Intro
CATATAN:
Clandestine: The Intern adalah bagian dari kisah Clandestine yang berpusat pada Argan, Nayaka dan Wisesa.
Detail kisah perjalanan cinta Argan terangkum dalam series Argan's yang terdapat di Karyakarsa renitanozaria. Detail kisah perjalanan cinta Nayaka dan Lana terangkum dalam series Nayaka's yang terdapat di Karyakarsa renitanozaria. Sedangkan detail awal mula persinggungan (dan kerjasama rahasia) Argan, Nayaka dan Wisesa terdapat dalam ebook berjudul Clandestine Pt. 1.
Tulisan ini dapat dibaca tanpa membaca ebook-ebook di atas lebih dahulu dan akan berputar terutama pada sosok Argan-Nayaka-Wisesa dan interaksi mereka dengan anak-anak magang (Nivy, Alex, Abel dan Aji).
Kisah ini akan diposting mulai tanggal 11 November 2023 di Wattpad renitanozaria.
***
"Three may keep a secret if two of them are dead."
-Benjamin Franklin
***
Sebagai mahasiswi cerdas yang sudah bertahun-tahun diam-diam malang-melintang di dunia siber, Nivy punya beberapa alasan yang mendasari keputusannya magang di Moksha.
Alasan pertama, Moksha adalah perusahaan rintisan yang menarik. Sepanjang yang Nivy tahu, belum ada perusahaan keamanan siber di Indonesia yang punya teknologi mutakhir sekaliber yang digunakan oleh Moksha. Tentu itu wajar, karena meski pendiriannya diinisiasi oleh salah satu pengusaha terkenal asal Indonesia, tetap ada campur tangan taipan asing yang sudah punya reputasi mumpuni di bidang keamanan siber.
After all, siapa rakyat jagad dunia bisnis yang belum pernah mendengar nama River Ho?
Selain itu, Moksha punya susunan keanggotan direksi yang menarik. Entah kenapa, tak seperti kebanyakan perusahaan bonafide lainnya, arah kendali perusahaan terkesan berpusat pada tiga orang. Tiga atasan yang kemudian Nivy kenal sebagai Argan, Nayaka dan Wisesa.
Di mata Nivy, Argan adalah atasan yang paling waras dengan kesabaran sedalam Palung Mariana.
Nivy berteori, bisa jadi terlahir tajir dan punya hidup yang minim masalah adalah rahasia kesabaran Argan yang seakan tanpa tepi. Dia adalah anak sulung JG Suralaya, pengusaha Indonesia yang jadi partner kerja sama River Ho sekaligus inisiator utama pendirian Moksha. Argan sengaja ditempatkan di sana sebagai perwakilannya.
Sebagai anak laki-laki semata wayang Keluarga Suralaya, sudah barang tentu kalau Argan tak pernah merasakan yang namanya kesulitan ekonomi sejak dia masih jabang bayi. Lalu seakan belum merasa cukup berbaik hati padanya, dia juga dianugerahi paras rupawan warisan kedua orang tuanya. Ditambah penampilannya yang selalu rapi dan wangi. Argan adalah cerminan nyata dari kata-kata muda, tampan dan kaya-raya.
Nivy berani taruhan, Argan masih sudah kenyang akan pengalaman dikejar perempuan.
Meski sempat dibikin terkagum-kagum sama Argan di awal perjumpaan mereka, Nivy masih sadar diri. Selain karena Nivy menganggap Argan terlalu bermartabat untuk dirinya yang kurang ningrat, juga karena Argan sudah punya pacar yang dicintainya setengah mati.
Dari cerita Argan, konon mereka ketemu gara-gara fanwar di Twitter. Ketika itu, Argan yang lagi galau karena patah hati memutuskan mencari pelarian dengan jadi fans Kpop. Tak disangka, peperangan sengit antar fans Kpop yang dikenal bisa sangat militan dan maju tak gentar membela bias tersayang mengantarnya bertemu pacar masa depannya.
Selama sebulan lebih magang di Moksha, Nivy belum pernah bertemu pacar Argan. Tapi dari fotonya yang berada di meja kerja Argan, Nivy bisa bilang kalau pacar Argan itu cantik banget. Wajahnya kalem nan alim, macam anak baik yang tidak pernah membuat masalah. Senyumnya terkesan anggun.
"Tampang bisa nipu. Jangan salah. Muka boleh kalem, tapi kalau udah ngajak berantem, nyocotnya bisa lebih zalim dari Raja Namrud!" Abel pernah nyeplos begitu ke Nivy suatu kali.
