Game 5 - Three Hit Kill (Part 1)

(POV Rav)

Aku tidak tahu seberapa luas area hutan yang akan menjadi tempat peperangan permainan kelima ini. Namun, sedari tadi, aku sama sekali tidak melihat batang hidung satu peserta pun meski kelompokku baru memasuki hutan di urutan kedua paling terakhir.

Semua area hutan sejauh mata memandang tidak terlihat anggota kelompok mana pun, hanya ada hewan-hewan aneh tak berbahaya dan juga suara burung khas hutan yang aku tidak tahu apa nama spesiesnya.

Aku berjalan mencari tempat persembunyian bersama teman kelompokku, Yura dan Kak Hime yang berasal dari universitas luar negeri.

"Mungkin di sini saja?" ucapku setelah menemukan sebuah lahan kosong dengan pohon besar berdiri di tengah-tengahnya.

"Seluruh peserta sudah masuk, permainan akan dimulai 5 menit lagi!" Terdengar suara kencang dari arah langit, tepatnya dari seorang panitia yang menaiki helikopter dan menggunakan pengeras suara.

"Aku punya ide." Kak Hime mengangkat tangannya, membuatku dan Yura menoleh ke arahnya.

"Apa itu Kak Hime?" tanya Yura.

"Di antara kalian ada yang bisa memanjat pohon ini?"

Aku dan Yura seketika mendongak ke atas.

Pohon ini terlihat besar dan menyeramkan. Akarnya mencuat keluar dan terdapat banyak sabut yang menjuntai dari dedahanan. Aku tidak tahu ini pohon apa, tapi umurnya terlihat sangat tua.

"Aku bisa," jawab Yura.

"Dahannya tinggi banget, loh? Emang bisa manjat?" tanyaku.

"Bisa, kok." Yura tidak mengubah jawabannya, tak terlihat sedikit pun keraguan dari sorot matanya. "Mau aku buktiin sekarang?"

"Iya, tolong." Kak Hime yang menjawab.

Dengan cepat, seperti seorang atlet parkour, Yura menaiki pohon tua dan menyeramkan ini tanpa kendala sama sekali. Menaiki dahan terendah sampai yang lebih tinggi lagi.

Aku yang sama sekali tak bisa memanjat pohon hanya bisa mengagumi dirinya saja.

"Oke Yura, turun lagi." Kak Hime memberi instruksi.

Setelah kami berkumpul kembali, Kak Hime langsung menjelaskan sebuah rencana yang ada di kepalanya.

"Kalian tahu apa kelemahan dari sistem permainan kelima ini?" Kak Hime menatapku dan Yura secara bergantian.

"Apa itu?"

"Peraturannya."

"Lebih tepatnya?"

"Peraturan yang mengatakan bahwa meski sudah tertembak masih bisa memburu pemain lain, menurutku itu adalah kelemahan dari sistem peperangan ini. Itu artinya, meskipun aku sudah tertembak, aku masih menjadi subjek yang berbahaya karena mampu membunuh peserta yang lain. Peraturan itu membuatku bebas melakukan apa pun, meskipun sudah terbunuh."

Aku dan Yura mengangguk, masih belum mengerti ke mana arah dari pembicaraan Kak Hime.

"Cara lolos dari permainan ini adalah dengan mengalahkan seluruh anggota dari dua kelompok saja, kan? Kalau begitu, cukup membunuh 6 orang dari 2 kelompok lain saja sudah cukup. Bukankah begitu?"

Perkataannya sama sekali tidak salah, tapi tak semudah yang dibayangkan olehnya. Tidak semudah menetapkan target 6 orang, lalu membunuh mereka satu per satu. Subjek yang menjadi target kami bukan orang-orangan sawah yang diam, melainkan manusia sungguhan yang bisa berlari dan juga melawan.

Apalagi...

"Memangnya Kak Hime ingat susunan anggota kelompok lain?"

"Tentu saja aku ingat!"

Kak Hime langsung memberitahukannya padaku dan juga Yura.

