Awal Persahabatan

Tiga orang anak klan Brotherhood mengambil Jake. Mungkin karena malam ini adalah malam bulan Indigo, mereka tidak terlalu cemas orang itu akan memberontak dan melarikan diri. Mereka mendorong dan menendangnya, kemudian menyebutnya dengan nama-nama ejekan. Jake mengingat baik-baik wajah mereka. Yang menendangnya punya dua gigi depan yang tanggal, yang mengejeknya punya tahi lalat di dekat mata kanannya. Lihat saja besok.

Sampai di sebuah tenda paling bagus dan paling besar di antara tenda lainnya, Jake didorong dan ditendang sekali lagi. Mereka berusaha membuat Jake jatuh tersungkur di hadapan seorang pria setinggi dua meter dengan rambut pirang berkilau yang ujungnya mencapai pantat.

"Ya ampun, Jake ... kamu terlihat loyo malam ini," sapa lelaki itu, terdengar seperti tawa yang berbentuk kata-kata.

Kepala Jake terasa berdenyut-denyut, rasanya semua oksigen yang masuk ke dalam tubuhnya ini ingin meledakkan segenap selang pembuluh darahnya. Sejak tadi dia tidak mampu mendengar dengan baik, dan tanpa bisa dikendalikannya, cairan bening menetes keluar dari celah bibirnya.

Jake menertawakan kondisinya sendiri.

"Aku ingat dulu, kau selalu tidur pada saat malam bulan Indigo. Apakah sedemikian bencinya kau pada oksigen?" Angelo di Benedito menghela nafas dalam-dalam, kemudian menikmati sirkulasi oksigen yang melewati tubuhnya. "Oksigen mungkin punya rasa yang berbeda dengan Aether, tapi enak juga kok."

"Maaf, aku tidak bisa mendengar apa yang kau ucapkan. Aku tidak bisa menjawab apapun yang kau katakan. He he he ..." Jake terkekeh, mencoba untuk mengeringkan bibirnya dengan kain pakaiannya.

"Tidak masalah, aku mengundangmu ke sini bukan untuk bertanya sesuatu..."

Karena tidak bisa mendengar, Jake mengira di Benedito menanyakan perihal liontinnya. "Mas kawin itu ada di saku pakaianku, tapi kutebak kau tidak peduli lagi dengan benda itu, kan?"

"... tapi untuk berterima kasih padamu." Di Benedito mengabaikan racauan Jake, dia menuangkan sendiri anggur merah ke dalam cawan emas. Dia menyerahkannya pada Jake, "terimalah dan minumlah, tidak ada racun, tidak ada narkotika. Anggur adalah makanan jiwa, dan ini adalah caraku berterima kasih karena telah membimbingku menuju Warog."

Cawan emas itu disodorkan ke mulut Jake, namun aromanya malah membuat kepalanya tersengat. Oksigen ini benar-benar membunuhnya perlahan! Jake memalingkan wajah, "ah sudahlah, singkikan itu dari hidungku. Tak ada gunanya kau meracuniku."

"Bos, dia jadi idiot di malam bulan Indigo," si gigi ompong mengejek sambil tertawa.

"Coba kau tanya berapa satu tambah satu, dia akan menjelaskan padamu bagaimana dia membunuh Banshee di rawa itu. Ha ha ha!!" ejek si tahi lalat.

Di Benedito hanya tersenyum dan meletakkan cawan yang tak tersentuh itu di atas meja. "Mungkin terima kasihnya harus kutunda sampai besok saja. Pulangkan dia ke tenda."

Mereka mengembalikannya ke dalam tenda, Jake berjalan semakin gontai, sesekali terpeleset sehingga mereka harus menarik kerah pakaiannya dan menahan tubuhnya agar tidak jatuh ke atas tanah.

"Jake Lancer, tentara bayaran legendaris di Detteroa. Kehilangan katananya, dirampas kekasihnya, ditendang dari klan, dan besok akan mati di Hoffenburg!" ejek salah seorang dari mereka, entah yang mana.

Mendadak tawa mereka terhenti, sesuatu menghantam kepala si gigi ompong begitu keras sehingga dia kehilangan kesadaran dan ambruk ke tanah. Sebelum menyadari apa yang terjadi, pelipis si rambut lebat sudah terhantam kaki. Baru akan berteriak memanggil bantuan, si tahi lalat sudah dibogem oleh punggung tangan Jake sekeras batu.