By the way, Abel ini anak magang juga. Nepo baby number one, kalau kata Nivy. Alex nepo baby number two. Soalnya usut punya usut, Abel diterima magang di Moksha gara-gara dia masih sepupunya Chacha-dan Chacha ini adalah pacarnya Argan yang dimaksud.
Selain punya cocot yang menurut Abel lebih zalim dari Raja Namrud, Chacha punya satu kekurangan lainnya. Dia payah dalam memasak. Nivy tidak akan tahu soal ini kalau saja Argan tak rajin bawa bekal makan siang yang dibuatkan Chacha. Kalau orang-orang kantor tidak saling janjian buat delivery makan siang bareng, makan siang Argan tidak pernah jauh-jauh dari bekal yang dia bawa. Terkadang, bekalnya dibuatkan ibunya. Lebih sering, bekalnya dibuatkan Chacha.
Anak-anak magang pernah dibuat penasaran akan rasa masakan Chacha. Semua gara-gara cara makan Argan yang selalu melahap makan siangnya bagai orang yang tak dikasih makan satu tahun. Anak-anak magang pernah kasak-kusuk, bergosip soal rasa masakan Chacha yang kemudian tidak sengaja didengar Wisesa.
"Ada-ada aja kalian tuh!" Wisesa geleng-geleng kepala. "Ketika orang-orang berkonspirasi soal keberadaan alien, time traveler atau dunia paralel, kalian malah sibuk berkonspirasi perkara rasa masakan ceweknya Argan!"
"Abisnya, Bang Argan makannya kayak yang enak banget gitu, Bang!" Aji berseru. "Kita kan jadi penasaran! Abel aja belum pernah makan masakan sepupunya!"
"Bener!" Alex manggut-manggut. "Mana Bang Argan tuh tiap makan bekal makan siangnya kayak lagi makan makanan paling enak sedunia!"
"Mending jangan."
"Kenapa mending jangan?"
"Kalau udah menyangkut masakan ceweknya, lidah Argan tuh udah rusak! Mau enak nggak enak, bakal tetap dia embat kayak orang nggak makan satu tahun!"
"Kok lo tahu, Bang?"
"Gue sama Naje udah pernah jadi korban asinan buatannya si Chacha!"
"Emang rasanya kayak apa, Bang?"
"Saking asemnya, lidah gue kayak kesetrum. Guess what apa komentar Argan?"
"Apa?"
"Dia abisin tuh asinan sambil berkali-kali bilang enak! Katanya, emang keaseman sedikit, tapi masih bisa dimakan!"
"Beneran dihabisin?!"
"Beneran! Dia bilang, dia mau ngehargain usaha ceweknya yang udah repot-repot belajar masak buat dia!"
"Cinta memang gila."
Dari sana, anak-anak magang tidak lagi penasaran sama rasa masakan Chacha.
Lalu atasan berikutnya... adalah Nayaka.
Menurut Nivy, Nayaka ini punya latar belakang yang unik. Ibunya berasal dari keluarga terpandang di Indonesia, sedangkan ayahnya, River Ho, adalah pengusaha kawakan asal Hong Kong yang juga memiliki sebuah perusahaan keamanan siber bergengsi yang berpusat di Shenzen. Dia punya dua nama; Nayaka Jinan Ramadi sebagai nama internasional dan Ho Yuanjun yang merupakan nama pemberian dari ayahnya. Meski demikian, karena lahir di Kanada, Nayaka tercatat sebagai pemegang paspor Kanada.
Nayaka mampu berbahasa Indonesia selancar anak-anak orang kaya yang tinggal di Jakarta Selatan. Cukup beralasan, sebab dia besar di Jakarta. Dia baru pindah ke Hong Kong untuk meneruskan SMA. Gelar sarjana di bidang IT dijemputnya dari Seoul National University. Semasa kuliah, Nayaka bersama temannya membentuk sebuah start-up khusus designated driver bersama beberapa temannya di Korea Selatan. Konon katanya, dia digadang-gadang berpotensi jadi Elon Musk dari Asia. Tak banyak yang mengerti kenapa dia memutuskan meninggalkan karir cemerlang yang menunggunya di Korea Selatan untuk merintis perusahaan baru di Jakarta.
Argan berkata, Nayaka melakukan itu atas nama cinta.
Wisesa bilang, kalau cinta berhasil membuat lidah Argan rusak, maka pada Nayaka lain cerita.
"Dia sih lebih memprihatinkan. Bukan lidahnya, tapi otaknya yang rusak."
Nivy cukup sependapat sama Wisesa, karena sepanjang pengamatannya, dia bisa menyimpulkan kalau Nayaka ini tipe orang yang kadang-kadang.
