Bagian 1

Taeyeon duduk dengan tenang di ruang rapat, telinganya mendengarkan seorang pria yang sedang memaparkan rencana tur konser berikutnya. Taeyeon yang hanya mengenakan hoodie hitam dan celana jins usang yang sebenarnya berharga ratusan dolar, tampak tidak menunjukkan minat apa pun terhadap apa yang sedang dipaparkan kepadanya. Dia menatap layar TV yang menunjukkan daftar negara untuk konser world tour-nya dan dia mengerutkan kening begitu melihat daftar pendek negara tersebut. Tur kali ini adalah tur dunianya yang ketiga, dan ia berharap lebih banyak negara akan muncul sebagai tujuan turnya. Namun, daftar negara yang terpampang di TV saat ini hanya terdiri dari negara-negara Asia. Dia menghela napas kuat-kuat, dan hal itu langsung menarik perhatian semua orang yang ada di dalam ruang meeting tersebut.

"Apa ada yang ingin anda sampaikan, Taeyeon-ssi?" Seorang pria paruh baya, dengan kacamata bertengger di hidungnya langsung menghentikan presentasi yang sedang ia lakukan. Ia jelas menyadari helaan napas Taeyeon tadi dan ia segera mengalihkan perhatiannya pada Taeyeon.

"Joongki-ssi, bisakah anda ingatkan aku, apa judul dari tur ini?" Sang idola menyandarkan punggungnya pada sandara kursi putar yang terbalut kulit berwarna hitam yang sedang ia duduki.

"MY World, Taeyeon-ssi."

"MY World..." Taeyeon mengulang jawaban pria tersebut. "Duniaku. Jadi, Duniaku hanya terdiri dari negara-negara Asia?" Tanyanya sambil menggeser posisi duduknya untuk mencondongkan tubuh ke depan. Ia meletakkan sikunya di atas meja dan menatap lurus ke arah pria bernama Joongki. "Beritahu aku, Joongki-ssi. Apa menurutmu aku cuma mampu melakukan ini di Asia?" Ia menekankan setiap kata yang ia ucapkan, memberi kesan betapa serius dia terhadap pertanyaan yang dia lontarkan.

"Sa-saya..." Pria itu menelan ludah. "Ini hanya proposal awal, Taeyeon-ssi." Ia berusaha menghindari pertanyaan yang diajukan oleh Taeyeon.

"Bagaimana caramu membuat proposal ini?" Taeyeon mengambil tablet di mejanya dan menggeser setiap slide presentasi yang tadi dipresentasikan oleh pria yang sedang ia interogasi. matanya tertuju pada layar tablet, namun wajahnya jelas-jelas tidak menunjukkan ketertarikan sama sekali terhadap apa yang sedang dilihatnya. "Berdasarkan apa daftar negara tujuan tur-ku ini dibuat? Mengapa hanya negara-negara Asia yang ada di dalam daftar ini? Apa kamu membuat daftar ini berdasarkan asumsi? Data? Survei publik? Boleh kamu jelaskan?" Dia mengangkat pandangannya dari layar tablet dan menatap dingin Joongki.

"Ka-kami menggunakan data dari music streaming platform untuk menentukan negara mana yang harus ada di dalam tur duniamu, Taeyeon-ssi." Ada sedikit getaran dalam suara Joongki saat menjawab pertanyaan dari Taeyeon.

Taeyeon mengangguk sambil mengetukkan jari telunjuknya pada meja rapat. Tak seorang pun berkata apa-apa, membuat ruangan itu hanya dipenuhi suara ketukan jari Taeyeon di meja rapat. "Tidak ada negara Eropa, Amerika, Australia, atau Afrika di streaming platform itu?" Akhirnya ia mengajukan pertanyaan lagi.

"Ada beberapa negara seperti Jerman, Meksiko, Brasil, Swedia, Australia, Irlandia, dan Finlandia."

"Oh? Jadi ada yang mendengarkan musikku di luar Asia, ya? Aku heran kenapa negara-negara itu nggak masuk dalam daftar tur duniaku." Nada mengejek terdengar dalam kalimat yang Taeyeon kemukakan. Ia melipat kedua tangannya di depan dada, matanya menatap tajam ke mata Joongki, menuntut jawaban.