"Dasar pecundang," ucap Jake seperti meludahkan racun dari mulutnya. Kemudian dia berjalan sendiri dengan tangan terikat ke dalam tenda dimana teman-temannya disekap.

Tiga pasang mata memandangnya seperti patung yang terkejut.

"Apa?" tanya Jake dengan nada tinggi.

"Jake? Kau bebas?" tanya Gabe pada akhirnya.

"Tanganku masih terikat," Jake menjatuhkan tubuhnya pada tempat dimana dia diikat tadi. Kemudian dia bersandar mengistirahatkan kepalanya yang pusing.

"Kau bercanda! Ayo lepaskan ikatan ini dan kabur dari sini! Ini kesempatan kita!" seru Gabe.

"Gabe benar, sekarang atau tidak sama sekali! Kita akan mati bila tidak pergi malam ini juga!" sahut Jane.

"Tidak mau. Aku pusing," Jake tidak mau dengar bujukan apapun lagi. Kabur malam ini juga berarti dia harus melawan puluhan anak buah di Benedito yang pastinya punya senjata lengkap. Semua oksigen ini membuatnya pusing dan mual, dia hanya ingin istirahat sambil menunggu hari keparat ini berakhir.

"Ayolah, teman!" Gabe menggeram, Jake dapat merasakan sedikit gerakan tidak sabar di belakangnya. Tapi dia tidak mau tahu, dan dia akan tidur sekarang.

Tidur dan bermimpi. Mimpi tentang Gloriana, gadis pertamanya dan yang akan dijadikannya gadis terakhir.

Brotherhood bukan klan pertamanya, Jake masih melompat dari satu klan ke klan lain, tidak terkesan oleh individualitas dan ketidak kompetenan para anggotanya. Ada yang ketuanya rakus, ada yang ketuanya seorang pangeran dungu yang kehilangan wilayahnya dalam perang antar klan, ada yang merupakan seorang dokter ambisius yang ingin menciptakan dunia dimana beast dan manusia hidup harmoni.

Sampai dia mendengar nama itu, "di Benedito", secara kasar bisa diartikan "yang diberkati". Dan nama itu menjadi semakin nyata sejak Jake bergabung dengan mereka. Tapi tidak ada di Benedito lain di sana kecuali seorang lelaki berhati lapang bernama Michael.

Dia punya impian untuk menjadi seorang protagon, sampai akhirnya dia menyadari bahwa senjata seorang protagon hanya perisai, tidak boleh membawa senjata lain. Mungkin karena impian yang sama itu, Michael dengan cepat menyukai Jake. Pemuda itu selalu dipilih untuk duduk di sebelahnya setiap kali ada perjamuan.

"Kenalkan, ini Jake Lancer, elementer berbakat. Tidak kenal takut!" demikian yang selalu dikatakan Michael di Benedito.

Suatu hari seorang mahasiswa semester akhir datang ke klan mencari satu orang yang mau menemaninya mengunjungi situs tak terjangkau. Dia mencurigai tempat itu sebagai bekas pertempuran di masa lalu, pada zaman kegelapan dimana sejarah dipertahankan melalui cerita dari mulut ke mulut. Letak situs itu ada di dasar lautan. Maka dia mencari seorang elementer atau pengguna Aether di guild, karena mereka menghirup Aether termasuk yang di dalam cairan. Mereka tidak akan menemukan kesulitan saat menyelam selama berjam-jam. Tugasnya sederhana, hanya untuk mengangkat bukti bahwa situs tersebut merupakan sisa-sisa peradaban kuno untuk kemudian dia pelajari lebih lanjut sebagai bahan ujian akhir.

Jake mendaftar, dan itulah pertama kalinya dia mengenal seorang pemuda ambisius bernama Gabriel Feux.

"Feux? Anak Thomas Feux?" Jake memincingkan matanya.

Ada sesuatu yang membuat Gabe benci saat orang lain selalu mengenalnya sebagai anak dari Thomas Feux. Dia menggaruk wajahnya dan mencoba untuk tidak mengajak berkelahi orang yang akan membantunya ini. "Kau pasti pernah membaca buku ayahku di salah satu perpustakaan itu, dan aku ..."

