CHAPTER 4
Mimpi baru saja selesai ...
Pesta akan segera dimulai ...
1 September 2018. Sore Hari.
Aku tengah mengantar Septian untuk membeli beberapa suku cadang sepeda motornya, yang kembali mengalami masalah. Aku tidak tahu soal motor. Ayahku menyarankan agar membeli beberapa suku cadang dengan kualitas bagus di toko-toko yang ada di Center District—daerah pusat perdagangan yang dikembangkan oleh pemerintah Kota Kediri di tahun 2018.
"Apa kau sudah mendapatkannya?" tanyaku.
"Yep, tinggal memasangnya besok, lalu akhirnya motorku akan sudah kembali beres ...," ujar Septian sembari menimang-nimang bungkusan berisi suku cadang motor yang tadi ia beli.
"Hei, kalau udah siap, nebeng ya ...," pintaku.
"Yaelah ... Rim, sekali-kali bawa motor sendiri kenapa sih?" protes Septian.
"Woi, aku belum tes SIM tahu! Kalau nanti di jalan ada apa-apa gimana?" keluhku sembari memandang Septian penuh harap.
"Hah, okelah ... oke ...," hanya itu jawaban Septian ketika kami hendak kembali. Terpaksa, Septian harus naik angkot karena rumahnya yang cukup jauh dari sini, sementara aku tinggal berjalan beberapa blok saja dari sini.
Tiba-tiba, ketika kami hendak menunggu angkot lewat, sekelebat sosok orang sempat melintas di belakang kami. Kejadiannya begitu cepat, hingga aku tidak bisa menduga kalau hal itu akan terjadi. Seseorang menepuk pundakku. Aku kira itu adalah Septian yang usil, namun ketika hendak berbalik memprotes, tiba-tiba saja aku merasakan sebuah benda tajam menusuk dan mengoyak kulit di dadaku. Semakin lama rasa sakit mulai menjalar, syaraf-syaraf yang ada di bagian itu langsung bereaksi.
Pernah merasakan tertusuk sesuatu? Seakan ada semut-semut kecil yang melubangi bagian tubuhmu, lalu tiba-tiba seperti ada sesuatu yang dilesakkan masuk ke dalam lubang itu. Tidak sampai aku berpikir dua kali, rasa sakit kembali melanda ketika sesuatu yang menusukku tiba-tiba tercabut. Rasanya? Jangan ditanya. Lebih sakit ketika dagingmu seakan ikut tercabut dari tempatnya.
Aku melihat sosok yang menyerangku, namun tidak bisa kukenali secara jelas karena dia berjaket-hoodie hitam kumal dan bertopi. Wajahnya tertutup masker bergambar tengkorak, rambutnya juga kumal, lalu dia kabur begitu saja. Aku terhuyung, lalu ambruk. Aku merasai basah di bagian yang tertusuk. Darah mulai mewarnai kemeja-putih bercorak kotak-kotak dengan garis-biru yang kukenakan. Kacamata yang kukenakan terlepas dan terlempar di sampingku.
"Hey! Berhenti!" Aku sempat mendengar teriakan Septian berusaha menghentikan si penyerang, namun kemudian ia kembali. Pandanganku mengabur dan aku sempat melihat Septian berteriak panik dan mengguncang tubuhku sebelum kesadaranku menghilang sepenuhnya.
Aku hanya merasakan kegelapan selama beberapa saat. Kemudian aku mulai melihat lagi gambaran, saat aku mengejar-ngejar Rusya pada waktu kita pertama kali bertemu, lalu kemudian menghilang dan kegelapan kembali melanda pikiranku.
Perlahan kegelapan itu mulai memudar, seiring dengan bertambahnya intensitas cahaya yang masuk ke dalam mataku. Cahaya yang cukup terang menyerang mataku dan aku mulai membuka mata perlahan. Sempat terlihat sebuah wajah remang-remang berada di hadapanku. Lama-lama wajah tersebut cukup jelas untuk terlihat.
"Dia benar-benar tidur pulas ...." Sempat kudengar gerutuan seseorang, kemungkinan besar suara serak bernada bariton itu adalah Septian.
"Syukurlah, akhirnya dia sudah sadar ...." Suara lain terdengar cukup cempreng, dengan nada lebih tinggi mirip anak kecil. Aku tidak menyangka kalau beritanya bakal secepat ini menyebar.
