Berburu Buronan
Di tepi hutan, Lizzardman bernama Nerod bernafas berat memandangi seongok bangkai kadal raksasa yang membujur kaku dengan tubuh hangus terbakar. Terlihat bagaimana perutnya menganga, robek oleh benda tajam. Ada panah menancap menembus salah satu rongga matanya. Jasad itu sudah basah karena semalam terguyur hujan deras. Golok besarnya telah hilang.
Sebatang pohon pinus malang roboh sekali hajar oleh palu godam Nerod yang murka. Seorang manusia anggota guild ditendang hingga jatuh tersungkur, lalu kepalanya akan menjadi sasaran palu godam di tangan.
"Sabar," tegur Angelo di Benedito dari atas kudanya, sebelum kepala anak buahnya yang histeris itu remuk. "Jake hanya manusia, tembus jantungnya dengan ujung pedang dan matilah dia."
"Dia membunuh saudaraku!" Nerod menggeram.
"Lihatlah panah yang menancap di mata saudaramu itu. Jake tidak sendirian. Pasti temannya yang pakai topi bulu itu juga ikut membantu. Siapa namanya?" di Benedito memijit area di antara kedua alisnya dengan jari telunjuk dan jari tengah.
"Gabriel Feux," jawab salah seorang anak buahnya.
"Ah, ya. Putra Professor Thomas Feux, penulis tiga buku mengenai Ragnarok, dan ilmuwan yang direkrut Guthree untuk menginovasi kristal sihir. Sudah pasti dia menguasai teori-teori dunia sihir seperti ayahnya," kemudian di Benedito kembali berpaling pada Nerod. "Kau mengerti sekarang? Jake bersama orang yang mengetahui rahasia kalian. Itu sebabnya bila ingin menangkapnya, kita butuh taktik dan strategi."
"Terserah! Yang penting aku yang bunuh dia!" geram Nerod, dengan gemas mengayun-ayunkan palu godamnya seakan manusia bernama Jake ada di hadapannya.
"Yang penting sekarang adalah," ujar di Benedito. "Bagaimana caranya agar kita menemukan jejak mereka."
"Katamu mereka ke Hoffenburg?!" sahut Kuron, Lizzardman dengan kampak.
"Kata harapanku," di Benedito mengarahkan kudanya untuk melangkah maju ke tepian hutan, dari antara dua pohon pinus, terlihat dua gunung berjejer di kejauhan. Antara dirinya dengan dua gunung itu terdapat jurang. Dibalik dua gunung tersebut, ada hutan berkabut yang akan mengantar mereka menuju Hoffenburg.
Salah seorang anak buahnya akhirnya kembali membawa kabar baik. Ia telah menemukan sepasang jejak kuda yang masih baru, tergenang air hujan menuju selatan.
"Hoffenburg!" di hadapan kedua lizzardman itu, Angelo di Benedito merentangkan kedua tangannya, mungkin agar dirinya terlihat lebih besar. Namun sorot matanya terlihat begitu ambisius, jiwanya yang terbakar terlihat jelas tidak sabar untuk sampai di tempat itu.
"Ayo bergegas. Kalian ingin membunuhnya, bukan?"
Kanan tebing, kiri jurang. Malam hujan, pagi becek. Persediaan makanan mulai habis, para prajurit mulai berburu. Namun berburu tidak semudah yang diceritakan di novel-novel. Terutama bila tidak biasa. Salah seorang dari mereka diterkam harimau, tidak sampai mati. Tapi mereka harus meninggalkannya di sana karena teman mereka itu sudah cacat tubuhnya.
Klan Brotherhood mulai ragu pada di Benedito. Kenapa dia tidak membuat kalung baru? Bisik mereka dengan hati-hati. Mungkin karena kalung itu terlalu mahal. 50.000 koin emas! Bahkan raja pun melamar permaisurinya dengan kalung kawin seharga 30.000 koin emas. Orang gila mana yang mau melamar perempuan semahal itu? Mungkin di Benedito hanya menunjukkan kesungguhan cintanya terhadap Gloriana. Mungkin karena nilai kalung itu, dia tidak mau melepaskan Jake Lancer.
Bila mereka berhasil mendapatkan kalung itu, mungkin mereka akan mendapatkan hadiah uang, tapi layakkah semua perjalanan ini demi beberapa keping koin emas? Oh, mungkin pangkat mereka akan naik, jadi kapten misalnya dan suatu saat menyingkirkan di Benedito dari posisi ketua. Yang penting mereka harus bisa selamat selama perjalanan ini, jangan sampai kehilangan aset berharga seperti anggota tubuh. Atau nyawa.
