Game 5 - Three Hit Kill (Part 2)
(POV Rav)
Memerlukan waktu sekitar sepuluh menit sampai akhirnya aku dan Kak Hime bertemu dua peserta yang saling menyerang satu sama lain, Riq dan Chita.
Kami menonton dari balik semak-semak, agak jauh dari tempat pertarungan.
"Kita tidak perlu terlibat. Riq kelompok 8, dan Chita kelompok 7. Masing-masing dari mereka cuma satu orang. Pertarungan yang tidak menguntungkan, kita lanjut mencari kelompok 10," ucap Kak Hime.
"Baik."
Aku sebenarnya ingin melihat bagaimana kelanjutan pertarungan mereka yang intens, keduanya tampak fokus berancang-ancang sembari menodongkan pistolnya. Tapi kalau terlalu lama di sini, kami mungkin akan kesulitan mencari jejak kelompok 10.
Aku melirik kembali pistol berwarna hitam yang sedang aku genggam dengan erat. Hanya ada tiga peluru di dalamnya, yang berarti aku harus menembak tepat sasaran dalam tiga kali kesempatan.
Tidak jauh dari tempat yang tadi, kami juga melihat pertarungan yang lain. Seorang lelaki yang merupakan peserta tambahan berdiri sendiri melawan Ari dan juga Steven.
Kali ini Kak Hime tidak langsung menyuruhku untuk beranjak, melainkan memintaku untuk diam dan menonton.
"Maafkan aku, Rav. Aku melupakan satu hal penting."
"Apa itu?"
"Aku tidak tahu seperti apa jenis peluru pistol yang kita pegang ini, tidak tahu akan seperti apa setelah ditembakkan. Sebaiknya kita diam dulu, kita lihat bagaimana cara pistol ini bekerja."
Aku mengangguk. "Peserta tambahan itu namanya siapa, ya? Aku lupa."
"Oh, itu Kak Raka, dari univ. Jepang."
Kak Raka? Berarti lelaki itu lebih senior dari Kak Hime?
Aku benar-benar harus hati-hati.
Laki-laki dewasa memegang pistol tidak bisa dianggap remeh.
"Kalian kalau takut kabur saja. Tidak ada gunanya melawanku yang sendirian." Kak Raka memulai pembicaraan.
"Kalau kabur nanti malah akan dikejar dan sulit melawan. Kami tidak ingin kalah tanpa menjatuhkan pemain lain." Steven menjawab.
"Kalau begitu, ayo kita berduel." Kak Raka berancang-ancang.
Steven meminta Ari untuk mundur. "Biar aku saja yang menghadapinya, kau pergi saja, Ari. Dalam permainan ini, posisi satu lawan dua justru merugikan bagi pihak yang berjumlah dua orang. Kau mengerti?"
Belum mulai Ari melangkah, Kak Raka langsung menembakkan pistolnya dan mengenai tubuh Ari.
Pelurunya melesat cepat, dan langsung memuncratkan cat merah ketika mengenai baju olahraga Ari.
"Satu terbunuh, hahaha."
Ari terkaget.
Steven berdecih. "Akan kubunuh, kau!"
Kak Hime tampak takjub melihat pertandingan ini. Dia mengangguk-angguk seolah sudah tahu bagaimana cara kerja pistol tersebut.
Yang hebat dari Kak Raka, dia tidak kabur ketika Ari dan Steven menyerang dirinya secara bersamaan. Mereka berdua menembaki Kak Raka bersama-sama, tetapi tak ada satu pun peluru yang kena sampai peluru keduanya sekarang sudah habis.
"Hah, kalian ini payah sekali. Menembak saja tidak bisa."
Steven dan Ari terengah-engah, memegangi lutut mereka karena kelelahan.
Kak Raka yang masih memegangi pistolnya segera mengarahkannya pada Steven yang belum tertembak.
"Bye Steven!"
DOR!
Baju Steven terkena bercak cat warna merah.
Ini sangat buruk bagi anggota kelompok 1. Steven dan Ari sudah tertembak, dan pistol mereka pun sudah kehabisan peluru.
Sedangkan Kak Raka, masih bersih dan kemungkinan masih ada satu peluru lagi di pistolnya.
DOR!
Serangan kejutan terjadi.