Jake tertawa, "ya ampun!! Maaf mengatakan ini, tapi aku harus jujur padamu. Apa yang orang itu tulis adalah sampah!"

Berkat ucapan jujur itu, mereka berdua jadi sahabat. Terutama setelah Gabe menyadari bahwa nafas Aether Jake adalah sesuatu yang berbeda. Elementer lain hanya menghirup sekian persen dari Aether yang mungkin dapat terhirup, namun Jake sebaliknya. Sebagian besar udara yang dia hirup adalah Aether. Dari sanalah dia menyadari bahwa Jake mungkin adalah jiwa purba.

Jiwa purba lenyap sebelum Ragnarok terjadi.

Seharusnya.

Biasanya Gabe merayakan hari ulang tahunnya dengan cara mengutuki diri atau mencoba bergulat dengan karung beras—karena tidak berani mengajak berkelahi binatang buas, dan tidak tega menghajar binatang jinak—kemudian setelah memuaskan keimpulsifannya tersebut, dia akan menulis panjang lebar, seribu satu alasan kenapa dia harus menyingkirkan buku-buku ayahnya dengan buku-bukunya.

Tapi di tahun yang ke dua puluh ini, untuk pertama kalinya dia merayakannya bersama seseorang. Mereka bersulang anggur, satu botol penuh, Jake yang traktir. Ketika alkohol sudah mengambil alih sebagian kesadaran, pembicaraan mulai melantur ke mana-mana. Gabe baru sadar bahwa dirinya ternyata pencium yang handal, dalam waktu semalam, dia sudah mencium hampir seluruh gadis di dalam bar, kecuali beberapa gadis yang menenteng pedang di pinggang yang memilih untuk menghadiahinya tinju keras di pipi. Tapi Gabe menikmatinya, anggur membuatnya bebas dan bahagia.

"Kau tidak pernah tahu apa yang dapat kau lakukan sebelum kau menyerahkan diri kepada anggur manis, teman!" Jake tertawa, sudah kebal dari efek alkohol.

Dan tahun berikutnya juga masih ada anggur, hanya saja kali ini bukan lagi di bar, namun di rumahnya sendiri. Gabe sekarang sudah lulus, dia seorang sarjana, seorang penulis yang berjuang menerbitkan bukunya untuk menendang buku-buku omong kosong yang ditulis ayahnya. Dia berkenalan dengan lebih banyak orang, semuanya orang-orang cerdas yang punya posisi penting di Detteroa. Kepala percetakan, editor, dosen di universitas, dan ... Gloriana Ettlehart.

Selama ini perempuan yang dikenal Jake bila bukan seorang penjaja bir di dalam bar, maka pelacur atau ibu-ibu bertubuh gemuk yang menjual roti di jalanan. Bila bukan itu semua, maka gadis-gadis tentara bayaran bertampang galak dan tidak bersahabat yang takkan ragu untuk menggorok leher seseorang yang berani membuatnya tersinggung. Mereka semua punya satu persamaan : hidup tanpa api.

Gloriana terlahir dengan api membara dalam hatinya, dan panasnya terpancar dari sorot matanya. Pada detik dimana dia bertemu dengan Jake, dia bercerita mengenai impiannya untuk berkeliling dunia dan menulis buku untuk menginspirasi manusia agar berjuang mengembalikan suku Pamuyan Selatan ke kampung halaman mereka. Mengembalikan kemanusiaan ke hati manusia, dengan tidak mengutamakan bisnis yang memajukan teknologi dunia namun merampas kebudayaan indah milik Suku Pamuyan Selatan.

Sebagai mahasiswa, Gloriana telah menulis banyak artikel mengenai kemanusiaan, dia juga menjadikan kebudayaan Pamuyan di Gazawa sebagai tema ujian akhirnya. Sudah puluhan surat ancaman yang datang entah darimana melompat ke dalam jendela kamarnya menyuruhnya berhenti, namun rasa takut tidak mampu menghentikannya. Pada saat itulah, Jake baru memahami apa itu keberanian.