Aku berusaha mengumpulkan kesadaran hingga tidak lama setelah itu, aku dapat membuka mataku dan mengamati sekeliling. Ruangan putih dengan lampu neon yang cukup terang menyilaukan. Aku juga dapat mencium bau campuran antara karbol dengan alkohol, serta bau obat-obatan. Rasa panas dan nyeri masih terasa di dada, lebih tepatnya bahu sebelah kanan, karena sewaktu ditusuk, aku sempat refleks menghindar.
"Siapa yang sudah berani-beraninya menyerang anakku!" Terdengar lagi suara yang lain. Kali ini pasti ibuku, karena setelah itu beliau ngomel-ngomel tidak jelas. Akhirnya aku bisa melihat jelas, juga kesadaranku sudah kembali utuh sepenuhnya. Ternyata benar, seluruh anggota Order of Quartz juga datang. Aku juga melihat Rusya yang kini sedang duduk di sampingku. Sepertinya ini benar-benar hari penuh kejutan yang mengerikan.
"Di mana kau diserang, siapa yang menyerangmu, nak?" Ayah tiba-tiba langsung menginterogasiku, bak intel polisi.
"Mas, sudahlah, biarkan anak kita istirahat dulu ...," sergah ibu.
"Di daerah Center District, aku mengantarkan Septian untuk membeli sparepart sepeda motornya. Ketika perjalanan pulang, tiba-tiba aku ditikam, lalu aku tidak sadarkan diri ...," jelasku.
"Apakah ada yang dirampok?" tanya Runda penasaran.
"Sepertinya tidak ada. Semua barangku juga masih ada di saku celana ...." Aku menunjuk ke arah celana yang tersampir di ranjang.
"Tetapi syukurlah. Kata dokter, alat yang digunakan untuk menusuk tidak sampai kena organ vital, hanya mengenai tulang. Aku sudah melaporkan kejadian ini ke polisi. Mereka tengah memburu orang yang menyerangmu." Guntur mulai angkat bicara.
"Umm ... Sep, kau tahu orang yang menyerangku?" tanyaku.
"Tidak, tetapi ciri-cirinya aku masih ingat," pinta Septian.
"Apakah ini ada hubungannya dengan para hipster itu?" celetuk Runda. Kami semua serentak menoleh ke arahnya, membuat Runda masygul sendiri.
"Bisa jadi. Sayangnya, kita tidak tahu pastinya. Biarkan ini ditangani oleh yang berwenang. Syukurlah Rimba dapat segera ditolong." Ayah pun menengahi.
Aku juga menduga ini mungkin hanya kasus perampokan biasa, namun merampok di tengah distrik padat pejalan kaki adalah hal yang sulit dilakukan. Salah-salah, orang itu bisa berakhir benjol-benjol diamuk massa.
"Aku takut sekali waktu mendengar kamu ditusuk seseorang, Kak ...," ujar Rusya lirih.
"Sudahlah, tidak ada yang perlu dicemaskan. Dokter sudah bilang kalau lukanya tidak terlalu parah. Hati-hati saja mulai sekarang," sergahku menenangkan Rusya.
Sehari berselang, dokter menyarankan kalau aku sudah boleh pulang, menjalani rawat jalan di rumah. Meskipun begitu, aku baru dapat kembali bersekolah sekitar empat hari kemudian. Itu pun, aku masih harus sering perawatan rutin ke dokter. Juga, dalam beberapa hari ini, sepertinya Septian mengantarku ke sekolah. Awalnya sih dia juga menggerutu soal permintaanku sebelum aku ditusuk hingga masuk rumah sakit, namun tidak kusangka permintaanku ada konsekuensi yang harus diterima.
Setidaknya tidak ada yang perlu dikhawatirkan.
Tidak sampai hari ini.
*****
7 September 2018. Pagi hari.
SMA Harman Sastranagara
Blaar!!
Suara letusan. Cukup keras, cukup mengagetkan kami, sempat membuat warga sekolah panik. Cukup kencang karena letusannya menggetarkan kaca, terdengar hampir di seluruh penjuru sekolah. Para murid berhamburan keluar dan para satpam berlarian ke asal ledakan tersebut. Guru-guru yang mulai cemas langsung heboh sendiri.
Suara ledakan itu berasal dari tempat parkir. Lebih hebohnya lagi, setelah dicari, ledakan tersebut berasal dari sepeda motor milik Septian. Lucu sekali, karena kami berdua menggunakan motor itu tadi pagi. Anak-anak menduga kalau ada masalah dengan motor Septian, hingga motornya bisa meledak. Parahnya lagi, ledakannya sampai mengenai beberapa motor di sebelahnya. Motor Septian berasap, hingga kulihat sendiri, bentuknya sudah hampir kayak kapal pecah.
