Masuk ke Mulut Buaya

Kedua tangan terikat pada pilar utama tenda, di sebelah kanan Jake ada Kia, dan di kiri terikatlah Jane. Di belakangnya ada Gabe sedang menyandarkan kepalanya pada pilar itu, memejamkan mata dan menjulurkan lutut. Mereka mencoba beristirahat dan menahan lapar. Gabe teringat kembali pada ikan-ikan yang berhasil ditangkapnya tadi siang, dan perutnya kembali protes minta diisi.

"Siapa yang tidak lapar? Angkat tangan," dia melantur. Beberapa saat kemudian dia berkata lagi, "yak, kita semua lapar. Penjaga! Tolong bawakan makanan!"

"Gabe, diamlah," tegur Jake. Kepalanya cukup pusing saat waktu bergulir semakin malam, cahaya bulan Indigo semakin kuat.

"Kenapa penglihatanku bisa salah? Aku tidak melihat mereka menjaga sawah, aku melihat mereka menjaga pintu gerbang desa yang akan kita lalui!" bisik Kia penuh penyesalan.

Jake ingat saat dia dan Caesar sedang menerima tugas dari seorang senat Detteroa untuk mengungkap kasus korupsi seorang pejabat di istana. Pejabat itu selama ini sangat lihai dan aman, selalu selamat dari investigasi. Dia selalu selangkah dua langkah lebih cepat sehingga tim investigasi tidak pernah menemukan bukti yang mendukung tuduhan korupsi tersebut.

Caesar menerima tugas itu dengan senang hati lalu menunjukkan pada Jacques muda bagaimana dia memanipulasi penglihatan seer dari pejabat tersebut sehingga dia salah langkah. Akibatnya, tim investigasi berhasil menemukan bukti korupsi tersebut dan kini pejabat tersebut diasingkan di pulau sebagai tahanan negara.

"Bagaimana kau melakukannya? Itu keren sekali!" kata Jacques muda sambil menikmati makanan paling enak di Detteroa.

Dan jawaban Caesar hanya sebatas, "karena aku spesial, Jacques."

"Ayolah, ceritakan sedikit saja!"

"Baiklah, aku beritahu. Selain aku, tidak ada seer lain yang bisa melakukannya. Bila mereka ingin melakukan manipulasi visualisasi itu, mereka harus menjadi aku." Caesar mengakhiri ucapannya tersebut dengan senyum sudut yang menimbulkan celah lipatan kulit pipi yang cukup dalam.

Persis seperti orang jangkung berjubah kelabu itu, yang sedang berbicara dengan seorang penjaga tenda di luar sana. Jacques tidak melihat keseluruhan wajahnya, tapi entah kenapa dia merasa begitu yakin pernah mengenal lelaki berjubah kelabu itu. Terutama karena tinggi badannya, karena gerak-geriknya yang penuh percaya diri, seakan dia yakin bahwa dia ganteng, dia tahu itu, dan dia menggunakannya dengan baik.

"Harusnya orang itu tidak ada di sini ..." desis Kia.

"Siapa? Yang ujung rambut pirangnya menyentuh pantat?"

"Bukan! Orang bermantel kelabu itu. Yang sekarang sedang bicara dengan penjaga itu."

Tepat saat itu, orang bermantel kelabu itu membuka kerudung di kepalanya. Jake merasa ingin meludah, dia benar-benar berharap Aether kembali ke paru-parunya sehingga bisa mengumpulkan kekuatan untuk melepaskan diri dari tenda ini. Dan hal pertama yang akan dia lakukan adalah menerjang orang itu lalu memberinya satu tinju kuat di wajah. Tidak peduli setelahnya puluhan pemanah akan menghujani tubuhnya dengan panah.