Kadang keren. Kadang ganteng. Kadang kayak orang kesurupan. Kadang suka tiba-tiba pargoy.
Oh ya, satu lagi, Nayaka juga hobi nungging.
Meski kewarasannya suka dipertanyakan, bakat bucin Nayaka tidak kalah jumbo dari Argan. Saban hari, dia tidak pernah absen teleponan sama pacarnya yang bernama Lana. Tiap selesai teleponan, satu ruangan pasti tahu kalau hari itu Lana makan siang pakai apa.
"Ada sebuah teknologi yang namanya headset atau earphone." Wisesa pernah menggerutu sambil bersungut-sungut suatu kali.
Berbeda dengan Argan yang penuh kesabaran, Nayaka adalah penikmati keributan.
Dia hobi banget berantem sama Wisesa. Kalau Wisesa lagi tidak ke kantor karena ada urusan lain atau izin karena tak enak badan, niscaya Nayaka bakal muram seharian. Jadi sudah barang tentu, komentar sewot Wisesa adalah angin segar bagi Nayaka yang haus pertikaian.
"Jomblo iri bilang."
"Nggak semua orang di ruangan ini perlu tahu lo abis kejedot meja tadi pagi atau Lana abis makan gorengan pakai cabe rawit tiga biji-"
"Emang, tapi gue mau semua orang tahu." Nayaka menukas cepat tanpa memberi Wisesa kesempatan menuntaskan ucapannya. "Semua orang perlu tahu kalau gue abis kejedot, terus karena gue abis kejedot, nanti pas ketemu, Lana bakal usap-usap jidat gue yang abis kejedot! Semua orang perlu tahu kalau Lana abis makan tahu isi pakai cabe rawit tiga biji, yang mana dua cabe rawit warnanya ijo dan satu warnanya merah-"
"Terus aja terus potong omongan gu-"
"Yaudah nih gue potong! Puas?!"
Wisesa bangkit dari duduk, nyaris menggebrak meja. "Apa-apaan sih lo?!"
"Gais, udah, gais-" Argan coba melerai. "Nggak enak dilihat anak-anak magang-"
"Bukannya tadi lo yang nyuruh gue motong omongan lo?!"
"Gais..."
"Yaudah, kalau gitu kita selesaikan aja ini secara jantan!"
"Boleh! Atur aja, mau di mana?!"
"Gais..."
Anak-anak magang kompak melongo, sedangkan Argan hanya bisa tersenyum kayak logo Kumon.
Lalu... atasan yang terakhir... yaitu... Wisesa.
Nivy perlu menghela napas beberapa kali sebelum membahas atasannya yang satu ini.
Bagi Nivy, Wisesa adalah atasan ternyebelin sekaligus terngegemesin.
Dibanding dua rekannya lain, Wisesa berada di tengah-tengah. Dia tidak sesholeh Argan, tapi juga tidak sesinting Nayaka. Pembawaannya benar-benar pembawaan anak IT sejati.
Kalau ke kantor, busananya suka-suka. Dia lebih sering pakai kaus atau hoodie yang dipadu celana pendek atau celana panjang kain. Tak lupa, kacamata berbingkai hitam nangkring di batang hidung mancungnya. Tapi kalau sudah pakai jas dan kemeja rapi ketika mau meeting dengan klien penting, waduh, jangan tanya Nivy seberapa besar daya rusak yang bisa ditimbulkan Wisesa terhadap kewarasannya.
Meski begitu, Wisesa juga nyebelin karena punya hobi tersembunyi mengomeli Nivy.
Nivy agak tidak terima, tapi di sisi lain, dia juga tak bisa menyalahkan Wisesa. Salahnya sendiri yang gagal mengenali laki-laki itu di hari pertamanya magang.
Bagaimana ceritanya tuh?
Jadi begini, di awal masa magang, Nivy memulai magangnya sehari lebih dulu dari anak-anak magang yang lain. Dan di hari pertama tersebut, Nivy datang satu jam kepagian gara-gara salah baca jam di email pemberitahuan.
Di hari yang sama, Wisesa habis lembur. Karena kepalang tanggung, dia memutuskan menginap saja di kantor. Toh Argan sudah menyiapkan kamar khusus penuh kasur dan beragam keperluan tidur kalau-kalau ada di antara mereka yang harus sampai menginap. Nah, sewaktu Nivy sampai, Wisesa lagi iseng nyapu-nyapu ruangan. Dia memang tipikal orang yang seperti itu. Kalau lihat kotor sedikit, bawaannya kepengen beres-beres.
Melihat Wisesa, Nivy langsung menyapanya. "Eh, Bang. Selamat pagi. Saya anak intern baru. Ruangannya Pak Esa ada di lantai ini kan ya?"