"Itu karena kami tidak punya data yang cukup tentang berapa biaya konser di sana, dan kami juga tidak tahu berapa tiket yang akan bisa terjual di sana. Jadi, kami tidak tahu apakah perusahaan akan dapat meraup keuntung atau tidak." Pria itu memainkan jarinya sambil menjelaskan, ia terus mengalihkan pandangannya untuk menghindari tatapan Taeyeon.

"Perusahaan kita tidak punya cukup uang untuk menggelar konser di sana?" Suara Taeyeon datar, itu pertanyaan retoris. Dia tidak butuh jawaban dari pria itu. "Aku tidak cukup populer untuk membuat konserku laku keras di sana? Dan perusahaan mungkin tidak akan menghasilkan uang karena aku tidak kompeten?"

"Bu-bukan begitu, Taeyeon-ssi." Pria itu menggertakkan giginya. Ekspresinya campur aduk antara frustrasi, jengkel, dan takut.

"Atau, maksudmu kamu dan timmu tidak kompeten, jadi kau hanya membuat proposal yang sama persis seperti tahun lalu?" Taeyeon terus mengejek pria itu, kali ini membawa timnya untuk ikut diejek.

Wajah Joongki memerah, kedua tangannya mengepal. Kemarahan terlihat jelas di wajahnya. Ia membuka mulut untuk menjawab Taeyeon.

"Joongki-ssi," seorang wanita tinggi berkulit kecokelatan yang duduk di seberang Taeyeon menyela pria itu.

"Ya, Yuri-ssi?" Pria itu menghentikan apa pun yang hendak dikatakannya.

Yuri memberi isyarat kepada pria itu untuk berhenti bicara sebelum mematikan layar yang menunjukkan daftar negara untuk tur Taeyeon. "Apa yang kamu inginkan, Taeyeon-ssi?"

Taeyeon menyeringai saat manajernya sendiri akhirnya ikut campur dalam pembicaraan. Ada alasan mengapa ia memilih Yuri sebagai manajernya, dan salah satunya adalah karena dengan bantuan Yuri, ia selalu berhasil mendapatkan apa yang diinginkannya.

"Aku ingin tur berikutnya, MY World, harus mencakup negara-negara di luar Asia."

"Ada negara yang sudah terlintas di pikiranmu?" Yuri menaruh tangannya pada keyboard laptopnya.

Taeyeon mengetukkan jari telunjuknya ke dagunya. "Aku kepikiran negara-negara yang disebutkan sebelumnya oleh Joongki: Jerman, Meksiko, Brasil, Swedia, Australia, Irlandia, dan Finlandia. Tolong tambahkan juga Amerika Serikat, Kanada, dan Afrika Selatan." Dia mengangguk sambil tersenyum pada Yuri. "Kamu bisa menambahkan negara-negara itu dalam daftar turku, Yuri-ssi?"

Yuri tersenyum pada Taeyeon sembari jarinya mengetik daftar negara yang disebutkan Taeyeon di laptopnya. "Itu bisa diatur. Tapi aku perlu berdiskusi dengan Presiden Direktur untuk mendapatkan persetujuannya." Dia kemudian menoleh ke pria yang masih tampak kesal di ujung meja lainnya. "Joongki-ssi, tolong pastikan kita merevisi proposal dan memasukkan negara-negara tambahan. Juga berikan perhitungan biaya, jadwal, dan perkiraan tiket yang terjual di setiap negara. Kita akan berdiskusi dengan Presiden Direktur saat kunjungannya minggu ini." Dia merangkum apa saja yang harus dilakukan tim Joongki sambil dia mengetik semua yang dia katakan. "Aku baru saja mengirim notulen rapat untuk kita tindak lanjuti dalam minggu ini." Dia menyimpulkan dan menutup laptopnya. "Terima kasih semuanya. Terima kasih Taeyeon-ssi." Dia sedikit membungkuk pada Taeyeon yang saat ini merekahkan senyum lebar di wajahnya.

Dengan pernyataan penutup itu, orang-orang mulai meninggalkan ruang rapat. Ada yang menghela napas lega, ada yang mengerang frustrasi, ada pula yang terang-terangan menggumamkan kekesalan mereka kepada Taeyeon dengan suara pelan. Setelah semua orang meninggalkan ruang rapat, hanya Yuri dan Taeyeon yang tersisa.

