CHAPTER 9
Kami terpaku pada dua kemungkinan yang sudah terarahkan. Pertama, Charles dan Anak Kuasanya telah sampai duluan di gedung Arsip Nasional dan mencuri data tersebut. Dua, broadcast Vido terlambat. Aku, Hafizh, dan Ammar, tanpa ragu bergerak untuk menemukan file multimedia itu. Bila isi data tersebut adalah kode untuk membuka kunci ponsel Vido, maka waktu kita semakin habis. Apa lagi, Charles mengetahui bahwa Marrisa adalah salah satu pemegang kunci ponsel sakti Vido.
Jelas kini mereka mengejar target berikutnya. Kami harus temukan data tersebut, sebelum Charles mendapat semua kuncinya. Paling tidak, kita bisa 'menikung' mereka ketika Charles Cs sedang ada dalam perjalanan menuju target. Dengan menumpang sebuah mobil curian—karena kondisi di Jakarta benar-benar dalam tahap panik—kami menuju ANRI. Arsip Nasional Republik Indonesia.
"Hoi, bertahun-tahun, akhirnya kita bisa melakukan sesuatu yang menyenangkan bersama lagi, eh?" sahut Hafizh memulai percakapan. Aku yang terduduk di kursi belakang. Ammar sedang menyetir, sementara Hafizh memerhatikan situasi, kalau-kalau ada sesuatu yang tidak beres, seperti para Anak Kuasa mengejar mereka.
"Ah ... kauingat waktu kita terkurung dua pekan di gedung rektorat?" responku balik. Hafizh terkekeh.
"Tidak ada yang bisa menggantikan pemicu adrenalin setegang itu, Rimba," jawabnya.
"Kaurindu dengan pertempuran? Kaurindu dengan sesuatu yang barbar, Fizh?" tanyaku.
Hafizh menghela napas, "Kita berjuang bebas dari opresi presiden kampret yang seenaknya itu. Dibayar dengan kita yang jadi buronan negara dan menghilang selama lima tahun. Bentrokan, suara letusan senjata, darah yang keluar ketika daging terkoyak peluru ... Bukankah itu sesuatu yang .. sangat disenangi para laki-laki. Sudah sewajarnya jantan sebagai spesies yang sangat agresif melakukan hal itu ...," ungkap Hafizh.
"Kurasa kalau kau menguasai negara ini, kau akan jadi pemimpin yang suka menghasut perang ...," cibirku. Hafizh hanya tertawa.
"Kau benar ...."
Mobil yang kami tumpangi berjalan di ruas jalan yang dihiasi dengan mobil terbakar, kaca-kaca pecah, serta pemandangan beberapa gedung yang terbakar. Orang-orang mulai dilanda kepanikan. Terakhir yang kami dengar, seluruh sistem penjara di Jakarta mengalami kegagalan. Banyak narapidana yang lepas dan kabur ke jalanan. Jakarta menjadi ladang pertempuran yang sempurna bagi para bromocorah, orang-orang barbar, atau anarkis haus darah. Ini mengingatkan tragedi pada Revolusi 2021, aku tidak percaya peristiwa itu kini terulang kembali.
"Hei, Rimba. Wanita yang kaunikahi dan memberimu seorang anak laki-laki, kenapa kaubisa mencintainya?" tanya Ammar. Aku terdiam sejenak.
"Yang pasti bagaimana watakku ini selalu bersimpati kepada siapa pun, termasuk perempuan. Mungkin dia salah satu yang terjerat dengan pesonaku," candaku.
"Aku serius, Rimba. Dia ada di pihak musuh, dia yang telah membunuh Vido, lalu berkhianat pada kita," sergah Ammar cepat.
"Entahlah. Dia terobsesi untuk mendapatkanku. Aku benar-benar tidak percaya Rusya melakukan hal seperti pembelotan. Aku mungkin masih menaruh kepercayaan, kalau ada suatu keajaiban ...." Aku menjawab, tetapi ditukas kembali oleh Ammar.