"Iya." Wisesa menjawab sambil masih memegang sapu.
"Pak Esa-nya belum datang ya kayaknya? Saya tunggu di sini aja deh! Oh ya, Bang, keberatan nggak kalau saya minta tolong beliin kopi di kafe samping lobi? Soalnya kalau saya yang beli, takutnya Pak Esa tahu-tahu datang! Nanti saya disangka telat lagi..." Nivy mengeluarkan dompetnya dan mencabut dua lembar uang seratus ribuan dari sana. "Kembaliannya buat Abang aja nggak apa-apa."
Wisesa sempat terhenyak.
Dalam hatinya, dia berseru tak percaya; bjiiiiiiiirrrrr, gue disangka OB kahhhhh?!
Kemudian, sambil memaksakan senyum, dia menjawab. "Oh, oke. Mau kopi apa ya?"
"Kopi susu gula aren tapi susunya diganti susu oat terus jangan pakai gula aren. Sweetener-nya pakai vanilla syrup. Less ice. Less sugar. Sama nggak usah pakai sedotan yah, soalnya saya bawa sedotan stainless. Hehe. Kan kasihan nanti kura-kura di lautan keselek sedotan kalau pakai sedotan plastik melulu."
"Penyu kali, Neng."
"Sama aja nggak sih, Bang? Sama-sama bertempurung dan merayap."
"Iya, deh. Ada lagi?"
"Ingat nggak, Bang? Kalau sekiranya bakal lupa, dicatat aja-"
"Ingat, Neng. Memori saya kuat."
"Oke deh, itu aja, Bang. Makasih ya."
Jadilah, Wisesa beli kopi di kafe yang berada di samping lobi kantor Moksha. Sehabis itu, dia kembali membawakannya ke Nivy. Nivy masih duduk sendirian. Wajar saja. Jarum pendek jam baru berhenti di angka delapan. Lazimnya, orang-orang kantor baru pada datang pukul sembilan.
"Nih, Neng!" Wisesa jadi makin menjiwai.
"Makasih, Bang-oh ya, Pak Esa biasanya datang jam berapa ya? Kok nggak datang-datang sih?! Padahal di email dibilang bakal datang jam delapan-apa emang orangnya ngaretan ya?"
"Dia mah datangnya emang sesuka hati, Neng."
"Dih?!" Nivy memiringkan wajah. "Mentang-mentang bos kali ya?! Nggak menghargai waktu banget! Saya jadi ketar-ketir nih! Soalnya magang saya nantinya dimentorin sama dia!"
Nivy meneruskan menanti sambil minum kopi. Wisesa ikutan duduk. Nivy lanjut sedot-sedot kopinya sembari sesekali mengecek arloji. Seiring dengan berlalunya waktu, dia main gelisah.
"Kok Pak Esa belum datang juga ya, Bang? Padahal di email disuruh datang jam delapan..."
"Biasalah, Neng. Dia mah emang gitu orangnya."
"Waduh, males deh saya punya mentor begitu! Jadi nyesal daftar magang ke sini-eh, Bang, kalau mau lanjut nyapu nggak apa-apa! Itu di dekat kaki meja ada sampah tuh kayaknya!"
Sambil mengucapkan bjiirrrrr berkali-kali dalam hati, Wisesa beranjak. Dia memungut sampah yang dimaksud Nivy dan memasukkannya ke tong sampah. Setelahnya, Wisesa kembali duduk.
"Tapi emang beneran disuruh dateng jam delapan gitu, Neng? Soalnya kantor ini biasanya baru hidup jam sembilanan..."
"Oh, masa?!" Nivy terhenyak, lalu buru-buru cek email. "Eh iya ya?! Oalah, ternyata saya salah baca jam-"
Lagi begitu, sekonyong-konyong Argan muncul. Dia rapi, wangi, muda dan ideal seperti biasanya.
"Lah, udah di sini?" Argan memandang Wisesa. "Lo nggak balik semalam?"
"Nggak, kerjaan gue banyak. Jadi sekalian aja diselesain semuanya."
Nivy buru-buru beranjak. Dia mengenali Argan, karena Argan yang meng-interview-nya sebelum dia resmi diterima magang di Moksha. "Selamat pagi, Pak Argan."
"Halo, Nivea. Rajin banget ya, jam segini udah di kantor." Argan tersenyum. "Udah kenalan sama Wisesa nih ya kayaknya? Dia bakal jadi mentor kamu selama internship di sini."
Dan di detik itulah, Nivy sadar dia baru saja melakukan kesalahan besar.