"Aku benar-benar akan mengundurkan diri setelah tur ini, Taeng." Ucap Yuri setelah hanya mereka berdua yang tersisa di ruangan itu, sambil memasukkan laptopnya ke dalam tasnya.

Taeyeon terkekeh mendengar pernyataan itu. "Itu kesekian kalinya kamu ngomong gitu sejak kamu jadi manajerku, Yul."

"Jangan salahin aku karena aku selalu nggak jadi mengundurkan diri. Kamu sendiri yang menaikkan gajiku setiap kali aku kasih surat pengunduran diriku." Yuri terkekeh menanggapi Taeyeon.

"Apa kamu ada waktu untuk makan siang?" Taeyeon berdiri dari tempat duduknya sambil memperhatikan Yuri yang baru saja menutup tas laptopnya.

Yuri akhirnya mendongak ke arah Taeyeon. "Ada yang lagi kamu pikirin?"

Taeyeon hanya tersenyum sebagai balasan, dia bahkan tidak memberi anggukan sebagai jawaban. Jawaban khas Taeyeon ketika dia pada dasarnya mengatakan ya tetapi ragu-ragu untuk memberikan jawaban yang jujur.

Yuri tersenyum, membawa tas laptopnya bersamanya. "Aku pengin banget makan masakan Cina."

"Oke." Taeyeon tersenyum lebih lebar, lalu melangkah keluar dari ruang rapat. "Dan Yul," Dia menghentikan langkahnya. "Aku nggak mau ikut rapat sama Presiden Direktur." Dia berkata sebelum melanjutkan langkahnya.

Yuri tidak berkata apa-apa dan mengikuti langkat Taeyeon keluar dari ruangan rapat.

* * *

Ruang VIP restoran itu cukup besar, terdapat dua meja panjang dan dua belas kursi di ruangan itu. Namun, hanya dua kursi di ujung meja pertama yang terisi. Dua wanita duduk bersebelahan, tetapi tidak ada yang berbicara di antara mereka. Wanita berkulit kecokelatan itu menyantap makanannya sambil matanya terpaku pada ponsel pintarnya yang memutar pratinjau vlog Taeyeon yang akan segera tayang. Sementara wanita yang lebih pendek di sampingnya hampir tidak menyentuh makanannya, hanya memutar sumpit di dalam mangkuk di depannya tanpa sadar.

"Ada yang mau kamu omongin, Taeng?" Wanita berkulit kecokelatan itu akhirnya membuka pembicaraan setelah ia selesai melakukan pratinjau vlog Taeyeon dan mengirimkan konfirmasi untuk mengunggahnya ke tim media sosial.

"Nggak juga." Wanita yang lebih pendek itu menjawab singkat.

"Boleh aku ngomoongin sesuatu, kalau begitu?" Yuri meletakkan sumpitnya dan mengalihkan pandangannya dari ponselnya ke wanita di sebelahnya. Setelah mendapat anggukan persetujuan sebagai jawaban, ia akhirnya mengajukan pertanyaannya. "Apa kamu nggak merasa kamu terlalu banyak menuntut di rapat hari ini?"

Taeyeon mendengus. "Ayolah! Mereka nggak nganggep aku serius. Proposal mereka isinya cuma mengulang tur terakhir yang aku lakuin. Satu-satunya hal baru untuk tur berikutnya cuma judulnya: MY World." Dia mencibir sambil menekankan judul tur dunianya berikutnya. "Mereka bahkan nggak tahu kenapa aku bersikeras pakai MY World sebagai judul turku."

"Apakah mereka benar-benar perlu tahu apa sebenarnya arti MY World?" Yuri terkekeh

"Berisik deh, Yul." Taeyeon memutar matanya dengan jengkel.

"Tapi serius deh." Suara Yuri berubah serius. "Selamna ini kamu terlalu sering manfaatin privillege kamu di perusahaan."

"Privillege?" Taeyeon mengangkat alisnya sebelum menyesap teh hangatnya.

"Semua orang tahu kalau Presiden Direktur sangat pilih kasih ke kamu." Yuri dengan hati-hati menyebutkan Presiden Direktur.