"Tidak ada keajaiban yang terjadi ketika seseorang yang kaupercaya, membunuh teman satu perjuangan mereka sendiri, Rimba. Mana yang kaupercaya, dia atau temanmu?"
Aku semakin dihadapkan pada pilihan yang sulit. Aku benci hal ini.
"Rimba, aku tidak peduli sesayang apa kau dengan dia. Namun, aku akan membunuhnya ketika ia berada di jangkauanku dan Ammar. Terserah kaumau melakukan apa. Bergerak melindunginya pun kau hanya akan jadi bulan-bulanan mereka, lalu kau juga dianggap pengkhianat ...," tambah Hafizh. Kepalaku semakin pusing mendengar penuturan Hafizh.
"Kami akan memperhitungkan, kemana kau akan mengarahkan senjatamu, Rimba," kini Ammar mengintimidasi.
"Kalian akan lakukan apa pun untuk membalaskan dendam teman-teman kalian yang telah mati?" tanyaku.
"Tentu saja, goblok! Bagaimana kaubisa melupakan orang-orang yang sudah melewatkan masa-masa sulit, bersamamu. Melihatnya mati mudah bukanlah suatu hal yang dapat ditahan, seperti kau menahan rasa jatuh cinta!" gertak Hafizh.
"Kalau kau tidak bisa membunuhnya, biarkan kita berdua saja yang membunuh perempuan itu, Rimba," tambah Ammar. Aku merasa kian tersudut.
"Apa yang harus kukarang cerita pada anakku dan kedua orangtuaku nanti?" ujarku pelan.
"Mudah sajalah, katakan kepada mereka bahwa istrimu adalah turunan iblis. Mereka pasti mengerti," sahut Hafizh setengah bercanda. Aku tertawa kecil.
"Jangan gundah gulana begitu, Rimba! Masih banyak perempuan yang jauh lebih baik daripada istrimu! Kalau kita menang, kaubisa cari di setiap ujung pulau!" tukas Ammar.
"Hei, apa pacarmu masih mengingatmu? Jangan sok bijak! Kau sudah menghilang selama lima tahun, bego!" timpal Hafizh.
"Ah, daripada kau, Fizh! Sama saja. Hei, sebentar lagi kita akan sampai. Bersiaplah,"
Mobil melaju dengan kecepatan sedang, dengan panorama puncak Monumen Nasional. Puncak Monas yang merupakan perlambang api obor, yang kini benar-benar terbakar dilalap api.
Aku tidak dapat merelakan Rusya begitu saja. Kebingungan melandaku.
*****
Kami segera menuju bagian multimedia, dengan kode yang dimaksud.
"G-131 ... G-131 ... Tunggu dulu ... kalau arsip multimedia ini disusun berdasarkan abjad ... kemungkinan besar file tersebut adalah barang lama?" pinta Ammar.
"Ah ... benar juga. Kira-kira sekitar tahun 2010-an. Ini dia, rak G-131," sahutku ketika mendapati rak bertuliskan G-131. Yang kami temukan di sini adalah sederet kotak berisi tempat penyimpanan multimedia. Dapat berupa kaset, roll film, atau kepingan CD. Aku menduga kalau itu dalam bentuk kepingan CD, tetapi malah mendapati file yang kami cari, hanya berada dalam sebuah SD Card berukuran 8 gigabyte.
"Cuma sebuah SD Card," komentarku seraya menunjukkan tempat penyimpanan memori itu pada Ammar dan Hafizh.
"Serius? Kita menghancurkan satu kota, demi satu buah benda kecil itu?" timpal Ammar.
"Percayalah, ada banyak perang terjadi, hanya gara-gara memperebutkan wanita sundal," balasku tanpa minat. Kami pergi ke komputer terdekat, untuk membaca isi file yang ada dalam SD Card tersebut.
"Apa ini? Isinya cuma ada satu file. Video pula ...," gerutuku.