Pagi ini becek. Tidak hanya itu, hujan turun deras sejak semalam. Tanah-tanah merah jadi begitu licin, Pepin yang belum makan sejak semalam itu tergelincir, meluncur langsung ke jurang. Bagaimana Jake bisa melalui medan sulit seperti ini merupakan misteri bagi mereka. Memang Jake dikenal memiliki kemampuan kinestetik yang jauh lebih baik daripada mereka, terbukti saat pertempuran melawan Dragonoid di Benteng Dursteed yang memenangkan Gloriana untuk di Benedito. Tapi apa itu semua cukup masuk akal? Bagaimana dengan temannya, si anak Professor Feux? Sepertinya dia bukan jenis orang yang tangguh dan biasa di alam liar. Bila hendak pergi bersama, tentunya mereka harus bisa bekerja sama atau Jake harus menggendong temannya sepanjang jalan. Dan bila itu terjadi, akan sangat membebani. Lalu bagaimana cara mereka berdua melalui medan sulit ini?
"Lord di Benedito!" seorang prajurit yang ditugaskan untuk memantau jalan kembali dengan salah satu daun telinga robek. Darah dari lukanya berhamburan ke wajah. "Monster! Monster di depan!"
Pria berambut pirang itu dengan anggun melangkahkan kudanya maju, "dan hanya kau yang kembali?"
"Dia memakan Fletcher dan Adol!"
"Menarik. Monster apa yang ada di sana?"
Si pelapor itu terengah-engah sebentar, lalu menyeka air liurnya yang menetes. "Tanaman, punya gigi, mulutnya sebesar pintu dan ada sulur-sulur panjang ..."
"Oh, maksudmu fricodille."
Di Benedito menghunus pedang dan maju tanpa gentar. Agak jauh, menuruni jalan yang telah dibuka tiga anak buahnya, ia menemukan sepatu boots dari kulit rusa yang berlumpur. Namun ada noda lain pada permukaan kulitnya. Tampak seperti cairan yang kental berwarna gelap kemerahan. Tidak perlu mendekat untuk menebak bahwa cairan itu adalah darah. Di dalam sepatu boots itu, ada potongan daging yang masih merah, menyembul di tengahnya, ada semacam pipa berwarna putih, itu adalah tulang.
"Hmm ... ini sebabnya kamu selalu kujadikan pasukan pemantau, Jake. Harus kuakui, sulit mencari gantimu," gumam di Benedito. "Ada sesuatu, ada sesuatu dalam dirimu yang spesial."
Di hadapannya, ada sesuatu yang berwarna hijau, bulat, ada celah melintang di badannya yang ditumbuhi deretan gigi taring. Di Benedito bisa mendengar suara kecapan mulut besar itu sedang mengunyah sesuatu yang sedikit lengket. Lidah bercampur darah segar, dilumasi liur lengket bening kekuningan. Ada potongan tangan masih utuh tersangkut di mulut fricodille, entah milik Fletcher atau Adol.
Di Benedito mengangkat pedangnya tinggi, ada sinar keluar dari dahinya membentuk sebuah simbol huruf kuno. "Makan siang sudah selesai!"
Saat dia mengibaskan pedangnya, berembuslah angin membawa sekumpulan debu dan kerikil, masuk ke dalam celah mulut tanaman buas itu. Makanan di dalam rongga mulutnya bercampur dengan debu dan batu, fricodille memuntahkan santap siangnya ke tanah becek. Tampaklah tubuh dua orang manusia yang baru setengah tercerna oleh asam pencernaan monster itu, seperti patung lilin yang melepuh dan meleleh. Wajahnya sudah tidak dapat diidentifikasi lagi.
Makhluk itu menusukkan sulur-sulurnya yang berduri, namun mereka terpenggal di ujung pedang di Benedito yang tajam. Lendir hijau berbuih memuncrat dari luka sayat.
Di Benedito mengangkat tangannya yang kekar, dan tanah tempat akar fricodille tumbuh pun berguncang. Bongkahan-bongkahan tanah naik ke udara, kemudian asap keluar dari sela-selanya. Bebatuan itu terbakar api dan menyala, kemudian menghujani tubuh fricodille bertubi-tubi. Tanaman itu menggunakan sulur-sulur tersisa untuk melindungi tubuhnya. Namun sulur-sulur itu terbakar dan robek seperti kertas rapuh dihujam panah api.
Fricodille menganga, melepaskan gas berwarna hijau muda.
"Awas, racun asam!" para anak buah di Benedito memilih untuk melarikan diri meninggalkan area tersebut. Salah seorang mereka yang terbelakang, baju besinya meleleh terkena partikel gas tersebut. Ia cepat-cepat melepaskan pakaiannya sebelum punggungnya ikut meleleh.
Tapi di Benedito bergeming, ia melepas selubung angin untuk melindungi tubuhnya dan selamat dari abab asam. Ia mengangkat tangan menunjuk sebuah tebing, perlahan gunung batu itu bergetar. Makin lama getarannya makin kuat dan timbul suara gemuruh, sebongkah batu cukup besar untuk menutup pintu gerbang kota, tercabut keluar dan meruntuhkan tebing itu.