Taeyeon mengangkat bahu acuh tak acuh. "Memangnya kenapa? Aku nyumbangin banyak uang untuk perusahaan. Kalau aku jadi Presiden Direktur, aku juga bakalan pilih kasih ke Si Taeyeon ini. Taeyeon ini kan seperti sapi perah buat perusahaan."

"Kamu tahu kan maksudku bukan itu, Taeng." Yuri melemparkannya punggungnya pada sandaran kursi. Nada sarkasme dalam nada bicara Taeyeon hari ini sudah di luar batas toleransinya.

"Yuri-ssi," Taeyeon menggunakan sebutan kehormatan.

Yuri cukup mengenal Taeyeon untuk tahu bahwa ada dua alasan mengapa Taeyeon menggunakan sebutan kehormatan. Alasan pertama adalah karena dia sangat menghormati orang tersebut. Dan alasan kedua adalah karena dia menarik garis yang tidak bisa dilewati orang lain. Dalam kasus ini, alasannya adalah alasan kedua.

"Aku sudah menyumbang lebih dari setengah pendapatan perusahaan sejak aku debut. Aku dapat banyak penghargaan yang membuat MY Entertainment naik ke tiga besar perusahaan hiburan teratas di Korea Selatan. Aku adalah Solois Korea Selatan pertama yang pernah mengadakan tur yang tiketnya terjual habis di Asia. Aku mendapatkan banyak kontrak dengan berbagai merek, termasuk merek-merek fesyen kelas atas. Apakah kamu masih nggak berpikir kalau wajar bagi Presiden Direktur untuk pilih kasih ke aku?" Ujar Taeyeon sambil menatap tajam ke arah Yuri.

Yuri menghela napas mendengar semua pencapaian yang telah Taeyeon raih. Semua itu adalah fakta. Taeyeon adalah artis pertama yang debut di bawah naungan MY Entertainment. Tiga belas tahun yang lalu, MY Entertainment hanyalah perusahaan baru di bawah naungan Hwang Group yang baru saja memulai kiprahnya di industri hiburan. Meskipun didirikan oleh salah satu perusahaan terbesar di Korea Selatan, mereka memulainya dengan modal yang sangat minim. Mereka hanya mampu menyewa satu lantai di gedung tua, dengan hanya satu studio rekaman kecil, satu studio tari kecil, dan belasan staf yang mengerjakan proyek pertama mereka: The All-Rounder Soloist. Tidak banyak kandidat solois yang bisa dipilih karena sebagian besar remaja yang mengikuti audisi bercita-cita untuk debut sebagai grup idola alih-alih solois, sehingga perusahaan hanya memiliki kurang dari sepuluh kandidat untuk proyek pertama mereka, dan Taeyeon adalah salah satu kandidatnya. Keputusan mereka untuk memilih Taeyeon sebagai solois pertama mereka pun sebenarnya cukup berisiko. Taeyeon sudah tidak muda lagi. Dia berusia dua puluh dua tahun ketika dia mengikuti audisi. Kebanyakan orang dan fans dunia hiburan lebih suka orang yang lebih muda untuk dilatih dan debut, tetapi Presiden Direktur secara pribadi menjatuhkan pilihannya kepada Taeyeon, dan untungnya, debut Taeyeon merupakan sukses besar dan tidak pernah sekalipun Taeyeon mengecewakan perusahaan yang membesarkannya. Dia menduduki puncak tangga lagu, tiket konsernya selalu terjual habis, ia menerima berbagai penghargaan, dan merek-merek kelas dunia mengantre untuk menjadikannya brand ambassador.

"Yul..." Taeyeon memanggil manajernya lagi, kali ini tanpa sebutan kehormatan. "Kamu bisa percaya kan sama aku?" Dia tersenyum sedih pada Yuri.

Yuri memijat pangkal hidungnya, menyadari senyum yang hanya bisa dilihat oleh sedikit orang. Di balik kehidupan glamor seorang solois yang sukses, ada seorang gadis kecil yang rapuh di dalam diri Kim Taeyeon. "Taeng..."

"Kamu orang yang paling tahu seberapa besar usahaku untuk ini semua. Kamu tahu seberapa besar ambisiku. Kamu tahu kenapa aku begitu berusaha keras untuk jadi aku yang sekarang." Suara Taeyeon melembut.