"Mungkinkah ... ini yang dicari-cari oleh para pemberontak itu?" duga Hafizh.
"Kalau ini yang mereka cari, maka kita akan ambil duluan file ini." Tanpa basa-basi lagi, aku menekan tombol 'putar' pada pemutar video.
Kami terkejut bukan main melihat isinya. Video tersebut, mirip seperti video laporan laboratorium, dengan kamera yang konstan berada di satu titik. Lebih terkejut lagi ketika yang ada di video tersebut adalah Thomas Germain, sedang duduk, membelakangi sebuah rak yang penuh dengan buku. Kami menyimak benar-benar apa yang dikatakan Thomas Germain. Sudah pasti, ada kaitannya dengan ponsel sakti yang dimiliki Vido.
Ini adalah kunci untuk membuka segalanya.
"Hai, kalau kalian membuka dan memutar video ini, maka artinya ada dua kemungkinan. Yang pertama, kalian—orang yang memiliki perangkat itu—akan merencanakan sesuatu yang ... sebenarnya tidak ingin dilakukan oleh siapa pun. Yang kedua, ada sesuatu yang terjadi dengan perangkat tersebut, sehingga kalian membutuhkan rekaman ini," ujar Thomas memulai. Ia tampak jauh lebih muda dari yang kukenal.
"Pertama-tama, aku akan menjelaskan motif yang sebenarnya. Ada kemungkinan dunia yang kalian tempati, telah dirancang oleh seseorang yang cukup ahli. Jadi, berhati-hatilah pada setiap langkah kalian. Aku, bergabung dengan persaudaraan tua Kesatria Masa, meneruskan jejak ayahku untuk mempertahankan hakikat dari Kesatria Masa itu sendiri. Persaudaraan tengah goyah, Serat Terakhir Jayabaya terlalu berbahaya untuk digunakan oleh siapa pun. Aku bertanya-tanya, apa tujuan Jayabaya membuat benda mengerikan itu? Benda yang bukan hanya mampu merubah masa depan, tetapi menciptakan sebuah masa depan itu sendiri. Apakah ini juga bagian dari rencananya? Mungkin saja. Aku di sini ... berusaha agar dunia tetap berjalan dengan damai. Ah ... kau tidak bisa memisahkan dengan subjektivitas seorang laki-laki lapuk yang ditinggal istrinya, eh?" lanjut Thomas.
Aku sedikit tertawa sekaligus sedih mendengarnya. Sayangnya, kadar sedihnya lebih banyak. Aku tidak menyangka kalau orang ini benar-benar humoris, sekaligus humanis ketika dirinya masih muda. Sayangnya, ia adalah orang yang bertanggungjawab atas Pembantaian SMA Harman Sastranagara di tahun 2018. Ia adalah seorang Kesatria Masa yang hidupnya perlahan hancur, seiring dia adalah 'Kesatria' yang paling ditakuti musuhnya. Istrinya mati, kedua anaknya mati. Mendengar penuturan tentang tujuan Jayabaya, rasanya membuatku miris. Ada kemungkinan ... semua ini ... sudah direncanakan Jayabaya.
"Aku tidak tahu apa rencana Jayabaya. Namun, melihat ia punya penerawangan yang bagus, setidaknya ia berharap ada seseorang yang benar-benar sebagai Satrio Piningit yang ia sebut-sebut, sebagai juru selamat bangsa. Aku bisa merasakan, bahwa Jayabaya ... menginginkan seseorang dengan visi yang sama dengan deskripsi 'Ratu Adil'-nya. Mengenai Serat Terakhir Jayabaya, kurasa ada seseorang yang sudah menemukannya, lalu kini hilang entah kemana. Kesatria Masa dan Anak Kuasa pun bahkan kebingungan mencarinya. Mungkin ... dunia yang kita harapkan, sudah berubah menjadi dunia yang diinginkan siapa pun yang memegang Serat Terakhir tersebut," lanjut Thomas.
