah waktu Michael di Benedito masih jadi ketua klan.
Dullahan adalah sesuatu yang bisa disentuh dengan nafas para jiwa purba; Aether. Satu entitas dengan Banshee, dan berkat Dullahan, Jake berhasil mendapatkan perhatian dari sang ketua klan.
"Tapi bagaimana dia bisa selamat kalau Dullahan itu tidak bisa diserang?"
"Anu ..." Kia akhirnya bersuara. Dia sedang duduk di atas rumput dengan kedua lutut terangkat. Kulit kecolkatannya terlihat memerah di bawah sinar matahari siang Raffenwald. "Tadinya aku tidak yakin, tapi setelah kuingat-ingat kembali, sepertinya Dullahan itu memang tidak bisa disentuh, tapi senjata yang dia pegang itu bisa. Bahkan, aku mengusirnya setelah menyerang pedang itu."
"Jadi kuncinya ada pada pedang itu?" Gabe bergumam, sekalipun satu pintu telah berhasil ditemukan kuncinya, namun ada pintu-pintu terkunci lain yang muncul.
"Pedangnya seperti apa? pedang biasa atau...?" Jake bertanya.
"Pedang yang besar, tingginya setinggi manusia dewasa dari ujung kepala sampai ujung kaki. Ada kepala Dragon pada batas pegangan hingga pangkal pedangnya."
"Kepala Dragon sungguhan?"
"Bukan, sekalipun melihat sepintas, tapi aku tahu itu lempengan besi yang diukir serupa kepala Dragon."
Jake membayangkan pedang itu sambil menyusun kepingan demi kepingan deskripsi yang diberikan gadis itu. "Lebih mirip pedang hias dalam pikiranku. Bagaimana bentuk pedangnya? Lurus? Tebal? Melengkung?"
"Lebih tebal daripada pedang di punggungmu," jawab Kia.
"Oke, lalu?"
Kia memutar ingatannya lagi lebih keras. "Bentuknya lurus dan pada sisi lain melengkung sampai bertemu di ujungnya."
"Ujungnya melengkung, tidak?" tanya Jake.
"Tidak, lurus."
"Mirip pisau buah," Jake ingin tertawa.
"Nona, bila imajinasiku tepat, kurasa aku harus setuju dengan sahabatku ini bahwa pedang itu memang seperti pedang hias." Kata Gabe.
"Gabe benar. Walaupun tajam, aku akan lebih memilih pedang tanpa cita rasa seni buatan Lizzardman di punggungku ini daripada pedang itu. Pedang dengan bentuk seperti itu kalau berat dan besar tidak akan enak digunakan untuk berkelahi."
Kemudian dengan penuh sok tahu, kedua orang pemuda itu mulai ribut berdiskusi sendiri mengenai betapa tidak nyamannya pedang seperti itu. Karena ujungnya tidak melengkung, tidak aerodinamis, katanya. Hanya bagus buat menusuk, katanya. Itupun kalau lawannya tidak banyak bergerak, tambahnya.
Akhirnya dua pemuda itu malah jadi sibuk mencaci maki penciptanya.
"Siapa sih penempa bodoh yang menciptakan pedang tidak berguna seperti itu?"
"Pernikahan antara Tuan Besi Ekstra dan Nyonya Waktu Ekstra, menghasilkan anak bernama Pedang Berbobot Ekstra."
"Pedang jumbo penebas ketiadaan." Celetuk Jake.
"Jangan-jangan sungguhan ada orang bodoh yang berpikir pedang itu berfungsi baik di medan perang dan menggunakannya di peperangan." Gabe mulai mengarang cerita. "Kemudian dia benar-benar menggunakannya di medan perang. Saat dia mau mengangkat pedang itu, ternyata terlalu berat. Akhirnya kepalanya berguling duluan ke dalam rawa. Orang itu penasaran, mau balas dendam, tapi karena tidak punya kepala, siapapun dikejar."
"Kalian berdua ini benar-benar aneh ..." tegur Kia dengan serius. Dia sangat serius.
Dua orang pemuda itu segera berhenti berkelakar.
"Andai kalian melihat bagaimana Jane waktu itu, mungkin kalian tidak akan menertawakan makhluk menyeramkan itu sekarang. Jane terlihat sangat menyedihkan saat itu ... kasihan sekali dia ... dia hampir mati! Tapi dia terus berlari agar dia bisa terus hidup. Kok bisa-bisanya kalian menertawakan ... aku tidak mengerti apa yang kalian pikirkan!"
Tidak ada lagi yang berani bergurau, karena Kia benar-benar kesal sehingga berjalan pergi meninggalkan mereka.