Itu Caesar! Dia kenal wajah itu, dia kenal cara orang itu menatap. Sepuluh tahun hidup bersamanya, Caesar tidak pernah berubah sedikitpun. Keriput baru tidak pernah muncul, bercak hitam tidak pernah terlihat, dia selalu berada dalam kondisi yang sama, semuda pria dewasa berusia 30 tahun. Dia hanya mengecat rambutnya yang putih kebiruan dengan warna hitam. Selebihnya, dia adalah Caesar.

Dan yang lebih menyebalkan, orang itu menatapnya lurus-lurus dengan senyum penuh kemenangan lalu berpaling dan berlalu dengan gayanya yang penuh percaya diri, masuk ke tenda milik di Benedito.

Brengsek! Maki Jake dalam hati. Aku tidak tahu dia mau ke mana saat kita berpisah di Dursteed. Aku kira dia mau apa, ternyata dia bergabung dengan di Benedito! Sial! Sial! Sial!

Bagaimana rasanya bila seseorang yang sangat kita percayai, yang begitu banyak mengajarkan hal berarti dalam kehidupan, yang selalu ada pada saat kita berada dalam fase pertumbuhan, kini berada di pihak yang bertentangan? Dan senyum di wajah orang itu membuat Jake merasa dijebak. Ada permainan yang dia lakukan untuk mengarahkan Jake hingga berada di Hoffenburg sekarang. Dan dia tidak tahu apa. Ada sesuatu yang dia permainkan di sini. Caesar bermain catur sekarang, dan semua yang terlibat adalah pion-pionnya. Termasuk di Benedito.

"Kau mengenalnya?" tanya Kia secara tiba-tiba. Mungkin gadis itu merasakan emosi yang terpancar dari diri Jake. Atau mungkin Kia menangkap badai kenangan yang dihantarkan otak Jake saat dia menyadari bahwa seer di Benedito adalah Caesar yang sudah mengecat rambutnya.

"Dia ayah angkatku. Tidak salah lagi," bisik Jake penuh dendam.

"Ayah angkat? Maksudmu, seer itu adalah Caesar? Caesar Dupont?" Gabe langsung bereaksi.

"Apa? apa? apa yang terjadi? Gabe? Jelaskan padaku, ada apa ini? siapa ayah angkat Jake?" tanya Jane bertubi-tubi.

"Sudahlah, dia pura-pura tidak kenal, anggap saja aku hanya melantur." Kata Jake.

"Aku turut menyesal untukmu. Tapi aku benar-benar heran, dia sangat aneh ..." bisik Kia.

"Dia memang eksentrik. Orang eksentrik selalu aneh." Kata Jake.

"Bukan, bukan itunya. Dia seperti sesuatu yang semu, antara nyata dan tidak nyata. Maksudku, pada dasarnya semua hal yang akan terjadi sudah tertulis oleh takdir, takdir sudah menyediakan pilihan-pilihan untuk kita ambil. Beberapa pilihan dapat menentukan hasil akhir yang berbeda-beda. Tapi orang itu ... dia sama sekali tidak tertulis. Tidak bertakdir. Dia tidak seharusnya berada di sini atau di manapun. Tapi dia ada, dia ada di manapun yang dia mau dan dia akan melakukan apapun yang dia mau. Aneh," ujar Kia.

"Aku tidak mengerti maksudmu," Jake menyandarkan kepalanya ke pilar tenda.

"Memangnya ada makhluk di dunia ini yang tidak bertakdir?" tanya Jane. "Semua sudah ditentukan Tuhan. Tuhan sudah menginginkan kita ditangkap, Tuhan sudah menginginkan kita bertemu di Hoffenburg. Apa yang terjadi sekarang adalah kehendak Tuhan."

"Iya, tapi maksudku ..."

Gabe memotong ucapan Kia untuk menghindari debat tak berujung, "Kia, menurutmu, siapa dia?"

Hening sejenak.

"... aku tidak tahu. Bahkan dewa pun punya takdir. Tapi dia tidak."

Sekali lagi Jake teringat ucapan yang selalu dikatakan Caesar; karena aku spesial.