"Aku ... mungkin adalah salah satu yang sempat memegang serat terakhir tersebut. Setelah itu, setelah terjadi pertikaian dengan Anak Kuasa, dengan pemimpin mereka yang baru, Harman Sastranagara. Ada kemungkinan aku sudah berubah menjadi iblis, seperti yang diramalkan oleh Jayabaya. Namun, sesungguhnya aku benar-benar sedang diintai oleh iblis yang sesungguhnya. Aku mencoba membuat sebuah alat yang benar-benar dapat menjaga dengan aman, paling tidak, isi dari serat ini. Aku percaya, Jayabaya tidak begitu saja menulis apa yang dia punyai, sebagai orang sakti yang mampu meramalkan masa depan. Aku mencoba memercayai cerita, bahwa kelak di kemudian hari, ada Ratu Adil yang benar-benar mampu mengangkat bangsa ini dari Zaman Edan," lanjut Thomas bercerita.
Aku mengerti alasan, mengapa Thomas Germain bisa seberbahaya itu. Dia pernah memiliki Serat Terakhir Jayabaya. Jika dilihat dari rekamannya, mungkin ia tidak memiliki tujuan tertentu yang aneh-aneh dengan kekuatan yang tersembunyi dalam Serat itu. Sejahat-jahatnya seseorang, ada kemungkinan ia memiliki kebaikan tersendiri. Kemungkinan bahwa Thomas Germain merancang semua hal yang telah terjadi, adalah untuk mengamankan isi dari Serat Terakhir itu.
"Ah, mungkin aku sudah berpikir kalau aku adalah Ratu Adil yang disebut-sebut oleh Raja Jayabaya itu. Diriku tidak mau bersombong diri, hanya karena aku telah mendapat Serat Terakhir Jayabaya dan mengamankannya, bahkan tanpa sepengetahuan Kesatria Masa maupun Anak Kuasa. Akhirnya, aku dapat membuat alat tersebut. Alat yang benar-benar mirip seperti ponsel sakti. Seluruh isi dari Serat Terakhir Jayabaya telah kudigitalisasi, memasukkannya ke dalam sebuah sistem operasi yang tidak bisa ditembus. Bahkan kalau ini adalah sebuah tembok, aku Haqqul yakin, kalau itu adalah tembok yang tidak bisa dijebol dengan mudahnya.
"Dengan bantuan seorang anak yang cukup pintar dari Anak Kuasa, dengan segala kepura-puraannya menjadi seseorang yang bodoh, otak yang dipenuhi dengan nafsu birahi, hidup dalam tubuh seorang bocah yang kala itu masih berada di tingkat menengah pertama. Sebenarnya dia adalah salah satu orang hebat dari Anak Kuasa. Hebat sekali, aku dengan mudahnya dapat memperdayai salah satu orang kebanggaan Anak Kuasa itu." Aku masih menyimak cerita Thomas.
Sepertinya aku tahu siapa orang tersebut. Tidak kusangka dia ternyata adalah anggota terbaik Anak Kuasa. Namun, kenapa? Aku hanya dapat berkata-kata, lalu menarik kesimpulan bahwa orang yang pernah berjuang bersama kami, delapan tahun lalu, adalah orang yang dapat menempatkan diri dalam situasi apa pun. Ia menyamar dengan sangat baik. Sepertinya Thomas membunuhnya demi alasan keamanan. Marunda Jati. Anak Mesum itu.
"Aku, Thomas Germain, melakukan ini agar tidak ada korban lagi jatuh setelah istriku, berharap aku dapat menyelesaikan tugas yang hampir tidak pernah selesai ini. Sementara Anak Kuasa terus berkembang, aku dapat menyaksikan Kesatria Masa mengalami kemunduran, bahkan ketika dipimpin oleh Marwan Zubaeydi sekalipun. Mengingat Harman Sastranagara telah mulai bergerak.