"Aku tahu, Taeng." Yuri melirik cincin di jari Taeyeon. "Dan aku yakin Presiden Direktur lebih tahu itu semua dibanding aku."

"Nggak usah bahas-bahas dia deh, Yul." Taeyeon mendecakkan lidahnya saat mendengar Presiden Direktur disebut. Ia mengalihkan pandangannya ke kursi kosong di depannya.

Yuri tahu mengapa Taeyeon bersikap seperti itu. Yuri tahu, usaha Taeyeon difokuskan pada satu orang yang sangat spesial. Yuri tahu mengapa Taeyeon begitu berambisi menjadi artis nomor satu di Korea Selatan. Yuri tahu mengapa Taeyeon berusaha memiliki pengaruh sebanyak mungkin. Hanya ada satu alasan. Dan alasan itu adalah untuk Presiden Direktur.

"Tapi dia kan tujuan utama kamu. Nggak mungkin kita nggak bahas dia sama sekali." Yuri menyatakan fakta itu.

"Ya, memang dia tujuan utamaku. Tapi sayangnya, dia juga kelemahanku." Taeyeon mencibir, tetapi Yuri tahu Taeyeon menertawakan dirinya sendiri. "Berapa lama lagi aku bisa sampai ke tujuan akhirku, Yul?" Ia mengubah nadanya menjadi nada berwibawa.

"Dua puluh persen saham MY Entertainment dipunyai publik. Saham punyamu ada dua puluh sembilan persan. Dan sisanya, lima puluh satu persen, punya Presiden Direktur." Yuri menyebutkan angka yang ia hafal seperti punggung tangannya sendiri. Itulah pertanyaan yang akan Taeyeon tanyakan setiap kali ia mendapatkan sesuatu dalam benaknya.

"Masih jauh banget ya dari targeteku." Taeyeon mendengus. Tangannya mengepal.

"Aku yakin dia pasti mau ngasih kamu sisa saham itu kalau —,"

"Aku nggak akan pernah minta dia untuk ngasih sahamnya ke aku." Taeyeon menyela. "Aku harus bisa nunjukin ke dia kalau aku bisa ngelakuin ini sendiri. Aku nggak butuh bantuan dia dan uang keluarganya untuk dapetin apa yang aku mau." Taeyeon terdengar tegas.

"Kalau gitu, kamu bisa terus beli salah publik yang tersedia." Yuri menyimpulkan. "Tapi kamu nggak akan bisa dapetin maoyoritas saham. Kamu harus ingat kalau dia punya lima puluh satu persen saham, Taeng."

"Itu biar aku yang urus."

Yuri menutup mulutnya. Setiap kali Taeyeon berkata dia bisa mengurusnya, maka hal itu akan terwujud. Jadi tidak ada alasan bagi Yuri untuk mempertanyakan bagaimana caranya. Pada akhirnya hal yang Taeyeon inginkan pasti terjadi. Meskipun butuh waktu, Taeyeon akan memastikan bahwa ia bisa mewujudkan apa yang ia tuju.

"Kalau gitu..." Yuri mendorong mangkuk di depannya sebelum menyangga sikunya di atas meja, dan meletakkan dagunya di telapak tangannya yang terbuka. "Sekarang aku bisa ngobrol sama Taenggoo — temanku yang tersayang? Aku mau ngasih tau Taenggo kalau hari ini Kim Taeyeon benar-benar bikin aku stres!" Yuri menyeringai jenaka pada wanita di sebelahnya yang akhirnya tersenyum. Selain hubungan sebagai artis dan manajer, Yuri juga berperan sebagai sahabat Taeyeon. Mereka sudah saling kenal sejak sekolah menengah dan mereka telah tumbuh bersama sejak saat itu.

"Berisik deh, Yul. Nyebelin!" Taeyeon terkekeh sebagai balasan. Hilang sudah karakter Kim Taeyeon yang dingin, menyebalkan, dan ambisius.

"Nggak semenyebalkan solois perempuan yang tadi ngerengek minta lebih banyak negara dimasukin ke dalam daftar turnya, sih." Yuri menegakkan kursinya dan mencari sesuatu di dalam tasnya. Ia lalu mengeluarkan sebungkus rokok sebelum menyelipkan satu batang ke mulutnya. "Kamu mau?" tawarnya sebelum menyalakan batang rokoknya.