Lemon yang berdiri di belakang Kak Raka menembakkan pistolnya, namun Kak Raka masih berhasil menghindar.
Refleksnya benar-benar gila.
Lemon sendiri kaget tembakannya tidak kena.
"Huh... kau sembunyi di semak-semak itu ya selama ini? Astaga... aku tidak menyadarinya. Kau sangat pandai menyembunyikan hawa keberadaan." Kak Raka berbalik menghadap Lemon.
Lemon yang berdiri sambil gemetaran menembak Kak Raka lagi, tapi Kak Raka menendang pistol Lemon sampai terbang, lalu mencuri pistol itu ketika mendarat.
"Lumayan, pistol baru."
DOR!
Lemon tertembak oleh pistolnya sendiri yang dicuri oleh Kak Raka.
"Hahaha... permainan ini sangat mudah, ya."
Tanpa sadar, aku berlari masuk ke arena pertarungan, dan menembak Kak Raka yang sedang lengah.
DOR!
Tepat mengenai baju seragamnya.
Matanya terbelalak, terkaget.
Aku pun demikian.
Kami bertemu pandang.
Aku gugup setengah mati, kakiku gemetaran.
"Boleh juga kau," ucapnya.
Aku langsung kabur, menuju tempat persembunyianku bersama Kak Hime yang ikut berlari begitu melihatku berlari dari sana.
"Rav!!! Tadi itu ceroboh sekali! Kau ini mikir apa sebenarnya?!"
"Maafkan aku, Kak Hime!"
"Tidak, tidak apa-apa. Kau keren sekali tadi. Dan sepertinya Kak Raka tidak mengejar kita."
Aku menoleh ke belakang, dan tidak ada siapa pun yang mengejar.
Apa jangan-jangan peluru Kak Raka sudah habis?
Setelah itu, kami melanjutkan perjalanan mencari kelompok 10, Shia yang merupakan anggota terakhir kelompok 1, atau kelompok mana pun yang sedang berkumpul dua orang. Kami mengincar target yang seperti itu.
Di sepanjang perjalanan, kami hampir tidak menemukan kelompok mana pun lagi, lebih dari setengah hari. Kami bahkan sempat beristirahat karena lelah terus berjalan.
"Sepertinya hampir semua kelompok berpikiran seperti kita. Dua anggota menyerang, satu lagi bersembunyi," tebak Kak Hime.
"Mungkin begitu...." balasku.
Ketika waktu sudah menjelang sore, akhirnya kami bertemu target yang kami cari-cari.
Anggota kelompok 10.
Kami menemukan Aka dan Andin yang sedang beristirahat di bawah pohon. Baju mereka tampak masih bersih dari cat berwarna merah.
"Santapan yang empuk, kau tidak perlu keluar dari sini, Rav. Biar aku saja yang menghadapi mereka sendiri seperti Kak Raka. Tak usah khawatir, aku punya 2 pistol."
"Baik."
Begitu Kak Hime menunjukkan dirinya, Andin dan Aka langsung berdiri. Aka bahkan langsung kabur seolah sudah mempersiapkan seandainya kondisi ini terjadi.
"Yah kabur, tidak asik."
"Maafkan kami kalau tidak asik. Aku saja sudah cukup untuk mengalahkanmu, Kakak dari universitas luar negeri." Andin membalas.
Kak Hime berdecih, menundukkan kepalanya, lalu memberikan tembakkan kejutan pada Andin dan tepat mengenai baju seragamnya.
"Hahaha! Ini menyenangkan!"
Andin terbelalak, tampak tidak senang dengan serangan kejutan itu!
Dia mengarahkan pistol itu pada Kak Hime.
DOR!
Kak Hime langsung tertembak, namun sama sekali tidak resah. Dia malah merebut pistol Andin dengan cepat dan menjadikan pistol itu miliknya.
"Hahaha! Aku punya 3 pistol sekarang!"
Menyerang secara fisik memang tidak boleh, tapi merebut senjata lawan sangat diperbolehkan.
"Sekarang saatnya mengejar Aka!"
Kak Hime berlari meninggalkan Andin, mengejar Aka yang lari entah ke mana.
Aku benar-benar kagum melihatnya. Bukan hanya Kak Raka, Kak Hime juga sama hebatnya. Dia sepertinya tak memerlukan bantuanku. Dia bisa membunuh banyak orang meski hanya sendirian saja.