"Bisnisnya menggurita. Ia menggunakan cara yang sangat licik untuk menggembungkan perusahaannya. Banyak pekerjaan kotor yang tertimbun salju putih yang sangat dalam. Dibiarkan menumpuk sampai tidak ada seorangpun yang tahu, di bawah timbunan salju yang putih itu, terkubur beratus-ratus kelicikian yang berwarna hitam pekat. Bahkan ia tidak ingin disaingi oleh anaknya sendiri. Kebaikan 'palsu' untuk keluarganya, sebenarnya hanyalah kedok agar si Harman itu dapat menguasai segalanya. Bahkan, aku yakin, ia akan berencana menyingkirkan anak semata wayangnya, Marrisa, bila dirasa mengganggu tujuannya.
"Begitulah setiap Anak Kuasa bertindak. Mereka bahkan rusak dari dalam. Aku hampir saja tidak menyadari satu hal lain. Jangan pernah pula memercayai seseorang yang sudah kuanggap sebagai keponakanku sendiri. Anya adalah bahaya laten. Aku tidak tahu apa yang ada di dalam dirinya, tetapi aku dapat merasakan sesuatu yang tidak enak, saat berada di dekatnya. Perempuan yang pintar. Anya adalah putri kebanggan satu-satunya Marwan Zubaeydi yang harus dijaga, karena ia adalah keturunan terakhir dari Triguru. Dia menjadi satu-satunya penerus dari Kesatria Masa, sudah tugasnya unuk melindungi dunia dari kehancuran, akibat orang-orang yang seenaknya sendiri. Namun, entah mengapa ... Anya adalah sosok yang tidak biasa."
"Tunggu, siapa Anya?" sela Hafizh, seraya memencet tombol pause.
"Itu yang juga aku ingin tahu. Katanya, dia adalah anak Marwan Zubaeydi," sahutku, "yang berarti, Anya adalah identitas Rusya dahulu. Ingat, tidak ada catatan yang jelas mengenai Rusya pada sekitar tujuh tahun pertama ia hidup di dunia ini."
"Yang berarti ... Thomas ini ... dia tahu mengenai Rusya?" pinta Hafizh.
Aku mengangguk mengiyakan.
"Rusya mengenal Thomas Germain sejak kecil."
"Tapi ... kenapa ia mengubah identitas?" tanya Ammar.
"Ammar, ingatlah bahwa Rusya adalah penerus terakhir Triguru, orang yang sangat penting—lebih penting bahkan—di Kesatria Masa. Marwan Zubaeydi selaku Grand Master, akan menghilangkan jejak kelahiran Rusya sebersih mungkin," terangku.
"Tapi ... kalau Rusya pada akhirnya berada satu keluarga dengan Kesatria Masa, bukannya sama saja kalau Rusya berada dalam tengah pertempuran sendiri?" duga Ammar.
"Oh ya? Anak Kuasa hanya mencari keturunan terakhir. Memusnahkan semua catatan kelahiran Rusya akan menghambat kinerja mereka, karena mereka tidak tahu siapa Rusya yang ada di keluarga Marwan Zubaeydi. Seluruh catatan kehidupan selama delapan tahunnya telah diubah. Menurutmu apa yang akan mereka pikir ketika mereka mengetahui bahwa Marwan Zubaeydi tidak memiliki penerus, berdasarkan fakta yang telah disingkirkan? Mereka akan kebingungan sendiri dengan tujuan mereka, mengingat, Serat Terakhir Jayabaya yang kabarnya tidak pernah ditemukan," jelasku.
"Namun, mengapa ia mencurigai Rusya?" sanggah Hafizh.
"Maksudmu?"
"Ia mencurigai Anya ... yang pada kenyataannya adalah Rusya, sebagai anak yang patut diwaspadai. Mungkinkah ... pengkhianatan ini yang ia maksud?" tanya lelaki berambut gondrong itu.
"Aku tidak tahu ... Rasanya terlalu awal kalau menyebut Thomas tahu gerak-gerik Rusya berkhianat kepada Kesatria Masa ...," ujarku.