"Nggak, manajerku bakal marah-marah kalau dia tahu aku ngerokok," jawab Taeyeon, menjulurkan lidahnya sambil mendorong asbak lebih dekat ke Yuri.

"Kalau manajermu dengar jawaban kamu, pasti dia bangga banget, deh." Yuri mendorong Taeyeon dengan jenaka sebelum menyalakan rokoknya dan menghisapnya dengan tenang. Dia mengembuskan asapnya ke udara dan tersenyum pada Taeyeon. "Daftar negara-negara yang kamu minta tadi," dia berhenti sejenak dan menghisap rokoknya lagi. "itu kan negara-negara yang melegalkan pernikahan sesama jenis." Dia tersenyum nakal. "Kamu banget, ya? Ngasih petunjuk di sana-sini, diam-diam ngumumin kalau kamu belok. Guuyyss, aku belok looohhh. Kalian sadar nggak??"

Taeyeon akhirnya tertawa terbahak-bahak. "Itu bakalan masuk di thread X yang kamu kirim ke aku kemarin. Aku udah bisa bayangin judul thread-nya: Daftar negara baru dalam tur Taeyeon berikutnya adalah daftar negara tempat dia akan menikah. Hashtag GayTaeyeon."

Yuri ikut tertawa. Dia tahu itu akan terjadi. Para penggemar selalu melakukan itu sepanjang waktu. "Kadang aku bertanya-tanya, petunjuk-petunjuk yang kamu kasih itu terlalu jelas, atau memang dasarnya fansmu juga belok semua. Mereka selalu tau aja cara mecahin petunjuk yang kamu bikin selama ini." Yuri menjentikkan batang rokoknya, membiarkan abunya jatuh ke dalam asbak.

"Aku terpilih jadi artis yang dicintai oleh komunitas LGBTQ pasti karena ada alasannya kan?" Mata Taeyeon berbinar nakal.

"Tapi aku punya pertanyaan, Taeng." Yuri menghisap rokoknya perlahan. "Gimana kalau suatu hari nanti kamu ketahuan sebelum kamu berhasil dapatin semua ambisi-ambisi kamu?Apa yang akan kamu lakuin?"

"Itu nggak boleh terjadi, Yul." Raut wajah dan nada bicara Taeyeon berubah sedih. "Kalau aku ketahuan sebelum semua rencana dan ambisiku selesai, efek dominonya..." Taeyeon mengerutkan kening, seolah-olah dia mencoba mencari kata yang paling tepat untuk hal yang akan dia katakan. "Akan parah banget."

Yuri terkekeh sebelum menghisap rokoknya lagi. "Tapi kamu terus-terusan ngasih petunjuk di sana-sini. Ngapain kamu ngasih petunjuk kalau kamu tahu risikonya parah banget?"

"Kalau semuanya sudah selesai sesuai dengan rencanaku. Aku nggak akan berusahan nyembunyiin lagi siapa aku yang sebenarnya." Taeyeon menatap Yuri, matanya bersinar dengan percaya diri. Hal yang selalu dia lakukan setiap kali dia memberi tahu Yuri tentang rencananya. "Kalau itu semua nanti kejadian, orang-orang pasti bisa menarik kesimpulan kenapa aku ngelakuin semua hal yang aku lakuin. Dan pada akhirnya orang-orang akan tahu Kim Taeyeon yang sebenarnya."

"Sisi mana dari Kim Taeyeon yang mau kamu tunjukin ke seluruh dunia, Taeng" Yuri mematikan rokoknya sebelum memasukkan sebatang rokok lagi ke mulutnya dan menyalakan rokok keduanya.

"Ini bukan tentang sisi Kim Taeyeon yang mana yang mau aku tunjukin, Yul." Senyum Taeyeon mengembang lebar. "Aku mau nunjukin ke seluruh dunia kalau pada akhirnya cinta pasti akan menang." Senyumnya kemudian berubah menjadi seringai. "Dan akan nunjukin ke orang-orang itu, orang-orang yang udah ngerebut kebahagiaanku kalau mereka nggak bisa dapatin semua yang mereka mau."

* * *





Sara's note: Lagi pengin lanjut aja, tapi nggak janji cerita ini selesai. Punten kakak.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top