"Duh! Motorku hancur sudah ...," keluh Septian sembari menepok jidatnya berkali-kali.
"Jangan-jangan ... kau beli suku cadang abal-abal?" singgungku seraya menyikut-nyikut lengan Septian.
"Enak aja! Itu aku membelinya dari toko suku cadang motor aslinya!? Soal pemasangan, juga sudah kuserahkan sama orang bengkel kok!? Lucu sekali kalau masalah terjadi baru sekarang, sedangkan suku cadangnya sudah dipasang beberapa hari lalu ...," sergah Septian.
"Jangan-jangan orang bengkelnya salah masang?" celetuk anak yang lain.
"Ndiasmu, tentu saja tidak mungkin ...," Septian berusaha mempertahankan kalau tidak ada masalah dengan suku cadang yang dia beli.
"Apa yang rusak sih?" tanya Guntur yang ada di sampingku.
"Persneling, teman-teman! Enggak ada kaitannya sama mesin atau hal-hal yang bisa meleduk lainnya!?" sungut Septian.
"Kali aja nyambung ke mana, gitu?" celetuk Runda.
Setelah diselidiki, hasilnya pun lumayan mengejutkan. Satpam menemukan beberapa komponen misterius di bawah motor Septian yang rusak, tepat di bawah tangki bensinnya. Sepertinya beberapa komponen tersebut seperti bom kecil yang dapat meledakkan sesuatu dengan daya ledak sebegitu hebohnya. Yang jelas, Septian bakal pulang dengan angkot lagi Aku terpaksa harus menumpang Marunda kali ini.
Semenjak peristiwa itu, aku jadi merasa curiga. Aku mengaitkan kejadian penyeranganku beberapa hari yang lalu dengan insiden ledakan yang mengakibatkan motor Septian kali ini. Namun aku tidak dapat menemukan sesuatu yang jelas hubungan keduanya. Mungkin semacam teror atau apalah itu. Namun pertanyaan yang mengusikku, siapa yang berani-beraninya mengancam teror kepada Order of Quartz? Tidak banyak yang tahu kegiatan kami, selain kebiasaan kami yang selalu nongkrong bersama. Kalaupun ada orang yang tidak suka dengan kami, mungkin caranya adalah dengan melakukan konfrontasi langsung.
Bagi kami, semua masih nampak tidak jelas.
Sampai hari itu kami benar-benar panik.
*****
Sehari setelah ledakan, 8 September 2018
SMA Harman Sastranagara
Kami mendengar desas-desus, kalau beberapa anak menghilang secara misterius semenjak jam pertama dimulai hingga paruh istirahat makan siang. Sangat tidak wajar karena mayoritas anak-anak tersebut tidak memiliki track record untuk membolos. Hingga hampir akhir istirahat makan siang, sudah ada laporan mengenai 5 anak menghilang secara misterius.
"Mereka tidak ada praktek, tugas proyek, atau apa pun yang menyita waktu. Tidak ada guru yang menyuruh mereka untuk melakukan apa pun yang membuat mereka sampai membolos, serta tidak ada seorangpun yang tahu di mana mereka berada ...," ungkap Runda yang mencuri dengar beberapa pembicaraan orang-orang di kantin.
Kecemasan itu berubah menjadi kepanikan, ketika beberapa orang ketakutan, saat mereka ditugasi mengangkat peti es, yang tiba-tiba bergerak dan ada yang menggedor-gedor peti tersebut. Yang kami temukan sesuatu yang mengejutkan kami. Satu murid yang hilang ditemukan tergeletak tidak sadarkan diri di dalam peti es tersebut. Peti tersebut terlihat telah dikosongkan sebelumnya, namun masih terdapat air dari es yang mencair.
Beberapa anak segera berlari untuk menghentikan truk pengantar es yang hendak keluar dari sekolah. Sedikit saja terlambat, mungkin kehebohan akan terjadi ketika para pekerja pabrik es tersebut menemukan empat tubuh siswa SMA Harman Sastranagara lainnya. Aku dan anggota Order of Quartz yang lainnya turut membantu dalam mencari kelima siswa tersebut. Salah dua di antara mereka, adalah Rusya Annastasya dan temannya yang juga merupakan anak dari pemilik Harman Corporation, Marrisa Harman Sastranagara. Kami juga menemukan hal yang lain. Surat ancaman.