"Lalu ... apa kau masih tidak rela kalau Rusya mengkhianati kita?" tanya Hafizh penuh selidik. Aku menatap wajahnya yang terlihat tidak suka sekilas.
"Ada sesuatu yang ... kurang. Rusya adalah orang yang sangat mudah berubah. Coba kita lanjutkan isi rekaman ini." Kami kemudian melanjutkan isi rekaman tersebut.
"Yah ... aku tahu. Dia bukanlah orang yang sembarangan. Keputusan seluruh anggota untuk memalsukan identitasnya sudah menjadi sewajarnya. Ia menjadi orang yang benar-benar berbeda saat aku bertemu dengannya lagi di sekolah itu. Ia merasa seperti memiliki dua sosok yang hampir sama di dalam tubuhnya. Aku tidak tahu, apakah Anya menjadi orang yang berbeda, hanya saja ia terlihat sama sepengetahuanku.
Mengenai alat yang pintar itu. Aku sudah memberikannya pada seseorang ... yang paling tidak peduli dengan dunia ini, sekalipun perang dunia ketiga dimulai. Aku telah mencari orang tersebut. Sepertinya aku beruntung sewaktu menemukannya di kereta itu. Bahkan ketika aku menjelaskannya, ia seperti tidak tertarik. Ia malah memilih untuk mengunduh aplikasi dan permainan untuk membunuh waktunya dengan ponsel sakti yang kuciptakan. Semua itu tidak terlepas dari putri satu-satunya Marwan Zubaeydi. Ia, membantuku untuk mengembangkannya."
Aku memencet tombol pause.
"Berarti benar, yang ditemui Vido sewaktu ia di kereta adalah Thomas Germain. Rusya membantu Thomas, bersama salah satu temanku sewaktu SMA," simpulku.
"Rusya juga membantu Thomas mengembangkan ponsel ini? Sudah kuduga, Rusya ada maksud dengan ponsel Vido," sambung Hafizh.
"Lebih tepatnya, ponsel itulah pusat dari konflik ini, Fizh," pungkasku, seraya menekan tombol play.
"Aku tahu, suatu saat, laki-laki yang kupasrahkan ponsel sakti ciptaanku, menemukan bahwa ponsel tersebut benar-benar mengandung sebuah kesaktian yang tidak terduga. Ia mengaktifkan sistem operasi terselubung Shadow Anonymous, membuatnya menjadi penguasa hantu di dunia maya. Kupikir dia adalah orang yang seenaknya, ternyata memang dia benar-benar seenaknya. Namun, harus kuakui, Kesatria Masa jauh lebih terbantu, setelah SA berhasil diaktifkan, menjaring sekitar seratus ribu anggota laten. Bahkan, orang yang menguasai SA itu sendiri, telah terjaring.
"Mudah saja. Pekerjaan sambilan, solusi untuk lepas dari jerat utang, pekerjaan yang mendapatkan uang banyak, jaminan kesejahteraan keluarga. Semua itu hanya kedok untuk 'mengabdi' kepada sistem Shadow Anonymous ini. Agak terdengar kejam dan penuh intrik kekuasaan. Bagaimanapun juga, suatu kekuatan kekuasaan tidak akan jatuh, jika tidak ada kekuatan lain yang sebanding.
"Kami bergerak jauh di dalam tanah. Tidak terlihat di manapun. Bahkan oleh kedua organisasi tua yang sedang berperang. Aku tidak mengerti, mengapa mereka memperebutkan kekuatan yang besar dari Jayabaya itu, padahal isinya hanyalah sesuatu yang dapat menciptakan sebuah peristiwa kompleks dengan mudahnya. Hanya itu saja. Kalau itu kekuatan berupa tidak bisa mati, atau menjadi setingkat dengan Tuhan, mungkin itu akan jauh lebih berbahaya.