Sontak saja, Nivy segera berpaling ke Wisesa. "YA AMPUN, PAK WISESA-MAAF, SAYA-"
Secara dramatis, Wisesa menginterupsi ucapan Nivy dengan mengangkat salah satu tangannya ke udara. "Ntar aja minta maafnya. Gue mandi dulu, biar nggak dekil-dekil amat."
Terus, Wisesa ngeloyor pergi.
"Di kantor ini, pegawainya memang bisa nginap kalau harus. Oh ya, jangan kaget ya. Wisesa orangnya memang begitu. Santai. Pakai baju juga semau dia kalau lagi nggak ada meeting yang mengharuskan ketemu klien. Santai aja. Dia baik kok."
Andaikan bisa, Nivy ingin bilang ke Argan, 'PAK ARGAN, BISA NGGAK BAPAK AJA YANG JADI MENTOR SAYA?!'.
Tapi ya... mana bisa kayak begitu?
Sesudah mandi, Wisesa muncul lagi. Kali ini sudah lebih rapi. Dia mengganti kaus abu-abunya jadi kaus hitam yang dipadu celana training panjang berwarna senada. Rambutnya yang sebelumnya berantakan sudah disisir apik.
"Semoga gue udah nggak kelihatan kayak OB lagi ya. Kenalin, gue Wisesa. Panggil Kak Esa aja. Nggak usah pakai 'pak'. Gue belum setua itu. Lo?"
"Hng-Nivea, Kak. Tapi biasa dipanggil Nivy..."
"Oh, Nivy." Wisesa tersenyum penuh arti. "Welcome aboard then, Nivy. Semoga betah ya."
Ada sesuatu dalam nada bicara Wisesa yang menjanjikan pembalasan dendam.
Dan firasat Nivy terbukti benar.
Sejak hari itu, Wisesa tidak pernah menyia-nyiakan celah untuk mengomelinya. Bahkan kadang-kadang, atasannya itu kerap sensi padanya tanpa alasan.
Seperti misalnya, saat Nivy minta rekomendasi lagu untuk playlist-nya di groupchat kantor.
Wesewes-ewes Bablas Angine (7)
Nivy: Kak
Nivy: Mintol boleh gak?
Argan: Mintol apa?
Nivy: Mau bikin playlist nih
Nivy: Tapi lagi bosen sama lagu yang biasa gue dengerin
Nivy: Ada rekomen gak, lagu-lagu yang menurut lo enak?
Argan: Maudy Ayunda - Perahu Kertas 😊
Argan: Lagu gue sama Ceryse
Argan: WKWKWKWKWK
Nivy: Okeeeee
Nayaka: Sial - Mahalini
Nayaka: Tak Segampang Itu - Anggi Maruto
Nayaka: Tertawan Hati
Nayaka: Kau Rumahku
Nayaka: Banyak nih
Wisesa: Ayat Kursi
Wisesa: Biar tobat
Nivy: Kak Esa, sori ya
Nivy: Tapi
Nivy:
Nivy: Lagian selera lo mah gitu-gitu aja
Nivy: Kalo gak Bruno, ya Niki
Nivy: Selera cowo gila
Wisesa: Hapus gue dari kontak lo
Wisesa: Gue gak sudi kontak gue ada di HP lo
Nivy: Gak perlu, Kak
Nivy: Kan emang gak pernah di-save dari awal wkwkwkwkwk
Nayaka: Wakwawwwwwwwww
Wisesa: TEGA BANGET YA
Wisesa: MANA RASA HORMAT LO KE GUE SEBAGAI MENTOR
Nivy: Lah, katanya gak sudi kontak lo ada di HP gue...
Wisesa: SAVE
Nivy: Hm
Wisesa: SAVE
Wisesa: SEKARANG
Sekarang paham kan, kenapa Nivy bilang Wisesa adalah atasan ternyebelin sekaligus terngegemesin?
Harus Nivy akui, pada akhirnya Wisesa menjadi alasan utama kenapa dia memutuskan meneruskan magang di Moksha-bahkan sampai menyasar posisi jadi karyawan tetap segala.
Bukan hanya karena Wisesa nyebelin, atau karena Wisesa ngegemesin. Melainkan karena seiring berjalannya waktu, ada alasan-alasan penting lainnya yang bermunculan. Alasan-alasan yang tidak akan Nivy paparkan di sini, karena alasan-alasan itu adalah bagian dari rahasia.
Semua orang berhak punya rahasia.
Setiap orang pasti punya rahasia.
Iya, kan?
to be continued.
***
a/n:
sampai ketemu tanggal 11.11!! wkwkwkwkwk
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top