"Tuh, kamu sih!" sahut Jake.
"Tidak baik melimpahkan kesalahan pada orang lain sementara kau sendiri juga melakukannya." Balas Gabe.
"Baiklah, saatnya Jake ganteng membujuk si cantik berkulit gelap itu." Jake menancapkan pancingannya yang baru saja digigit ikan itu di atas tanah. Tapi si pemilik pancingan itu tidak terlihat peduli pada si ikan yang terjebak pada kail pancingannya.
"Hei, tunggu dulu, tuan Lancer." Gabe merentangkan tangannya untuk menahan langkah Jake. "Kau tidak perhatikan sejak tadi?"
"Apa?"
"Satu-satunya orang yang membuatnya tertawa, satu-satunya orang yang bisa membuatnya tersenyum?"
"Apaan sih?!"
"Ada yang bilang; bila kau ingin menakhlukkan seorang wanita, buatlah dia tertawa. Dan orang yang berhasil melakukannya sejak tadi tidak lain adalah aku."
"Minggir, parkit kecil!" Jake mendorong temannya agar menyingkir dan dengan tak acuh berlari-lari kecil mendekati Kia yang mulai tampak jauh.
"Semoga berhasil, anjing liar!" seru Gabe dengan kesal. Dia menggapai pancingan Jake yang sedang ditarik-tarik ikan dan mencoba untuk menangkapnya.
"Ayo ... ugh ... kau seorang pendekar danau rupanya, tuan ikan?" sesekali matanya melirik pada sahabatnya si anjing liar yang sedang berbicara dengan seorang gadis berkulit hitam kemerahan. Dalam hati berharap si anjing liar gagal mengambil hati si cantik itu.
Gadis itu sesekali membuang muka. Bagus, itu berarti dia tidak tertarik pada Jake.
Beberapa kali pula Gabe melihat gadis itu melipat tangannya dan bergerak-gerak seakan ingin segera pergi dari sana. Yeah! Jake harusnya sudah mengobarkan bendera putih sekarang!
Pada akhirnya, gadis itu mengangkat tangannya dan segumpal air danau naik menyiram Jake. Pemuda itu mencoba menghindar, namun ketika air danau itu membeku, salah satu kakinya terjebak. Gabe menyeringai lebar.
"Hei...!!" terdengar seruan Jake sambil berusaha menarik kakinya yang terjebak.
"Kia, kau mau ke mana?" Gabe harus berbicara setengah berseru pada gadis itu karena jarak mereka cukup jauh dan juga mereka berada di tanah terbuka.
"Aku harus kembali sekarang, Gabe. Firasatku tidak enak." Kia memanjat kudanya dan cepat-cepat berputar melajukan kuda itu kembali ke Raffenwald.
Dengan seekor ikan besar yang gemuk di tangan, Gabe menghampiri sahabatnya. "Jangan terlalu kecewa, setidaknya kau dapat ikan terbesar hari ini."
"Gadis keparat! Awas dia!" gerutu Jake sambil terus berusaha mengelas pilar es artifisial itu dengan semburan api biru yang keluar dari ujung jari telunjuknya. Hidup bersama Caesar sudah membuatnya hafal kekuatan dan kelemahan elementer es. Dia sudah tahu bahwa es ciptaan seorang elementer sangat sulit dicairkan.
"Memangnya apa yang kau katakan sehingga dia tersinggung?"
Jake hanya menatap temannya itu dengan tajam. Siap untuk menerkam leher Gabe bila pertanyaan itu diungkit lagi.
"Oke, lupakan."
Jake menghunus pedang lizzardman di punggungnya untuk menebas pilar es itu sampai rontok sehingga kakinya terbebas.
"Ayo pergi dari sini!" sambil menyarungkan kembali pedangnya, dia menerjang kudanya tanpa menghiraukan ikan besar di tangan Gabe sama sekali.
"Hei, Jake. Kau tidak berpikir untuk... kau tahu, dia perempuan! Jangan kau pukul rata semua orang!" Gabe menahan tali kekang kuda Jake erat-erat, cemas sahabatnya ini akan membuat perhitungan pada gadis itu.
"Kau tidak dengar apa katanya tadi?" tanya Jake.
"Apa?"
"Firasatnya tidak enak, dan dia buru-buru pulang ke Raffenwald." Jake menatap temannya tajam.
Satu nama yang muncul dalam benak Gabe; Angelo di Benedito. Dia sudah sampai di Raffenwald untuk kepala Jake, dan mungkin kepalanya juga.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top