"Aku bahkan berpikir, mereka menggunakan itu untuk sebuah eksistensi bagi organisasi mereka sendiri. Baik Anak Kuasa, maupun Kesatria Masa. Semua telah kehilangan tujuan yang sebenarnya, mengapa Jayabaya mengangkat mereka sebagai Kesatria penjaga masa. Kalau mereka mengetahui, bahwa itu adalah untuk kebaikan seluruh manusia yang berada di Bumi Nusantara ini, maka mereka tidak akan sampai seperti anak berebut warisan.
"Bahkan jika aku harus berkhianat, bahkan jika aku harus menghadapi kedua organisasi persaudaraan itu, aku tidak akan mundur. Tujuanku hanyalah menjadi seorang Kesatria Masa, seperti yang diharapkan Jayabaya menjelang ajalnya. Menjaga kedamaian, menjaga kekuatan yang diperuntukkan untuk Ratu Adil yang akan membebaskan Bumi Nusantara, dari cengkeraman Zaman Edan. Aku, Thomas Germain, putra Althauf Purnama yang bersama Razak, berjuang untuk mempertahankan Bumi Nusantara, agar tidak jatuh dalam gonjang-ganjing Zaman Edan.
"Ponsel sakti itu adalah manifestasi dari Serat Terakhir Jayabaya sebagai sebuah kekuatan itu sendiri. Terhubung langsung dengan satelit, mampu meretas sistem jaringan manapun di negara ini, bahkan bila perlu, memberikan akses langsung kepada sistem pusat operasi negara ini, apa pun penghalang maupun firewall yang dibangun. Ketika tiga kode itu sudah diluncurkan dalam sebuah aplikasi ... kaudapat mengatur segalanya. Hal itu hanya diperuntukkan oleh Ratu Adil ketika zaman telah meretakkan Bumi Nusantara ini, jatuh ke dalam kegelapan Zaman Edan.
"Tiga orang, secara terpisah, tidak ada seorang pun yang tahu. Aku mengenal tiga anak itu sebagai satu-satunya potensi. Kuncinya ada tiga. Satu akan kusebutkan. Kunci pertama ada di tangan anak dari Harman Sastranagara. Kau tidak akan percaya mengapa aku melakukan hal gila itu. Siapa pun tidak akan menyangka, putri pemimpin Anak Kuasa, yang memegang kuncinya. Toh, ia tidak dilibatkan dari pertempuran keluarganya. Salah sendiri. Itu akan jadi suatu keuntungan tersendiri. Marrisa kuberitahu pemegang kunci kedua. Pemegang kunci kedua kuberitahu siapa yang memegang kunci ketiga. Seperti itu cara kerjanya.
"Pemegang kunci berikutnya, sudah kuberitahu kepada Marrisa. Hanya sebuah nama yang kemungkinan besar ia tidak kenal. Bahkan dengan perkembangan teknologi yang semakin cepat, tidak akan pernah dapat ia temukan orang pemegang kunci kedua dengan mudah. Mereka akan menjaga kunci itu, sampai mati. Percayalah.
Aku?
Aku hanyalah perantara. Aku hanyalah seorang Kesatria yang mengabdi kepada Rajanya. Aku hanyalah seseorang yang berusaha agar Bumi Nusantara ini tidak jatuh ke tangan para pemilik kepentingan yang picik. Aku hanyalah seseorang yang berusaha agar manusia yang mendiami Bumi Nusantara, bisa merasakan kehidupan yang tenteram dan damai. Ketika aku mati, mungkin itu sudah menjadi takdirnya, bahwa aku dapat melayani Rajaku hingga akhir hayat. Salam."
Video berdurasi sekitar sepuluh menit itu pun selesai. Sayangnya kami tidak mendapat apa-apa, selain tiga kunci yang tersebar dan dipegang oleh tiga orang berbeda. Entah kini mereka ada di mana. Satu orang telah ditemukan, Marrisa Harman Sastranagara. Itu berarti, Charles dan kawan-kawannya sekalian, sedang bergerak menuju pemegang kunci kedua.
Kini, waktu yang tersisa semakin sedikit.
*****
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top