Grup 1: Ari, Steven, Shia
Grup 2: Ferry, Bintang, Rei
Grup 3: Yemi, Carlito, Raka
Grup 4: Lav, Han, Arin
Grup 5: Lemon, Heny, Cacing
Grup 6: Qila, Resti, Parrot
Grup 7: Azhey, Raya, Chita
Grup 8: Faisal, Fuyu, Riq
Grup 9: Yura, Hime, Rav
Grup 10: Andin, Aka, Clara

Aku benar-benar tercengang. Padahal Kak Hime baru mendarat kemarin pagi, tapi sudah bisa menghapal seluruh nama peserta bahkan mengingat wajah-wajah mereka.

Aku sendiri tidak ingat nama-nama peserta tambahan apalagi wajah mereka. Apakah tingkat kecerdasan mahasiswi luar negeri memang seluar biasa ini?

"Jadi rencananya bagaimana?" tanya Yura.

"Aku dan Rav akan menyerang, sementara Yura cukup diam saja di sini, bersembunyi di dahan pohon yang tinggi agar tidak ditemukan oleh kelompok lain. Meskipun aku dan Rav tertembak, kita masih akan bisa lolos selama Yura masih selamat. Bagaimana... menurut kalian? Maaf... kalau aku terlalu mengatur."

Nada bicara suara Kak Hime perlahan memelan setelah sebelumnya menggebu-gebu.

Aku tersenyum.

Begitu pun dengan Yura.

Kami saling berpandangan, kemudian mengangguk.

"Itu ide yang bagus, Kak Hime!"

"Ayo kita jalankan rencana itu!"

Aku dan Yura bersemangat.

Kak Hime tersenyum.

"Tapi... Yura... apa tidak masalah kau hanya diam saja selama permainan?" Kak Hime menoleh ke arahnya.

"Tidak masalah, yang penting aku bisa lolos ke babak berikutnya. Itu yang terpenting."

Kak Hime tersenyum, kemudian berdiri meregangkan tangannya.

"Baiklah!!! Ayo kita susun strategi penyerangan!!!"

Setelah berdiskusi, yang dapat aku ambil, intinya aku dan Kak Hime akan berperan sebagai penyerang, sedangkan Yura akan bersembunyi di atas pohon sebagai anggota grup kami yang wajib selamat.

Senjata Yura bahkan diambil oleh Kak Hime agar dia punya dua pistol sekaligus, supaya bisa menembak peserta lain lebih banyak.

Tidak ada yang perlu dilakukan oleh Yura. Dia hanya perlu sembunyi dan menyelamatkan diri. Tidak ada gunanya dia memegang pistol, karena meski membunuh pemain lain pun, Yura masih tetap bisa diserang.

Prioritas utama Yura adalah keselamatan, sedangkan prioritasku dan Kak Hime adalah membunuh enam peserta dari dua kelompok yang berbeda. Tidak peduli kami terbunuh, yang penting kami berhasil membunuh target.

Dan kelompok yang akan kami incar pertama kali adalah...

"Kelompok 10: Andin, Aka, dan Clara. Mereka kelompok terakhir yang datang, pasti posisinya belum terlalu jauh dari sini. Lalu setelah itu... ya kita fokus dulu saja pada kelompok 10."

Kak Hime lalu mengarahkan tinjunya pada kami, yang segera kami balas tinjunya itu sebagai tanda kerja sama telah dimulai.

"Yura, tolong jaga keselamatanmu, kau adalah kunci keberhasilan kelompok kita, dan Rav...." Kak Hime tersenyum lebar ke arahku. "Ayo kita obrak-abrik kelompok 10!"

Aku mengangguk dan tersenyum.

"Ya!"

Rencana pun dimulai.

Yura langsung bersembunyi di atas pohon, sementara aku dan Kak Hime mulai memasuki kembali area perhutanan dengan penuh kehati-hatian layaknya prajurit angkatan darat yang hendak berperang.

Entah mengapa, aku bersemangat. Rasa hausku untuk membunuh lebih kuat ketimbang rasa takutku untuk terbunuh.

Tahu ada Yura sebagai malaikat pelindung, aku tidak akan takut pada siapa pun.

to be continued...

Lanjut hari Rabu dengan masih POV Rav!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top