Semua siswa dipulangkan lebih awal. Komite yayasan, dewan guru dan pengurus OSIS mengadakan pertemuan mendadak sore itu. Kepala sekolah kami, Pak Julian Damoko begitu geram dengan apa yang telah terjadi. Oh, jangan tanyakan bagaimana kami bisa mengetahui keseluruhan jalannya rapat. Berterima kasih kepada Septian yang dengan liciknya, mengetahui sudut persembunyian yang tepat di auditorium sore itu. Sialnya, kami tidak bisa keluar sebelum rapat selesai.
"Pertama, salah satu anak didik kita diserang, lalu ada bom yang meledak di sekolahan kita, sekarang?? Lima orang siswa kita ditemukan di peti es! Ditambah dengan ancaman! Apa-apaan ini!?" Pak Julian muntab pada forum waktu itu.
"Apakah ada kaitannya dengan beberapa hipster yang akhir-akhir ini sering berkeliaran?" tanya salah satu guru.
"Apakah ini mungkin ditujukan untuk Harman Corporation?" celetuk salah satu anggota forum yang lain.
Berbagai spekulasi menyebar. Dari tindakan usil, fenomena gelandangan atau hipster, ancaman dari perusahaan lain, hingga teroris. Semua kemungkinan tersebut bisa jadi benar. Apalagi salah satu target mereka, adalah anak dari Harman Sastranagara. Mengejutkannya, festival yang akan dilaksanakan bertepatan dengan dies natalis sekolah, terancam diundur atau bahkan ditiadakan. Hal itu mengejutkan banyak pihak, terutama dari para panitia destival yang nampak sangat kecewa sekali.
"Oh, ketegangan ini bisa jadi makin memanas!" bisik Septian mengomentari.
"Maksudmu?" tanyaku, berusaha untuk tidak mengeluarkan suara berisik yang bisa mengungkap tempat persembunyian lagi. Bisa gawat kalau sampai kita dituduh 'mata-mata' orang-orang yang ikut andil dalam teror ini.
"Bayangkan ... pertama kejadian-kejadian misterius ini, lalu ditundanya Festival. Kita tidak bisa eliminasi semua kemungkinan. Ada yang membenci Harman Corporation? Sudah pasti, terutama jika kau punya salah satu perusahaan besar dengan kompetisi ekonomi modern yang semakin gila-gilaan. Yang tidak setuju dengan adanya festival, mungkin juga ada! Bahkan sering kali hal-hal ini dimasalahkan karena masalah pribadi!" ungkap Septian serius, masih dengan berbisik. Aku juga tidak sepenuhnya meragukan argumen Septian, dengan kemungkinannya, semua dapat terjadi.
"Aku berasumsi kalau ini masalah dari perusahaan itu. Terlebih lagi salah satu korbannya adalah motorku! Demi Tuhan, motorku-"
"Shht! Diam! Jangan sampai orang-orang curiga dengan keberadaan kita di sini. Namun, aku setuju dengan beberapa spekulasimu," sergahku.
Pertemuan itu berlangsung sekitar satu jam dan menghasilkan keputusan berupa dihentikannya Festival tahun ini. Seperti yang Septian duga, keesokan harinya, seluruh kelas jadi heboh sendiri. Apalagi panitia dari OSIS yang sudah bersusah-payah mengusahakan acara ini, adalah yang paling kebakaran jenggot. Spekulasi mulai beredar bahwa ada golongan yang tidak setuju diadakannya Festival, hingga puncak tensi, terjadi siang ini.
Berawal dari tuduhan dari sekelompok anak terhadap beberapa anak yang diduga menjadi provokator dalam usaha menghentikan suksesnya acara festival itu. Alasannya? Acara bernuansa setengah hedonisme yang bakal mengundang pertanyaan banyak pihak. Kelompok kami ... maksudnya Order of Quartz? Kami juga dicurigai karena kami terlihat abstain di kantin—yang berubah fungsi seperti ruang rapat DPR—dengan masalah yang sedang terjadi. Sangat harfiah karena kita duduk di antara dua kubu yang berseberangan, padahal kami hanya niat untuk makan siang.
"Saya curiga salah satu di antara kita ada yang sengaja menyebar teror seperti itu, untuk mengagalkan event terbesar kita. Saya juga curiga kalau ada beberapa orang di sini yang sepertinya tidak setuju dengan acara kita, karena dianggap merupakan sebuah analogi kebudayaan hedonisme! Kita semua memakai uang dari sponsor dan Harman Corporation sendiri juga akan membantu biaya festival ini!" ujar Rayan, yang tidak lain tidak bukan adalah ketua pelaksana acara festival tahun ini.