Pada saat di Benedito memenangkan sayembara dan mendapatkan hak untuk menikahi Gloriana, gadis itu menyelinap keluar dari jendela kamar istananya yang besar, memanjat dinding tinggi berbatu yang dibangun ayahnya, mengambil kuda dan melesat ke benteng Dursteed menemukan Jake yang sedang meleburkan kesedihan di dalam puluhan anggur.

Hal pertama yang dilakukannya adalah mencium Jake, hal kedua adalah memberinya tugas untuk menculiknya. Jauh dari Detteroa, jauh dari ayahnya, jauh dari Angelo di Benedito.

Tapi pasukan datang dan membawa Gloriana kembali, lalu menjebloskan Jake Lancer ke dalam penjara bawah tanah. Pada saat dirinya sedang mencoba untuk menggali lubang untuk kabur, para penjaga mendatanginya, membebaskannya berkat jaminan dari seorang pelajar bernama Gabriel Feux.

"Dia sudah jadi milik orang, ikhlaskan saja. Inilah dunia yang kita tinggali, kawan. Kadang bukan kebenaran yang menang, tapi siapa yang punya wewenang. Hukum bukanlah milik yang lemah, tapi milik yang kuat untuk memanipulasi yang lemah," rangkaian petuah dan ungkapan bijaksana yang dikatakan Gabe benar-benar masuk telinga kiri keluar telinga kanan. Wajah Gloriana tidak pernah lari dari benaknya. Bila Gloriana tidak keberatan dengan pernikahan tersebut, Jake akan menelan semua kepingan hatinya yang hancur itu sendiri. Tapi gadis itu tidak mau. Dan Jake akan melakukan apapun demi Gloriana Ettlehart.

"Gabe, aku menghargai jerih payahmu, aku menghargai uang yang kau keluarkan untuk membayarku keluar dari penjara. Sungguh aku menghargai itu semua, dan aku juga menghargai persahabatan kita. Tapi satu hal, aku tidak mungkin membiarkan Gloriana menikah dengan Angelo di Benedito. Dia milikku," kemudian dia mengusir Gabe dan mencuri mas kawin Angelo di Benedito, kabur ke Karibalum. Gabe tidak pernah meninggalkannya.

***

Bulan Indigo baru saja terusir oleh matahari pagi, Ignus mengikuti di Benedito yang berkuda ke arah barat sampai menemukan jurang. Jurang itu bentuknya lingkaran sempurna, seakan seseorang mencetaknya dengan mangkuk raksasa. Angelo di Benedito tidak mampu melihat ke dalam jurang itu karena angin yang sangat kuat berputar di sana. Seperti ada badai abadi yang berputar dari bawah ke atas, kemudian pada lapisan dalamnya berputar dari atas ke bawah. Tak ada yang bisa dilihat di sana kecuali cahaya oranye yang samar-samar.

"Dan tempat apakah ini, Ignus?"

"Ini adalah peti harta anda, Tuanku, di dalamnya Warog telah menanti anda selama 999 tahun."

"Benarkah? Cantik sekali angka itu."

"Itu benar, dua hari lagi akan menjadi 1000 tahun."

"Menarik. Lalu, pelajaran sejarahnya?"

"Nah, seperti yang kita lihat, badai menghalangi kita untuk masuk ke dalam, dan kita takkan bisa menembus masuk ke sana, berkat pilar ini."

"Jadi maksudmu, kita harus menyingkirkan pilar ini?"

"Tepat sekali, Tuanku. Kuncinya ada di sebuah rawa di selatan," kata Ignus.

"Bagus, kalau kau sudah tahu sebaiknya kita cepat-cepat mengambilnya. Aku tidak mau membuang waktu lebih lama lagi, Ignus."

"Tidak perlu repot," kata seer bermantel kelabu itu, tersenyum licik. "Bila intuisiku semalam benar, kunci anda akan datang sendiri malam ini. Yang perlu anda lakukan adalah melepaskan dua lizzardman anda untuk mengejar Jake."

Sejenak Angelo di Benedito tidak menangkap maksudnya, bukankah maksud ucapan seer ini tadi adalah Jake meloloskan diri dari perkemahannya? Kenapa dia akan datang kembali padanya?

Seperti mendengar pertanyaan dalam benak di Benedito, Ignus menjawab, "karena dia ditakdirkan untuk mati di Hoffenburg, Tuanku."

"Sempurna," Angelo di Benedito tak dapat menahan seringainya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top