DOR!
Aku refleks menghindar.
Sebuah peluru melesat menuju batang pohon dan memuncratkan cairan merah.
"Kak Raka?!"
Aku terkaget melihatnya.
Sejak kapan dia ada di sini?
Bukankah dia tidak mengejar?
"Akan kubalas perbuatanmu, Rav!"
Aku langsung lari dengan cepat, menghindari Kak Raka yang menodongkan pistolnya padaku.
Aku dirugikan dalam pertarungan ini, karena Kak Raka sudah tertembak. Melawan dia sama sekali tidak ada gunanya.
Dalam hal refleks aku mungkin kalah, tapi kalau urusan lari, aku tidak akan kalah darinya. Aku merupakan atlet lari yang berprestasi di sekolah, dan sering mengalahkan anak laki-laki dalam lomba adu lari.
Dengan kecepatan lariku ini, aku berhasil menghindari Kak Raka.
Aku terengah-engah, mencoba istirahat, tapi di tempat istirahat yang aku tuju ada Lav, Arin, dan Han yang berkumpul bersama-sama.
Apa mereka bodoh atau bagaimana? Berkumpul bersama-sama di satu tempat!
Kalau aku membunuh mereka semuanya, apakah permainan akan langsung berakhir?
Tapi percuma, peluruku hanya tersisa 2, tidak cukup untuk membunuh mereka semua.
Sial-sial tembakkanku akan meleset semua, dan malah aku yang nantinya tertembak.
Aku sedang sangat kelelahan, tidak ada energi untuk bertarung, jadinya aku memutuskan untuk pergi ke markas saja, tempat Yura berada.
Aku akan beristirahat di sana.
"Yura! Yura! Ini aku, Rav!"
Aku berteriak ke atas pohon, bersyukur tempat ini sepi, tak dikuasai oleh siapa pun.
Ketika aku duduk menyender ke pohon yang menyeramkan ini, Yura tiba-tiba turun dari atas pohon dengan cara langsung melompat dari atas sana.
"Yura... kamu ini anak parkour beneran, ya?"
Tidak normal langsung turun dari ketinggian pohon yang sedang kusenderi ini.
"Maafkan aku, Kak Rav."
"Hah? Kenapa...."
Ucapanku terhenti setelah melihat bercak merah di baju olahraganya.
"Yura... siapa yang menembakmu?"
"Bintang... murid SMP dari luar negeri. Dia naik ke atas pohon ini dan menembakku yang tanpa pertahanan. Dia bisa mengejarku bahkan sampai dahan yang tertinggi. Maafkan aku, Kak Rav."
Aku terbelalak.
Yura tertembak?
Itu berarti sekarang, hanya aku saja yang masih selamat di kelompok ini?
Aku tiba-tiba merinding.
Diburu Kak Raka, dan hampir bunuh diri dengan menyerang kelompok Lav, Han, dan Arin... aku bersyukur masih bisa selamat sampai sekarang.
"Kak Rav... berikan pistolmu padaku. Aku ingin menebus kesalahan ini. Akan kubunuh setidaknya satu peserta dari kelompok lain. Pistol Kak Rav masih ada pelurunya, kan?"
Aku mengangguk. "Tersisa dua lagi."
"Boleh aku yang pakai?"
"Ya." Aku menyerahkan pistolku pada Yura.
Ini kondisi yang sangat berbahaya.
Hanya aku saja yang masih bertahan hidup di kelompok 9.
Aku tidak boleh sampai tertembak jika ingin lolos ke babak berikutnya.
to be continued
Peserta yang sudah tertembak:
Grup 1: Ari, Steven
Grup 3: Raka
Grup 5: Lemon
Grup 7: Chita
Grup 8: Riq
Grup 9: Yura, Hime
Grup 10: Andin, Aka
Peserta yang masih bertahan:
Grup 1: Shia
Grup 2: Ferry, Bintang, Rei
Grup 3: Yemi, Carlito
Grup 4: Lav, Han, Arin
Grup 5: Heny, Cacing
Grup 6: Qila, Resti, Parrot
Grup 7: Azhey, Raya
Grup 8: Faisal, Fuyu
Grup 9: Rav
Grup 10: Clara
Lanjut besok dengan POV yang berbeda!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top