"Ini event besar, maka pastinya akan memakan banyak biaya. Kita ragu kalau dana sebesar itu dibiayai hanya dari sponsor! Sedikit banyak pasti akan memakan anggaran dari sekolah, yang seharusnya, untuk kita!" timpal Andika selaku dari kelompok yang kontra dengan acara tahunan itu.
"Bilang aja kalo elu semua enggak punya duit! Usaha dikit kek!" Provokator—entah siapa—mulai melempar bara api ke dalam forum.
"Sponsor kan juga banyak uang!" sahut yang lain.
"Usaha dikit, ndiasmu! Ngapain kita sekolah kalau cuma niatnya hedon doang!" Kubu yang lain tidak mau kalah.
"Yang di tengah jangan diam saja, Woy!" siapalah itu—yang pasti beberapa geng pembuat onar—mulai menyangkut-pautkan kami berempat yang ada di tengah.
"Hei! Kita dari tadi memikirkan masalah ini, tetapi kalian sendiri malah meributkan kayak orang jualan pisau!" Septian yang tidak terima langsung bereaksi. Beberapa saat, kantin penuh dengan suara nama-nama kebun binatang yang disebut satu per satu, hingga akhirnya Royce selaku ketua OSIS, menengahi mereka berdua dengan lantangnya, tentu saja, Jawa kentalnya keluar semua.
"Kalian semuanya diam! Kalian berdebat dan saling mengejek sendiri tanpa ada hasil! Jancuk, piye masalah ki mari, nek kon kabeh podo koyok manungso zaman baheula sing kleleran ora nggawe klambi! Hentikan ocehan kalian dan biarkan kami bicara sekarang!"
Suasana kantin langsung diam tanpa ada suara.
"OSIS sudah mencoba untuk me-lobby Pak Julian. Kami mengusahakan agar festival ini dapat segera kembali berjalan dan tidak ada masalah lagi. Satu-satunya masalah sekarang adalah keamanan. Kami juga sudah koordinasi dengan kepolisian dan mereka siap membantu ...," lanjut Royce.
"Mengenai masalah yang terjadi. Teror ini sepertinya tidak bisa disimpulkan saja penyebab pastinya apa. Kalian boleh saja memberikan judgement bahwa beberapa anak dari kita melakukan serangkaian aksi 'pemberontakan', dengan tujuan untuk menggagalkan acara ini. Namun perlu diketahui, dari aksi yang terjadi beberapa hari ini, sangat sulit menentukan kalau ini ulah salah satu dari kita ...," jelas Septian.
"Kalian tahu sendiri, sepeda motorku yang meledak tempo hari lalu, setelah diselidiki ternyata yang menyebabkan adalah sebuah bom berdaya ledak kecil. Kita mungkin ada yang bisa membuat, tetapi adakah yang cukup gila untuk melakukan itu, dengan penjagaan yang sangat ketat?" lanjutnya. Semua orang kini mulai terfokus dalam satu forum.
"Mengenai Rimba. Sepekan silam dia diserang seseorang tidak dikenal di Central District. Kemungkinan besar pelakunya adalah gelandangan, melihat dari ciri-ciri fisiknya. Adakah yang bisa melakukan hal tersebut? Di tengah kota? Oke, kita bicara mengenai masalah yang lebih luas. Pemerintah kota tengah disibukkan dengan relokasi slum area yang terletak di beberapa pusat kota. Karena itu muncul banyak gelandangan dan hipster berkeliaran. Mereka protes kepada pemerintah kota tentang tempat relokasi mereka yang tidak kunjung mendapat tanggapan. Bisa jadi mereka melakukan teror tersebut, apalagi di sini ada sekolah di bawah naungan Harman Corporation, salah satu perusahaan terbesar di negara ini. Rasa teror akan jauh lebih bombastis kalau seandainya mereka bisa meneror salah satu properti milik Harman Corporation." Kini giliran Runda yang menjelaskan asumsi lain dari penyebab teror lain.