Dan baru setelah mendengar ucapan dan penjelasan Kia, Jake mencoba untuk memikirkan, kenapa dia spesial. Siapa dia? Tapi saat dia memikirkannya, rasa terkhianati dan dipermainkan oleh orang yang begitu dipercayai kembali mengusiknya. Dan Jake kembali marah.

"Aku tahu kau merasa benar-benar kacau sekarang, Jake. Tapi sudahlah, jangan dipikirkan. Coba alihkan pikiranmu ke hal lain," kata Kia.

"Bukan urusanmu."

Kia mengeluh, kadang dia berharap dirinya lahir sebagai orang biasa. Lahir sebagai seer membuatnya menjadi sangat peka terutama terhadap perasaan dan pikiran orang lain. Bila ingin diibaratkan dengan sesuatu yang nyata, Jake ibarat pilar api yang meledak-ledak sekarang. Orang itu sedang marah berat, beruntung malam ini bulan Indigo sedang menguasai langit sehingga dia tidak punya Aether untuk melampiaskan kemarahannya.

***

Seorang pria jangkung masuk ke tenda di Benedito, mantel kelabunya masih lekat membungkus bahunya yang bidang. Di Benedito sedang mendengarkan orang-orang kepercayaannya berkelakar dan memuji-muji dia. Cawan anggur manis di tangan kiri, di Benedito harus mengakui bahwa dia suka dijilat.

Begitu melihat pria jangkung itu berdiri mengawasi isi tenda, di Benedito segera berdiri dan merentangkan tangan menyambut pria itu.

"Ah, Ignus! Mataku di kejauhan. Tidak biasanya kamu masuk ke dalam tenda dan bergabung bersama yang lain."

"Tentu saja itu karena ada sesuatu yang harus kita bicarakan sekarang."

Di Benedito segera memberi isyarat pada para penjilat itu untuk meninggalkan tenda. Satu demi satu mereka mengeloyor pergi dan tinggallah dua orang pria duduk dengan cawan anggur manis di tangan.

"Apa yang ingin kau bicarakan?"

"Tentu saja, mengenai impian anda."

Senyum terkembang di wajah di Benedito, membayangkan dirinya kembali bersatu dengan Warog.

"Ya, impianku. Sudah lama aku selalu berharap bisa kembali mengabdi pada tuanku, Pangeran Andrei. Dan berkat kau dan nasihat-nasihatmu, kini aku kembali bernafas Aether dan Warog di depan mata. Tinggal satu langkah lagi baru aku bisa menemui Pangeran dan kembali padanya." Mungkin anggur yang membuat di Benedito mengungkapkan kenangannya yang membanggakan tersebut.

"Nah, aku harus katakan padamu, ada satu masalah penting yang harus kau tangani. Tentu saja anda pasti tahu, jalan menuju impian itu penuh aral rintangan dan panjang berliku. Hanya dia yang gigih bertahan pada masa sulit dan mampu beradaptasi yang bisa keluar sebagai pemenangnya."

"Ya sudah, bilang saja apa masalah itu dan bagaimana aku harus menyelesaikannya."

Ignus memulai dengan pertanyaan, "tuanku pernah ke kastil Hoffenburg?"

"Aku belum pernah lihat. Tapi aku tahu Warog-ku ada di sana."

"Di sana masalahnya. Tempat ini adalah tempat dengan nilai sejarah yang sangat tinggi. Di sinilah Reigner, ayah dari Raja Karibalum dan Detteroa lahir. Tempat ini adalah akar dari dua negara raksasa di Barbandia Utara.

"Seberapa pentingkah pelajaran sejarah bagi jalanku menuju Warog yang telah lama kurindukan itu?"

"Sepenting anak kunci yang anda perlukan untuk dapat membuka peti harta karun." Jawab Ignus.

"Baiklah, mungkin malam ini kita beristirahat dan besok aku akan menjadi pelajar kelas sejarah legenda Karibalum dan Detteroa." Angelo di Benedito tertawa lalu melemparkan satu koin emas dan ditangkap Ignus.


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top