Di Benedito membelesakkan bongkahan batu besar itu ke dalam mulut fricodille yang mengangga. Tanah yang menyangga akar monster tanaman itu retak, kemudian runtuh. Si tanaman mengerikan tersebut jatuh ke bawah jurang yang tidak terlalu dalam, dimana ada sungai dangkal mengalir mulus menuju selatan.
Dan sadarlah di Benedito, "jadi begitu rupanya tipuanmu, Jake."
Situasi sudah aman, jalan yang terblokir oleh monster sudah bersih. Anak buah di Benedito yang tersisa keluar dari persembunyian dan memeriksa situasi sekitar.
Di Benedito hanya menanti dengan sabar, berdiri di tepi jurang diam memandangi arah selatan. Hanya rambut pirangnya yang panjang berkibar ditiup angin.
Senja itu salah seorang dari anak buahnya datang melaporkan bahwa tidak ada lagi jejak kuda yang mereka ikuti sejak kemarin.
"Jejak itu berakhir di tempat fricodille. Sepertinya Jake sudah mati dimakan tanaman."
"Yah, itulah yang dia inginkan," ujar di Benedito dengan cepat dan malas. Mungkin dia sudah menerima kebodohan anak buahnya.
"A-apa maksud anda?"
"Dia masih hidup. Mungkin sekarang sudah ada di selatan. Di Hoffenburg."
"Jadi, dia masih hidup ... tapi, bagaimana dia bisa lolos dari fricodille itu? Bukankah jejaknya mengarah ke tempat fricodille itu berada?"
"Otak kecilmu tidak akan paham. Sebaiknya kau buat api unggun saja dan cari makan daripada berpikir."
"Baik, tuanku," bila bukan di Benedito yang mengucapkan penghinaan itu, sudah pasti si tentara bayaran itu akan marah. Tapi ini di Benedito, orang yang menguasai empat elemental sekaligus. Dia lebih sakti dari elementer manapun! Sebaiknya jangan dilawan atau mati menggenaskan. Dengan patuh dia meninggalkan di Benedito di tepi jurang.
Seorang pria bermantel kelabu berjalan dengan tenang mendekat sampai suara bisikannya mampu didengar oleh Angelo di Benedito. "Hati-hati, terlalu banyak berharap bisa mengecewakanmu."
Di Benedito menyunggingkan senyum getir, "itu tergantung dari apa yang diharapkan."
"Benar juga ..." pria bermantel kelabu yang wajahnya tertutup hoodie sampai matanya terhalang bayangan itu melangkah ketepi jurang. Kemudian dia mengintip sejenak ke bawah sana untuk memeriksa situasi di bawah. Hanya ada sungai dan alirannya yang terlihat jelas tanpa kabut. "... sekalipun Jake Lancer tidak ada di Hoffenburg, kau tetap punya alasan ke sana yang tidak akan mencurigakan departemen penyelidikan. Toh, buronanmu kabur ke selatan."
"Membicarakan penyelidikan, bagaimana hasil penyelidikanmu? Siapa orang ketiga di kota Ebien kemarin yang membantu mangsaku melarikan diri? Aku ingin memberinya hadiah karena membantu Jake kabur ke selatan."
"Sempat kuikuti." Pria bermantel kelabu itu berjongkok dengan salah satu lutut di atas tanah dan menyangga tubuhnya dengan siku tangan. "Tapi dia kabur dengan cepat, kurasa ninja yang sangat terlatih."
Di Benedito bergumam, "kenapa ada ninja yang melindungi Jake? Dia hanya gelandangan. Bila bukan seorang nekromancer, seseorang tidak akan tahu betapa berharga dirinya."
"Tidak hanya nekromancer yang tahu nilai seorang ancient soul. Seorang seer pun bisa langsung mengetahuinya segera setelah menghirup nafas yang keluar dari hidung Jake." Pria bermantel kelabu itu menoleh pada di Benedito, seakan hendak menyampaikan sesuatu yang serius.
"Seer, huh? Tentu saja." di Benedito menyeringai, membayangkan seseorang dari masa lalunya yang memenuhi kandidat tersebut. Setelah itu dia menyentuh area jantungnya, seakan ada memento yang tertanam di sana. "Bila tidak ada hal lain yang hendak kau sampaikan, biarkan aku undur diri. Hoffenburg menanti."
Pria bermantel kelabu itu berdiri, "selama ratusan tahun Hoffenburg terisolasi dari dunia luar. Bisa masuk tapi tidak bisa keluar. Ada kabut yang menjaganya di utara dan di selatan ada semacam dullahan gila yang gentayangan memenggal kepala orang. Kau lihat di bawah sana, kabut sudah hilang. Aku berani menduga bahwa mangsamu yang imut itu telah berhasil membunuh banshee yang menjaga utara Hoffenburg. Sebaiknya kau bergegas, aku yakin pertarungan dengan banshee itu tidak berakhir cantik baginya."
"Menarik," di Benedito melemparkan satu koin emas, dengan santai ditangkap oleh pria bermantel kelabu itu sebelum kemudian dia melompat ke antara pepohonan dan menyatu dengan bayangan hutan.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top