"Mengenai Harman Corporation sendiri, ada asumsi lain, yang menyatakan bahwa kemungkinan besar kita menjadi korban persaingan bisnis antara Harman Corporation, dengan perusahaan lain yang bersaing dengan salah satu raksasa industri nasional ini. Caranya? Meneror beberapa aset berharga dari Harman Corporation. Marrisa juga mengatakan bahwa perusahannya akhir-akhir ini selalu diteror, oleh beberapa mafia-mafia dari perusahaan lain. Lalu kita, kemungkinan besar, terjebak di antara perang persaingan bisnis ini!" Aku juga ikut angkat bicara.
Setidaknya, selamat datang di era di mana ekonomi dan bisnis menjadi medan perang, lalu kita berada di antaranya. Terjebak, menunggu sampai salah satu dari mereka melempar 'bom' ke arah kita, seakan menjadi bulan-bulanan para pengusaha. Pemerintah pun akhir-akhir ini melunak, berakibat banyak perusahaan yang mendirikan anak perusahannya guna untuk mendongkrak eksistensi mereka di kancah perbisnisan nasional. Akibatnya? Mereka dapat mendirikan perusahaan baru, apa pun. Lalu mafia-mafia itu? Sering kali luput dari pengawasan.
"Kenyataan memang sulit kawan. Setidaknya kita tidak hidup di zaman di mana kita masih kental-kentalnya dengan 45', 60', 98' atau 2015. Selamat datang di tahun 2018, di mana semuanya menjadi serba aneh ...," Runda menimpali.
"Jadi jangan hanya pikirkan kemungkinan salah satu dari kita berkhianat, memberontak, kemudian melakukan semua teror itu dengan risiko dia bisa di depak dari sini. Ada banyak kemungkinan lain, yang mungkin bisa jadi, adalah kenapa kita jadi bahan teror ...," Royce juga menambahi, mencegah adanya pertempuran mulut lagi.
"Mengenai festivalnya?" tanya salah satu anak.
"Kemungkinan besar akan diundur. Pada mulanya kami ingin menyelenggarakannya di Minggu ke dua Agustus ini, tetapi karena ada kejadian ini, tidak mungkin untuk nekat menyelenggarakannya, sedangkan kita masih ada masalah dalam penyelenggaraan itu sendiri. Kemungkinan besar kita akan mengubah beberapa masalah teknis ,..," jelas Rayan setelah berbincang dengan Royce beberapa saat lalu.
Untunglah hari ini tidak sampai menimbulkan kericuhan. Dua hari setelah itu, kami berhasil me-lobby Pak Julian agar memperbolehkan kami mengadakan Festival, dengan syarat mutlak adalah keamanan. Kami juga telah berkoordinasi dengan dewan guru untuk menangani beberapa hal teknis. Singkatnya, kami menang dalam usaha untuk membujuk Pak Julian agar festival kembali digelar, walaupun sempat diundur.
*****
Bersenang-senanglah sebab, pesta yang sesungguhnya akan segera dimulai
Pesta yang akan menentukan, yang manakah yang pantas untuk tertawa
Kalian tidak berhak tahu, sebelum pesta yang sesungguhnya dimulai
Karena akan sangat menyenangkan untuk pesta yang sesungguhnya
"Jadi ... itu isi pesannya? Bagiku nampak seperti puisi biasa ...," ujar Septian ketika menekuri bait demi bait surat misterius yang telah kusalin sebelumnya. Itu adalah pesan di mana kita menemukan siswa yang hilang di peti es.
"Tidak jika kau menghayati benar isinya-" sangkalku, "lihatlah, setiap bait ada kata 'pesta yang sesungguhnya'... kurasa itu merujuk ke festival yang akan kita laksanakan."
"Lebih kayak pesan-pesan dalam pamflet untuk menarik pengunjung, semakin greget tingkat risikonya, orang-orang mungkin akan penasaran untuk melihat acara kita ...." Guntur mencoba untuk memberikan opininya sendiri.
"Lagipula ... katanya bakal ada banyak Band Indie yang sedang naik daun, akan main ...," tambah Runda.
Aku tetap menekuri bait-bait pesan misterius tersebut. Aku merasa ada yang aneh dengan pesan yang dimaksud, terutama untuk kata 'pesta', dibandingkan dengan kata 'perayaan' atau 'festival'.
"Rimba ... menurutmu, apakah ada yang aneh lainnya?" Guntur yang sedari tadi memperhatikanku menanyakan dengan heran.
"Entahlah, aku menduga, sepertinya pesan ini ingin menunjukkan maksud di balik 'pesta yang sebenarnya'. Kita tidak tahu apa pesta yang dimaksudkan si pelaku di sini ...," jelasku.
Kita juga tidak tahu apa yang akan terjadi setelah ini.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top